FILSAFAT PENDIDIKAN : HADIS TENTANG METODE PENDIDIKAN ISLAM
Tuesday, 23 April 2013
1 Comment
MAKALAH INI UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN
Keberhasilan menanamkan nilai-nilai rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah swt.) dalam diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, yaitu metode pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiyah, sebab dengan metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah dikuasai peserta didik. Dalam pendidikan Islam, perlu dipergunakan metode pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriah dan batiniah), walaupun tidak ada satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua keadaan.
Rasul saw. sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw. sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya.
Makalah ini akan menyajikan hadis-hadis Nabi saw. tentang metode pendidikan dalam lingkup makro dan mikro, yang dilaksanakan Rasulullah. Hadis-hadis yang berimplikasikan pada metode pendidikan dalam lingkup makro, meliputi; metode keteladanan, metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan. Metode pendidikan dalam lingkup mikro terdiri dari; metode tanya jawab, metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan, metode pemberian hukuman.
B. Pembahasan
Satu dari berbagai komponen penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah ketepatan menentukan metode. Sebab dengan metode yang tepat, materi pendidikan dapat diterima dengan baik. Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan. Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan pendidikan.
Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang berarti ”yang dilalui” dan hodos yang berarti ”jalan”, yakni jalan yang harus dilalui. Jadi secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu.(Poerwakatja, 1982: 56). Sedangkan dalam bahasa Inggeris, disebut dengan method yang mengandung makna metode dalam bahasa Indonesia.(Wojowasito, 1980:113). Dalam bahasa Arab, metode disebut dengan tharīqah yang berarti jalan atau cara.(Louwis, t.t.: 465). Demikian pula menurut Yunus, tharīqah adalah perjalanan hidup, hal, mazhab dan metode.(Munawwir, 1997: 849). Secara terminologi, para ahli memberikan definisi yang beragam tentang metode, di antaranya pengertian yang dikemukakan Surakhmad (1998: 96), bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Menurut Yusuf (1995: 2), metodologi adalah ilmu yang mengkaji atau membahas tentang bermacam-macam metode mengajar, keunggulannya, kelemahannya, kesesuaian dengan bahan pelajaran dan bagaimana penggunaannya. Poerwakatja (1982: 386), mengemukakan; metode pembelajaran berarti jalan ke arah suatu tujuan yang mengatur secara praktis bahan pelajaran, cara mengajarkannya dan cara mengelolanya.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode pendidikan, beberapa hal yang mesti ada dalam metode yaitu:
a. Melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab;
b. Aktivitas tersebut memiliki cara yang baik dan tujuan tertentu;
c. Tujuan harus dicapai secara efektif.
Ada istilah lain dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi, sebagai berikut:
a. Pendekatan (al-madkhal/approach).
Pendekatan yaitu sekumpulan pemahaman mengenai bahan pelajaran yang mengandung prinsip-prinsip filosofis. Jadi pendekatan merupakan kebenaran umum yang bersifat mutlak. Misalkan asumsi yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa, bahwa aspek menyimak dan percakapan harus diajarkan terlebih dahulu sebelum aspek membaca dan menulis atau sebaliknya, sehingga dari asumsi tersebut pendidik dapat menentukan metode yang tepat.(Sumardi, t.t: 91-94).
b. Teknik/strategi.
Teknik penyajian bahan pelajaran adalah penyajian yang dikuasai pendidik dalam mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, agar bahan pelajaran dapat dipahami dan digunakan dengan baik. Teknik adalah pelaksanaan pengajaran di dalam kelas, yaitu penggunaan metode yang didasarkan atas pendekatan terhadap materi pelajaran. Jadi teknik harus sejalan dengan metode dan pendekatan. Misalkan dalam mengatasi masalah peserta didik yang tidak dapat menyebutkan bunyi suatu huruf dengan tepat, pendidik memintakan peserta didik untuk menirukan ucapannya.
Metode adalah rencana menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian bahan/materi pelajaran secara sistematis dan metodologis serta didasarkan atas suatu pendekatan, sehingga perbedaan pendekatan mengakibatkan perbedaan penggunaan metode. Jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku sehingga terlihat dalam pribadi subjek dan obyek pendidikan, yaitu pribadi Islami. Selain itu, metode dapat membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.(Nata, 2001: 91).
Metode, merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat ini mempunyai dua fungsi ganda, yaitu polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis, bilamana metode mengandung kegunaan yang serba ganda, misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi tertentu dapat digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaannya dapat tergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk dan kemampuan dari metode sebagai alat. Sebaliknya monopragmatis, bilamana metode mengandung satu macam kegunaan untuk satu macam tujuan. Penggunaannya mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis dan kebermaknaan menurut kondisi sasarannya. Mengingat sasaran metode adalah manusia, maka pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.
Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses pembelajaran, sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru baru berdaya guna dan berhasil guna, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna adalah metode yang mengandung nilai nilai instrinsik dan ekstrinsik, sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. (Arifin, 1996: 197). Nahlawi (1996: 204), mengatakan metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qur’ani dan Nabawi, metode perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode tarģîb dan tarhîb.
