CONTOH PROPOSAL SKRIPSI PENELITIAN TINDAKAN KELAS : MAHASISWA SEMESTER AKHIR PGMI
Sunday, 20 January 2013
1 Comment
Meningkatkan Motivasi
Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Interaktif Mata Pelajaran IPA Kelas V
Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Bandung
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Meningkatkan mutu
pendidikan adalah menjadi tanggungjawab semua pihak yang terlibat dalam
pendidikan terutama bagi guru Madrasah Ibtidaiyah (MI), yang merupakan ujung
tombak dalam pendidikan dasar guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah orang yang
paling berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang
dapat bersaing di jaman pesatnya perkembangan teknologi. Guru Madrasah
Ibtidaiyah (MI) dalam setiap pembelajaran selalu menggunakan pendekatan,
strategi dan metode pembelajaran yang dapat memudahkan siswa memahami materi
yang diajarkannya, namun masih sering terdengar keluhan dari para guru di
lapangan tentang materi pelajaran yang terlalu banyak dan keluhan kekurangan waktu
untuk mengajarkannya semua.
Menurut pengamatan penulis,
dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas penggunaan model pembelajaran yang
bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model
konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini mungkin
disebabkan kurangnya penguasaan guru terhadap model-model pembelajaran yang
ada, padahal penguasaan terhadap model-model pembelajaran sangat diperlukan
untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, dan sangat sesuai dengan
kurikulum berbasis kompetensi.
Kurikulum berbasis KTSP
yang mulai diberlakukan di sekolah dasar bertujuan untuk menghasilkan lulusan
yang kompeten dan cerdas sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Hal ini hanya dapat tercapai apabila proses pembelajaran yang
berlangsung mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa, dan siswa
terlibat langsung dalam pembelajaran IPA. Disamping itu kurikulum berbasis
kompetensi memberi kemudahan kepada guru dalam menyajikan pengalaman belajar, sesuai
dengan prinsip belajar sepanjang hidup yang mengacu pada empat pilar pendidikan
universal, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar dengan
melakukan (learning to do), belajar untuk hidup dalam kebersamaan (learning to
live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
Untuk itu guru perlu
meningkatkan mutu pembelajarannya, dimulai dengan rancangan
pembelajaran yang baik
dengan memperhatikan tujuan, karakteristik siswa, materi yang diajarkan, dan
sumber belajar yang tersedia. Kenyataannya masih banyak ditemui proses
pembelajaran yang kurang berkualitas, tidak efisien dan kurang mempunyai daya
tarik, bahkan cenderung membosankan, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak
optimal. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar IPA siswa kelas 5 di Madrasah
Ibtidaiyah (MI) N 1 Bandung yang dipaparkan pada tabel berikut.
Tabel 1 Nilai rapor untuk
mata pelajaran IPA Kelas V Tahun Ajaran 2003/2004 sampai dengan 2008/2009
Madrasah Ibtidaiyah (MI) 1 Bandung
Tahun Ajaran
|
Nilai Tertinggi
|
Nilai Terendah
|
Nilai Rata-Rata
|
2003/2004
|
6,34
|
3,78
|
5,06
|
2004/2005
|
7,26
|
4,26
|
5,76
|
2005/2006
|
6,82
|
3,96
|
5,39
|
2006/2007
|
7,12
|
4,12
|
5,62
|
2007/2008
|
7,36
|
3,42
|
5,39
|
2008/2009
|
6,92
|
4,08
|
5,00
|
Rendahnya perolehan hasil
belajar mata pelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah (MI)N 1 Bandung menunjukkan
adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas. Untuk mengetahui mengapa
prestasi siswa tidak seperti yang diharapkan, tentu guru perlu merefleksi diri
untuk dapat mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan siswa dalam
pelajaran IPA. Sebagai guru yang baik dan profesional, permasalahan ini tentu
perlu ditanggulangi dengan segera.