Berdasarkan rumusan-rumusan di atas, dapat dipahami bahwa metode pendidikan Islam adalah berbagai cara yang digunakan oleh pendidik muslim, sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku, sehingga nilai-nilai Islami dapat terlihat dalam pribadi peserta didik (subjek dan obyek pendidikan).
a. Metode Keteladanan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
Artinya: Hadis dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw. dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya. (al-Bukhari, 1987, I: 193)
Menurut al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun. (Al-Asqalani, 1379H: 591-592). Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru memberikan teladan yang baik. (al-Hamd, 2002: 27).
Memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, kalau pendidiknya baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik, karena murid meniru gurunya. Sebaliknya jika guru berperangai buruk, ada kemungkinan anak didiknya juga berperangai buruk.
Rasulullah saw. merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya, menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana firman Allah swt. berikut:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا.
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33: 21).
Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ….
Pentingnya metode lemah lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang disampaikan pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah lembut yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk akrab dengan pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
c. Metode deduktif.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً .
Artinya; Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan
lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari
Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam
keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing
yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini. (Muslim, IV: 2146)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.
Artinya: Hadis Muhammad ibn Basysyar katanya
hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis Syu’bah katanya hadis Abu Tayyâh dari Anas
ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah dan jangan
mempersulit. Rasulullah saw. suka memberikan keringanan kepada
manusia.(al-Bukhari, I: 38)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا أَخَا بَنِي فِهْرٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ وَفِي حَدِيثِهِمْ جَمِيعًا غَيْرَ يَحْيَى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ وَفِي حَدِيثِهِ أَيْضًا قَالَ وَأَشَارَ إِسْمَعِيلُ بِالْإِبْهَامِ.
a. Metode tanya jawab
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Artinya: Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis
Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari ayahnya katanya ia mendengar
Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang berbicara dan berdusta agar
orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya. (As-Sijistani,
t.t, II: 716).
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
Artinya: Hadis dari Muhammad ibn Muşanna,
katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb dari Abi Qilâbah katanya hadis
dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan kami pemuda yang sebaya. Kami
tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20 malam. Rasulullah saw adalah
seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika beliau menduga kami
ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau menanyakan tentang orang-orang
yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya. Beliau bersabda; kembalilah
bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah
mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal dan yang saya tidak hapal.
Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat. (al-Bukhari, I: 226)
2) Kemampuan membaca bacaan salat (bacaan surat al-Fatihah, bacaan ayat Alquran, bacaan ruku’, bacaan berdiri i’tidâl, bacaan sujud, bacaan duduk antara dua sujud, bacaan tahyat awal dan akhir.
3) Menganalisis tingkah laku yang dimodelkan. Tingkah laku yang dimodelkan sesuai dengan bahan pelajaran adalah ‘motorik” meliputi keterampilan dalam gerakan salat dan kemampuan membaca bacaan shalat.
4) Menunjukkan model. Gerakan dalam salat dilakukan berdasarkan urut-urutannya (prosedural) dan bacaan dalam salat diucapkan dengan baik dan benar berdasarkan tata cara membaca Alquran (ilmu tajwid).
5) Memberikan kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan dengan umpan balik yang dapat dilihat, tiap anak didik mempraktekkan kembali gerakan shalat Zuhur yang ditunjukkan oleh model seiring dengan aba-aba prosedur yang diberikan guru. Demikian pula dengan bacaan salat dapat dipraktekkan anak didik.
6) Memberikan reinforcement dan motivasi. Guru memberikan penguatan pada anak didik yang telah berhasil melakukan gerakan dengan baik dan benar dan mengarahkan serta memperbaiki gerakan dan bacaan anak didik yang belum sesuai.
d. Metode eksperimen
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.
Artinya: Hadis Abdul Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata: Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku ada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.(al-Bukhari, t.t, I: 49)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ خَيْوَانَ عَنْ أَبِي سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا فَبَصَقَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ لَا يُصَلِّي لَكُمْ….
1) Memberi nasehat dan petunjuk.
2) Ekspresi cemberut.
3) Pembentakan.
4) Tidak menghiraukan murid.
5) Pencelaan disesuaikan dengan tempat dan waktu yang sesuai.
6) Jongkok.
7) Memberi pekerjaan rumah/tugas.
8) Menggantungkan cambuk sebagai simbol pertakut.
9) Alternatif terakhir adalah pukulan ringan. (al-Syalhub, Terj. Abu Haekal, 2005: 59-60).
Hal yang menjadi prinsip dalam memberikan sanksi adalah tahapan dari yang paling ringan, sebab tujuannya adalah pengembangan potensi baik yang ada dalam diri anak didik.
Metode pendidikan adalah cara yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik, sehingga dengan metode yang tepat dan sesuai, bahan pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Beberapa metode pendidikan yang dikemukakan dalam makalah ini (masih banyak yang belum), terdiri dari metode keteladanan, metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan, metode tanya jawab, metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan, metode pemberian hukuman dapat dilaksanakan pendidik dalam penanaman nilai-nilai pada ranah afektif dan pengembangan pola pikir pada ranah kognitif serta latihan berperilaku terpuji pada ranah psikomotorik.
.
Anwar, Qomari. Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa. Jakarta: UHAMKA Press, 2003.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Asqalâni, Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil. Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H.
Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil. Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1. Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 198.
Grendler, Bell E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan, terj. Munandir. Jakarta: Rajawali, 1991.
Hamd, Ibrahim, Muhammad. Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. Jakarta: Dârul Haq, 2002.
Lathîb, Muhammad Syamsy al-Hâq al-’Azhîm ‘Abadi. ‘Aunu al-Ma’būd Syarh Sunan Abi Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Munawwir, Warson Ahmad. Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Nahlawi, Abdurrahman. Ushulut Tarbiyyah Islamiyyah Wa Asâlibiha fî Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ terj. Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press:1996.
Naisabūri, Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi. Shahih Muslim, Juz 1. Saudi Arabia : Idâratul Buhūş Ilmiah wa Ifta’ wa ad-Dakwah wa al-Irsyâd, 1400 H.
Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
Nawâwi, Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf ibn Maria. Syarah an-Nawāwi ‘ala Shahih Muslim. Beirut: Dâr al-Fikri, 1401 H.
Poerwakatja, Soegarda. Ensiklopedia Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung, 1982.
Sijistâni, Abu Dâud Sulaiman ibn al-Asy’aş. Sunan Abu Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Sumardi, Muljanto. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN. Jakarta: Departemen Agama RI, Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama, t.t.
Surakhmad,Winarno. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito, 1998.
Syalhub, Fuad bin Abdul Azizi. Al-Muallim al-Awwal shalallaahu alaihi Wa Sallam Qudwah Likulli Muallim wa Muallimah, terj. Abu Haekal. Jakarta: Zikrul Hakim, 2005.
Thîby, Syarafuddin. Syaharh ath-Thîby alâ Misykat al-Mashâbih, juz 11. Makkah: Maktabah Nizar Musthafa al-Bâz, 1417 H.
Wojowasito, S. W. Wasito Tito. Kamus Lengkap Inggeris-Indonesia, Indonesia-Inggeris. Bandung: Hasta, 1980.
Yasū‘iy, Ma‘lūf, Louwis. Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‘lam, Cetakan XXVI. Beirut: al- Masyriq, t.t.
Yusuf, Tayar Anwar, Syaiful. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
A.
Pendahuluan
Keberhasilan menanamkan nilai-nilai rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah swt.) dalam diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, yaitu metode pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiyah, sebab dengan metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah dikuasai peserta didik. Dalam pendidikan Islam, perlu dipergunakan metode pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriah dan batiniah), walaupun tidak ada satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua keadaan.
Sebaik apapun
tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut
sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi
sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak. Bahkan sering
disebutkan cara atau metode kadang lebih penting daripada materi itu sendiri.
Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara cermat,
disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat
memuaskan. (Anwar, 2003: 42)
Rasul saw. sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw. sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya.
Makalah ini akan menyajikan hadis-hadis Nabi saw. tentang metode pendidikan dalam lingkup makro dan mikro, yang dilaksanakan Rasulullah. Hadis-hadis yang berimplikasikan pada metode pendidikan dalam lingkup makro, meliputi; metode keteladanan, metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan. Metode pendidikan dalam lingkup mikro terdiri dari; metode tanya jawab, metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan, metode pemberian hukuman.
1. Pengertian
Metode Pendidikan.
Satu dari berbagai komponen penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah ketepatan menentukan metode. Sebab dengan metode yang tepat, materi pendidikan dapat diterima dengan baik. Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan. Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan pendidikan.
Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang berarti ”yang dilalui” dan hodos yang berarti ”jalan”, yakni jalan yang harus dilalui. Jadi secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu.(Poerwakatja, 1982: 56). Sedangkan dalam bahasa Inggeris, disebut dengan method yang mengandung makna metode dalam bahasa Indonesia.(Wojowasito, 1980:113). Dalam bahasa Arab, metode disebut dengan tharīqah yang berarti jalan atau cara.(Louwis, t.t.: 465). Demikian pula menurut Yunus, tharīqah adalah perjalanan hidup, hal, mazhab dan metode.(Munawwir, 1997: 849). Secara terminologi, para ahli memberikan definisi yang beragam tentang metode, di antaranya pengertian yang dikemukakan Surakhmad (1998: 96), bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Menurut Yusuf (1995: 2), metodologi adalah ilmu yang mengkaji atau membahas tentang bermacam-macam metode mengajar, keunggulannya, kelemahannya, kesesuaian dengan bahan pelajaran dan bagaimana penggunaannya. Poerwakatja (1982: 386), mengemukakan; metode pembelajaran berarti jalan ke arah suatu tujuan yang mengatur secara praktis bahan pelajaran, cara mengajarkannya dan cara mengelolanya.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode pendidikan, beberapa hal yang mesti ada dalam metode yaitu:
a. Melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab;
b. Aktivitas tersebut memiliki cara yang baik dan tujuan tertentu;
c. Tujuan harus dicapai secara efektif.
Ada istilah lain dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi, sebagai berikut:
a. Pendekatan (al-madkhal/approach).
Pendekatan yaitu sekumpulan pemahaman mengenai bahan pelajaran yang mengandung prinsip-prinsip filosofis. Jadi pendekatan merupakan kebenaran umum yang bersifat mutlak. Misalkan asumsi yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa, bahwa aspek menyimak dan percakapan harus diajarkan terlebih dahulu sebelum aspek membaca dan menulis atau sebaliknya, sehingga dari asumsi tersebut pendidik dapat menentukan metode yang tepat.(Sumardi, t.t: 91-94).
b. Teknik/strategi.