Berdasarkan hal tersebut
diatas, penerapan model pembelajaran interaktif menjadi alternatif untuk dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran IPA. Penelitian ini
dilakukan peneliti yang bertugas sebagai tenaga Widyaiswara dengan
berkolaborasi dengan guru-guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Madrasah Ibtidaiyah
(MI)N 1Bandung. Dengan berlolaborasi ini, diharapkan kemampuan profesional guru
dalam merancang model pembelajaran akan lebih baik lagi dan dapat menerapkan
model pembelajaran yang lebih bervariatif. Disamping itu kolaborasi ini dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam merefleksi diri terhadap kinerja yang telah
dilakukannya, sehingga dapat melakukan perubahan dan perbaikan kualitas
pembelajaran dan mengelola proses pembelajaran yang lebih terpusat pada siswa.
Model pembelajaran
interaktif sering dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model ini
dirancang agar siswa akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban pertanyaan
mereka sendiri (Faire & Cosgrove dalam Harlen, 1992). Meskipun anak-anak
mengajukan pertanyaan dalam kegiatan bebas, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan
terlalu melebar dan seringkali kabur sehingga kurang terfokus. Guru perlu
mengambil langkah khusus untuk mengumpulkan, memilah, dan mengubah
pertanyaan-pertanyaan tersebut ke dalam kegiatan khusus. Pembelajaran interaktif
merinci langkah-langkah ini dan menampilkan suatu struktur untuk suatu
pelajaran IPA yang melibatkan pengumpulan dan pertimbangan terhadap
pertanyaan-pertanyaan siswa sebagai pusatnya (Harlen, 1992:48-50).
Salah satu kebaikan dari
model pembelajaran interaktif adalah bahwa siswa belajar mengajukan pertanyaan,
mencoba merumuskan pertanyaan, dan mencoba menemukan jawaban terhadap
pertanyaannya sendiri dengan melakukan kegiatan observasi (penyelidikan).
Dengan cara seperti itu siswa atau anak menjadi kritis dan aktif belajar.
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
Identifikai masalah yang
ada adalah :
- Rendahnya perolehan hasil
belajar mata pelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah (MI)N 1 Bandung
menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas.
- Model pembelajaran yang
bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model
konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya.
C.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
- Bagaimana meningkatkan mutu
belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran
IPA ?
- Bagaimana meningkatkan motivasi
belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran
IPA ?
- Bagaimana meningkatkan variasi
pembelajaran melalui model pembelajran interaktif pada mata pelajaran IPA?
- Bagaimana hasil belajar siswa
melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA?
D.
TUJUAN PENELITIAN
Secara umum tujuan
penelitian ini adalah untuk menerapkan model pembelajaran interaktif pada
pelajaran IPA dengan kerja kelompok, sebagai suatu upaya perbaikan dan
peningkatan proses pembelajaran. Secara khusus tujuan penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui peningkatan
mutu belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran
IPA
2. Meningkatkan motivasi
belajar siswa melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA
3. Meningkatkan variasi
pembelajaran melalui model pembelajran interaktif pada mata pelajaran IPA
4. Hasil belajar siswa
melalui model pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPA
E.
MANFAAT PENELITIAN
Bagi siswa pembelajaran
interaktif memberikan pengalaman baru dan diharapkan memberikan kontribusi
terhadap peningkatan belajarnya. Siswa memiliki kesadaran bahwa proses
pembelajaran adalah dalam rangka mengembangkan potensi dirinya, karena itu
keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh siswa. Disamping itu, melalui
penelitian ini siswa terlatih untuk dapat memecahkan masalah dengan pendekatan
ilmiah dan siswa didorong aktif secara fisik, mental, dan emosi dalam pembelajaran.
Bagi guru, penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan profesional, dan pembelajaran
interaktif menjadi alternative pembelajaran IPA untuk meningkatkan prestasi
siswa. Memberikan kesadaran guru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran
yang disesuaikan dengan tujuan, materi, karakteristik siswa, dan kondisi
pembelajaran. Guru mempunyai kemampuan dalam merancang model pembelajaran
interaktif yang merupakan hal baru bagi guru, dan menerapkannya dalam
pembelajaran IPA.