Teknik penyajian bahan pelajaran adalah penyajian yang dikuasai pendidik dalam mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, agar bahan pelajaran dapat dipahami dan digunakan dengan baik. Teknik adalah pelaksanaan pengajaran di dalam kelas, yaitu penggunaan metode yang didasarkan atas pendekatan terhadap materi pelajaran. Jadi teknik harus sejalan dengan metode dan pendekatan. Misalkan dalam mengatasi masalah peserta didik yang tidak dapat menyebutkan bunyi suatu huruf dengan tepat, pendidik memintakan peserta didik untuk menirukan ucapannya.
c. Metode.
Metode adalah rencana menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian bahan/materi pelajaran secara sistematis dan metodologis serta didasarkan atas suatu pendekatan, sehingga perbedaan pendekatan mengakibatkan perbedaan penggunaan metode. Jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku sehingga terlihat dalam pribadi subjek dan obyek pendidikan, yaitu pribadi Islami. Selain itu, metode dapat membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.(Nata, 2001: 91).
Metode, merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat ini mempunyai dua fungsi ganda, yaitu polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis, bilamana metode mengandung kegunaan yang serba ganda, misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi tertentu dapat digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaannya dapat tergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk dan kemampuan dari metode sebagai alat. Sebaliknya monopragmatis, bilamana metode mengandung satu macam kegunaan untuk satu macam tujuan. Penggunaannya mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis dan kebermaknaan menurut kondisi sasarannya. Mengingat sasaran metode adalah manusia, maka pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.
Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses pembelajaran, sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru baru berdaya guna dan berhasil guna, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna adalah metode yang mengandung nilai nilai instrinsik dan ekstrinsik, sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. (Arifin, 1996: 197). Nahlawi (1996: 204), mengatakan metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qur’ani dan Nabawi, metode perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode tarģîb dan tarhîb.
Berdasarkan rumusan-rumusan di atas, dapat dipahami bahwa metode pendidikan Islam adalah berbagai cara yang digunakan oleh pendidik muslim, sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku, sehingga nilai-nilai Islami dapat terlihat dalam pribadi peserta didik (subjek dan obyek pendidikan).
2. Hadis-hadis
Tentang Metode Pendidikan dalam Lingkup Makro
a. Metode Keteladanan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
Artinya: Hadis dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw. dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya. (al-Bukhari, 1987, I: 193)
Hadis di atas
tergolong syarîf marfû’ dengan kualitas perawi yang sebagian terdiri dari şiqah
mutqinũn, ra’su mutqinũn, şiqah dan perawi bernama Qatadah adalah sahabat
Rasulullah saw. (CD Room, Kutub at-Tis’ah).
Menurut al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun. (Al-Asqalani, 1379H: 591-592). Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru memberikan teladan yang baik. (al-Hamd, 2002: 27).
Memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, kalau pendidiknya baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik, karena murid meniru gurunya. Sebaliknya jika guru berperangai buruk, ada kemungkinan anak didiknya juga berperangai buruk.
Rasulullah saw. merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya, menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana firman Allah swt. berikut:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا.
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33: 21).
Al-Baidhawi (Juz
5: 9), memberi makna uswatun hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan baik
yang dapat dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam
pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina
perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah
saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga
diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
b. Metode lemah
lembut/kasih sayang.
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ….
Artinya: Hadis
dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail
ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi
Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya:
Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku
katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya
berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan
mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam.
Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai
tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang
lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak,
memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat
ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh,
takbîr dan membaca Alquran. (Muslim, t.t, I: 381).
Hadis di atas
tergolong syarîf marfũ’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah şubut. An-Nawâwi, dalam syarahnya mengatakan hadis ini menunjukkan
keagungan perangai Rasulullah saw., dengan memiliki sikap lemah lembut dan
mengasihi orang yang bodoh (belum mengetahui tata cara salat). Ini juga
perintah agar pendidik berperilaku sebagaimana Rasulullah saw. dalam
mendidik.(an-Nawawi, 1401H, V: 20-21).
Pentingnya metode lemah lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang disampaikan pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah lembut yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk akrab dengan pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
حَدَََّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ
عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ
مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا
عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ
فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ
شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ
عَيْنَاهُ.
Artinya: Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir. (al-Bukhari, t.t, I: 234).
Artinya: Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir. (al-Bukhari, t.t, I: 234).
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah mutqin, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut
Abi Jamrah, metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu materi
pelajaran, akan memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran,
sehingga lebih mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar.
(an-Andalusi, 1979, I: 97).
d. Metode
perumpamaan
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً .
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar adalah sahabat Rasulullah saw.
Menurut ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang munafik, karena mengikut hawa
nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang berada
di antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak
balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak
konsisten dengan satu komitmen.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
e. Metode kiasan.Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
حَدَّثَنَا يَحْيَى
قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّهِ
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ
خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ
تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي
فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
Artinya: Hadis Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari Aisyah, seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid. Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi. Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci dengannya. Ia bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu bersuci dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya. Aisyah mengatakan telusurilah bekas darah (haid) dengan kain itu. (al-Bukhari, I: 119)
Artinya: Hadis Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari Aisyah, seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid. Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi. Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci dengannya. Ia bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu bersuci dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya. Aisyah mengatakan telusurilah bekas darah (haid) dengan kain itu. (al-Bukhari, I: 119)
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah hâfiz, sedangkan Aisyah adalah istri Rasulullah saw. Ibn Hajar,
memberi komentar terhadap hadis ini dengan mengatakan ini adalah dalil tentang
disunnahkannya menggunkan kiasan/sindiran pada hal-hal yang berkenaan dengan
aurat dan bimbingan untuk masalah-masalah yang dianggap aib. (al-Asqalani, I:
415-416). Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan kiasan
dalam pembelajaran, yaitu:
1) Rayuan dalam
nasehat, seperti memuji kebaikan anak didik, dengan tujuan agar lebih
meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.
2) Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3) Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4) Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5) Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6) Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
2) Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3) Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4) Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5) Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6) Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
f. Metode memberi
kemudahan.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah hâfiz, Anas adalah sahabat Rasul saw. Ibnu Hajar al-Asqalâni
mengomentari hadis tersebut dengan mengatakan pentingnya memberikan kemudahan
bagi pelajar yang memiliki kesungguhan dalam belajar, (al-Asqalani, I: 62)
dalam arti mengajarkan ilmu pengetahuan harus mempertimbangkan kemampuan si
pelajar.
Sebagai pendidik, Rasulullah saw. tidak pernah mempersulit, dengan harapan para sahabat memiliki motivasi yang kuat untuk tetap meningkatkan aktivitas belajar .
Sebagai pendidik, Rasulullah saw. tidak pernah mempersulit, dengan harapan para sahabat memiliki motivasi yang kuat untuk tetap meningkatkan aktivitas belajar .
g. Metode
perbandingan.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا أَخَا بَنِي فِهْرٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ وَفِي حَدِيثِهِمْ جَمِيعًا غَيْرَ يَحْيَى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ وَفِي حَدِيثِهِ أَيْضًا قَالَ وَأَشَارَ إِسْمَعِيلُ بِالْإِبْهَامِ.
Artinya: Hadis Abu
Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Abdullah ibn Idris, Hadis ibn Numair, hadis Abi
Muhammad ibn Bisyr, hadis Yahya ibn Yahya, khabar dari Musa ibn A’yân, hadis
Muhammad ibn Rafi’, hadis Abu Usamah dari Ismail ibn Abi Khalid, hadis Muhammad
ibn Hatim dan lafaz darinya, hadis Yahya ibn Sa’id, hadis Ismâil, hadis Qâis
katanya aku mendengar Mustaurid saudara dari bani Fihrin katanya, Rasul saw.
bersabda: Demi Allah tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat kecuali seperti
seorang yang menaruh jarinya ini, beliau menunjuk kepada telunjuknya di laut, kemudian
perhatikan apa yang tersisa di telunjuknya. (Muslim, IV: 3193)
Hadis di atas
tergolong syarif marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah hafiz, şiqah şubut dan śaduq. Imam an-Nawâwi memberi komentar pada
hadis ini, dengan ungkapan” akhirat dibandingkan dengan dunia, dalam hal
waktunya dunia itu singkat dan kenikmatannya yang sirna, sedangkan akhirat
serba abadi, sebagaimana perbandingan antara air yang lengket pada jari
dibanding dengan sisanya di lautan. (an-Nawawi, XVII: 192-193)
Makna hadis di atas yaitu pentingnya metode perbandingan dalam pendidikan, sehingga potensi jasmaniah dan rohaniah si pembelajar dapat memahami hal-hal yang memiliki perbedaan antara suatu permasalahan dengan lainnya.
Makna hadis di atas yaitu pentingnya metode perbandingan dalam pendidikan, sehingga potensi jasmaniah dan rohaniah si pembelajar dapat memahami hal-hal yang memiliki perbedaan antara suatu permasalahan dengan lainnya.
3. Hadis-hadis
Tentang Metode Pendidikan dalam Lingkup Mikro
a. Metode tanya jawab
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
Artinya: Hadis
Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari
ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu
Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya
ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima
kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya?
Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda;
Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa.
(Muslim, I: 462-463)
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah şubut, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah saw. Metode
bertanya ini untuk mengajak si pendengar agar fokus dengan pembahasan. Misalnya
kata; ”bagaimana pendapat kalian?” adalah pertanyaan yang diajukan untuk
meminta informasi. Maksudnya beritahukan padaku, apakah masih tersisa?. Menurut
at-Thiiby, sebagaimana dikutip al-Asqalâni, menjelaskan lafaz ”لو” dalam hadis
tersebut memberi makna perumpamaan. (al-Asqalani, I: 462).
Metode tanya jawab, apakah pembicaraan antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan topik tertentu. Metode dialog berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.(an-Nahlawi, 1996: 205). Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan. Nahlawi, mengatakan pembaca dialog akan mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topik dialog disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai. Melalui dialog, perasaan dan emosi akan terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi. Dalam Alquran banyak memberi informasi tentang dialog, di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitâbi, ta’abbudi, deskritif, naratif, argumentatif serta dialog nabawiyah. Metode tanya jawab, sering dilakukan oleh Rasul saw. dalam mendidik akhlak para sahabat. Dialog akan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami. Pada dasarnya metode tanya jawab adalah tindak lanjut dari penyajian ceramah yang disampaikan pendidik. Dalam hal penggunaan metode ini, Rasulullah saw. menanyakan kepada para sahabat tentang penguasaan terhadap suatu masalah.
Metode tanya jawab, apakah pembicaraan antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan topik tertentu. Metode dialog berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.(an-Nahlawi, 1996: 205). Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan. Nahlawi, mengatakan pembaca dialog akan mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topik dialog disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai. Melalui dialog, perasaan dan emosi akan terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi. Dalam Alquran banyak memberi informasi tentang dialog, di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitâbi, ta’abbudi, deskritif, naratif, argumentatif serta dialog nabawiyah. Metode tanya jawab, sering dilakukan oleh Rasul saw. dalam mendidik akhlak para sahabat. Dialog akan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami. Pada dasarnya metode tanya jawab adalah tindak lanjut dari penyajian ceramah yang disampaikan pendidik. Dalam hal penggunaan metode ini, Rasulullah saw. menanyakan kepada para sahabat tentang penguasaan terhadap suatu masalah.
b. Metode
Pengulangan.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah hafiz, şiqah sadũq. Rasulullah saw. mengulang tiga kali perkataan
”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan dengan baik
dan benar, sehingga materi pelajaran dapat dipahami dan tidak tergolong pada
orang yang merugi.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
c. Metode
demonstrasi
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah kaşir, şiqah şubut. Hadis ini sangat jelas menunjukkan tata cara
salat Rasulullah saw. kepada sahabat, sehingga para sahabat dipesankan oleh
Rasulullah saw. agar salat seperti yang dicontohkan olehnya.
Menurut teori
belajar sosial, hal yang amat penting dalam pembelajaran ialah kemampuan
individu untuk mengambil intisari informasi dari tingkah laku orang lain,
memutuskan tingkah laku mana yang akan diambil untuk dilaksanakan. Dalam
pandangan paham belajar sosial, sebagaimana dikemukakan Grendler (1991: 369),
orang tidak dominan didorong oleh tenaga dari dalam dan tidak oleh
stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungan. Tetapi sebagai interaksi timbal
balik yang terus-menerus yang terjadi antara faktor-faktor penentu pribadi dan
lingkungannya.
Metode demonstrasi dimaksudkan sebagai suatu kegiatan memperlihatkan suatu gerakan atau proses kerja sesuatu. Pekerjaannya dapat saja dilakukan oleh pendidik atau orang lain yang diminta mempraktekkan sesuatu pekerjaan. Metode demonstrasi dilakukan bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat dikerjakan dengan baik dan benar.
Metode demonstrasi dapat dipergunakan dalam organisasi pelajaran yang bertujuan memudahkan informasi dari model (model hidup, model simbolik, deskripsi verbal) kepada anak didik sebagai pengamat. Sebagai contoh dipakai mata pelajaran Pikih kelas II pada madrasah Tsanawiyah yang membahas pelaksanaan shalat Zuhur. Kompetensi Dasar (KD) dari pokok bahasan tersebut adalah: “Siswa dapat melaksanaan ibadah shalat Zuhur setelah mengamati dan mempraktekkan berdasarkan model yang ditentukan”. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, dibutuhkan beberapa kemampuan yang harus dikuasai anak didik dalam indikator pencapaian, yaitu :
1) Kemampuan gerakan (melakukan posisi berdiri tegak menghadap kiblat, mengangkat tangan sejajar dengan telinga ketika takbiratul ihram, membungkuk dengan memegang lutut ketika ruku’, melakukan i’tidal, melakukan sujud dengan kening menempel di sajadah, melakukan duduk di antara dua sujud, melakukan duduk tahyat akhir yang agak berbeda dengan duduk di antara dua sujud, melakukan salam dengan menoleh ke kanan dan kiri.
Metode demonstrasi dimaksudkan sebagai suatu kegiatan memperlihatkan suatu gerakan atau proses kerja sesuatu. Pekerjaannya dapat saja dilakukan oleh pendidik atau orang lain yang diminta mempraktekkan sesuatu pekerjaan. Metode demonstrasi dilakukan bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat dikerjakan dengan baik dan benar.
Metode demonstrasi dapat dipergunakan dalam organisasi pelajaran yang bertujuan memudahkan informasi dari model (model hidup, model simbolik, deskripsi verbal) kepada anak didik sebagai pengamat. Sebagai contoh dipakai mata pelajaran Pikih kelas II pada madrasah Tsanawiyah yang membahas pelaksanaan shalat Zuhur. Kompetensi Dasar (KD) dari pokok bahasan tersebut adalah: “Siswa dapat melaksanaan ibadah shalat Zuhur setelah mengamati dan mempraktekkan berdasarkan model yang ditentukan”. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, dibutuhkan beberapa kemampuan yang harus dikuasai anak didik dalam indikator pencapaian, yaitu :
1) Kemampuan gerakan (melakukan posisi berdiri tegak menghadap kiblat, mengangkat tangan sejajar dengan telinga ketika takbiratul ihram, membungkuk dengan memegang lutut ketika ruku’, melakukan i’tidal, melakukan sujud dengan kening menempel di sajadah, melakukan duduk di antara dua sujud, melakukan duduk tahyat akhir yang agak berbeda dengan duduk di antara dua sujud, melakukan salam dengan menoleh ke kanan dan kiri.
2) Kemampuan membaca bacaan salat (bacaan surat al-Fatihah, bacaan ayat Alquran, bacaan ruku’, bacaan berdiri i’tidâl, bacaan sujud, bacaan duduk antara dua sujud, bacaan tahyat awal dan akhir.
3) Menganalisis tingkah laku yang dimodelkan. Tingkah laku yang dimodelkan sesuai dengan bahan pelajaran adalah ‘motorik” meliputi keterampilan dalam gerakan salat dan kemampuan membaca bacaan shalat.
4) Menunjukkan model. Gerakan dalam salat dilakukan berdasarkan urut-urutannya (prosedural) dan bacaan dalam salat diucapkan dengan baik dan benar berdasarkan tata cara membaca Alquran (ilmu tajwid).
5) Memberikan kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan dengan umpan balik yang dapat dilihat, tiap anak didik mempraktekkan kembali gerakan shalat Zuhur yang ditunjukkan oleh model seiring dengan aba-aba prosedur yang diberikan guru. Demikian pula dengan bacaan salat dapat dipraktekkan anak didik.
6) Memberikan reinforcement dan motivasi. Guru memberikan penguatan pada anak didik yang telah berhasil melakukan gerakan dengan baik dan benar dan mengarahkan serta memperbaiki gerakan dan bacaan anak didik yang belum sesuai.
حَدَّثَنَا آدَمُ
قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ
بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ
عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا
فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا
فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ
يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ ….
Artinya: Hadis Adam, katanya hadis Syu’bah
ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya, katanya seorang laki-laki datang kepada
Umar ibn Khattâb, maka katanya saya sedang janabat dan tidak menemukan air,
kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah anda ingat ketika saya
dan anda dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum salat, sedangkan saya
berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya menceritakannya kepada
Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda: ”Sebenarnya anda cukup begini”.
Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan meniupnya kemudian
mengusapkan keduanya pada wajah.(al-Bukhari, I: 129)
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah hafiz, şiqah şubut. Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan
sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan. (Al-Asqalani, I: 444)
Sahabat Rasulullah saw. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di
tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya
Rasulullah saw. memperbaiki ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara
bersuci menggunakan debu.
e. Metode pemecahan masalah.حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ.
Artinya: Hadis
Quthaibah ibn Sâ’id, hadis Ismâil ibn Ja’far dari Abdullah ibn Dinar dari Umar,
sabda Rasulullah saw. Sesungguhnya di antara pepohonan itu ada sebuah pohon
yang tidak akan gugur daunnya dan pohon dapat diumpamakan sebagai seorang
muslim, karena keseluruhan dari pohon itu dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Cobalah kalian beritahukan kepadaku, pohon apakah itu? Orang-orang mengatakan
pohon Bawâdi. Abdullah berkata; Dalam hati saya ia adalah pohon kurma, tapi
saya malu (mengungkapkannya). Para sahabat berkata; beritahukan kami wahai
Rasulullah!. Sabda Rasul saw; itulah pohon kurma.(al-Bukhari, I: 34).
Hadis di atas
tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
şubut, dan şiqah, sedangkan ibn Umar ra. adalah sahabat Rasulullah saw.
Al-Asqalâni (I:147), menyebutkan dengan metode perumpamaan tersebut dapat
menambah pemahaman, menggambarkannya agar melekat dalam ingatan serta mengasah
pemikiran untuk memandang permasalahan yang terjadi. (al-Asqalani, I: 147).
Metode tanya jawab berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang
lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya, melalui dialog,
perasaan dan emosi pembaca akan terbangkitkan, jika topik pembicaraan disajikan
bersifat realistik dan manusiawi. (an-Nahlawi, t.t.: 205) Uraian tersebut
memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik
mendengar langsung atau melalui bacaan.
f. Metode diskusiحَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ.
Artinya: Hadis
Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis Ismail dan dia ibn Ja’far
dari ‘Alâ’ dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw.
bersabda: Tahukah kalian siapa orang yang muflis (bangkrut)?, jawab mereka;
orang yang tidak memiliki dirham dan harta. Rasul bersabda; Sesungguhnya orang
yang muflis dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan
(pahala) salat, puasa dan zakat,. Dia datang tapi telah mencaci ini, menuduh
ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah (membunuh) ini dan memukul
orang ini. Maka orang itu diberi pahala miliknya. Jika kebaikannya telah habis
sebelum ia bisa menebus kesalahannya, maka dosa-dosa mereka diambil dan
dicampakkan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke neraka.(Muslim, t.t, IV:
1997)
Hadis di atas
tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan Abu Hurairah ra. adalah sahabat
Rasulullah saw. Menurut an-Nawâwi, Penjelasan hadis di atas yaitu Rasulullah
saw. memulai pembelajaran dengan bertanya dan jawaban sahabat ternyata salah,
maka Rasulullah saw. menjelaskan bahwa bangkrut dimaksud bukanlah menurut
bahasa. Tetapi bangkrut yang dimaksudkan adalah peristiwa di akhirat tentang
pertukaran amal kebaikan dengan kesalahan. (an-Nawawi, t.t, XVI: 136).
g. Metode
pujian/memberi kegembiraan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.
Artinya: Hadis Abdul Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata: Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku ada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.(al-Bukhari, t.t, I: 49)
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah şubut. sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasul saw. Ibn Abi
Jamrah mengatakan hadis ini menjadi dalil bahwa sunnah hukumnya memberikan
kegembiraan kepada anak didik sebelum pembelajaran dimulai. Sebagaimana
Rasulullah saw. mendahulukan sabdanya; ’saya telah menyangka’, selain itu
‘karena saya telah melihat semangatmu untuk hadis’. Oleh sebab itu perlu
memberikan suasana kegembiraan dalam pembelajaran. (Andalusi, t.t :133-134)
h. Metode pemberian hukuman.حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ خَيْوَانَ عَنْ أَبِي سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا فَبَصَقَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ لَا يُصَلِّي لَكُمْ….
Artinya: Hadis
Ahmad ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan padaku dari Bakr
ibn Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib ibn
Khallâd, kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang
menjadi imam salat bagi sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat
dan Rasulullah saw. melihat, setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda
”jangan lagi dia menjadi imam salat bagi kalian”… (Sijistani, t.t, I: 183).
Hadis di atas
tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut
tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau
tampa kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika salat. (Abadi, t.t, II:
105-106). Dengan demikian Rasulullah saw. memberi hukuman mental kepada
seseorang yang berbuat tidak santun dalam beribadah dan dalam lingkungan
sosial.
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam. Alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan adalah;
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam. Alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan adalah;
1) Memberi nasehat dan petunjuk.
2) Ekspresi cemberut.
3) Pembentakan.
4) Tidak menghiraukan murid.
5) Pencelaan disesuaikan dengan tempat dan waktu yang sesuai.
6) Jongkok.
7) Memberi pekerjaan rumah/tugas.
8) Menggantungkan cambuk sebagai simbol pertakut.
9) Alternatif terakhir adalah pukulan ringan. (al-Syalhub, Terj. Abu Haekal, 2005: 59-60).
Hal yang menjadi prinsip dalam memberikan sanksi adalah tahapan dari yang paling ringan, sebab tujuannya adalah pengembangan potensi baik yang ada dalam diri anak didik.
C. Penutup
Metode pendidikan adalah cara yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik, sehingga dengan metode yang tepat dan sesuai, bahan pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Beberapa metode pendidikan yang dikemukakan dalam makalah ini (masih banyak yang belum), terdiri dari metode keteladanan, metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan, metode tanya jawab, metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan, metode pemberian hukuman dapat dilaksanakan pendidik dalam penanaman nilai-nilai pada ranah afektif dan pengembangan pola pikir pada ranah kognitif serta latihan berperilaku terpuji pada ranah psikomotorik.
.
DAFTAR
BACAAN
Andalūsi, Imâm Ibn Abi Jamrah. Bahjât
an-Nufūs wa Tahallihâ Bima’rifati mâ Lahâ wa mâ Alaihi (Syârah Mukhtasar Shahih
al-Bukhâri) Jam’u an Nihâyah fi bad’i al-Khairi wa an-Nihâyah. Beirut: Dârul
Jiil, 1979.Anwar, Qomari. Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa. Jakarta: UHAMKA Press, 2003.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Asqalâni, Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil. Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H.
Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil. Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1. Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 198.
Grendler, Bell E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan, terj. Munandir. Jakarta: Rajawali, 1991.
Hamd, Ibrahim, Muhammad. Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. Jakarta: Dârul Haq, 2002.
Lathîb, Muhammad Syamsy al-Hâq al-’Azhîm ‘Abadi. ‘Aunu al-Ma’būd Syarh Sunan Abi Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Munawwir, Warson Ahmad. Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Nahlawi, Abdurrahman. Ushulut Tarbiyyah Islamiyyah Wa Asâlibiha fî Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ terj. Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press:1996.
Naisabūri, Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi. Shahih Muslim, Juz 1. Saudi Arabia : Idâratul Buhūş Ilmiah wa Ifta’ wa ad-Dakwah wa al-Irsyâd, 1400 H.
Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
Nawâwi, Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf ibn Maria. Syarah an-Nawāwi ‘ala Shahih Muslim. Beirut: Dâr al-Fikri, 1401 H.
Poerwakatja, Soegarda. Ensiklopedia Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung, 1982.
Sijistâni, Abu Dâud Sulaiman ibn al-Asy’aş. Sunan Abu Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Sumardi, Muljanto. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN. Jakarta: Departemen Agama RI, Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama, t.t.
Surakhmad,Winarno. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito, 1998.
Syalhub, Fuad bin Abdul Azizi. Al-Muallim al-Awwal shalallaahu alaihi Wa Sallam Qudwah Likulli Muallim wa Muallimah, terj. Abu Haekal. Jakarta: Zikrul Hakim, 2005.
Thîby, Syarafuddin. Syaharh ath-Thîby alâ Misykat al-Mashâbih, juz 11. Makkah: Maktabah Nizar Musthafa al-Bâz, 1417 H.
Wojowasito, S. W. Wasito Tito. Kamus Lengkap Inggeris-Indonesia, Indonesia-Inggeris. Bandung: Hasta, 1980.
Yasū‘iy, Ma‘lūf, Louwis. Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‘lam, Cetakan XXVI. Beirut: al- Masyriq, t.t.
Yusuf, Tayar Anwar, Syaiful. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
ko g bsa copy ,, pelit banget sih
ReplyDelete