Dengan penelitian ini,
kemampuan guru mengaktifkan siswa dan memusatkan pembelajaran pada pengembangan
potensi diri siswa juga meningkat, sehingga pembelajaran lebih menarik,
bermakna, menyenangkan, dan mempunyai daya tarik. Disamping itu penelitian ini
dapat memperkaya pengalaman guru dalam melakukan perbaikan dan meningkatkan
kualitas pembelajaran dengan refleksi diri atas kinerjanya melalui PTK.
Bagi kepala sekolah
penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk kebijakan dalam upaya meningkatkan
proses belajar mengajar (PBM) dan meningkatkan prestasi belajar siswa serta
perlunya kerjasama yang baik antar guru dan antara guru dengan kepala sekolah.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
PENGERTIAN BELAJAR
Belajar merupakan salah
satu bentuk perilaku yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Belajar
membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungannya. Dengan
adanya proses belajar inilah manusia bertahan hidup (survived). Belajar secara
sederhana dikatakan sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah
mampu, tejadi dalam jangka waktu waktu tertentu. Perubahan yang itu harus
secara relative bersifat menetap (permanent) dan tidak hanya terjadi pada
perilaku yang saat ini nampak (immediate behavior) tetapi juga pada perilaku
yang mungkin terjadi di masa mendatang (potential behavior). Hal lain yang
perlu diperhatikan ialah bahwa perubahan-perubahan tersebut terjadi karena
pengalaman. Perubahan yang terjadi karena pengalaman ini membedakan dengan
perubahan-perubahan lain yang disebabkan oleh kemasakan (kematangan).
B. MOTIVASI BELAJAR
Telah banyak penelitian
yang berkaitan dengan karakteristik kepribadian dan performasi calon guru
dilakukan. Namun bukti yang berkaitan dengan sifat hubungan ini masih belum
jelas. Para ahli psikologi yang tertarik dengan penelitian karakteristik
kepribadian, motivasi, dan prilaku manusia, percaya bahwa motivasi memberikan
ragam dalam intensitas prilaku manusia, serta arah terhadap prilaku tersebut.
Kebutuhan penelitian yang
berhubungan dengan motivasi dalam dunia pendidikan guru telah diidentifikasi
oleh Turner sejak tahun1975 yang menyatakan bahwa:
Studies
... probe more deeply into the motivational basis ... [of student teachers] are
needed. An efficient professional training system is one which invest
substantial fund in the training ... [of] ... the least ... motivated
candidates. A more efficient system would devote more intense and systematic
training of the most talented and well motivated aspirants(hal.108-109).
Pentingnya kebutuhan
tersebut juga telah dibahas oleh Howson (1976) dalam laporan The Bicentennial
Commission on Education for the Profession ofTeaching, yang
menyatakan bahwa "society now demands a new breed ofteachers – a
well prepared, high motivated professional".
Teori motivasi Maslow
(1954) menyatakan bahwa:
An attempt to formulate a positive theory of
motivation which will satisfytheoretical demands
[while] confirming to known facts (about human
behavior), clinical and observational, as well as
experimental .
Teori yang digambarkan oleh
Maslow tersebut memfokuskan pada 5 tingkatan kebutuhan (needs). Kebutuhan
tersebut menggambarkan suatu kekuatan di belakang prilaku manusia; dan tingkat
kebutuhan seseorang akan berbeda tergantung kepada individu masing-masing yang
memerlukan kebutuhan itu. Kelima kebutuhan yang diungkapkan oleh Maslow
tersebut adalah kebutuhan dasar (fisiologis), rasa aman (emosional), rasa
memiliki (sosial), status-ego (personal), dan aktualisasi diri (personality).
Menurut Maslow, suatu kebutuhan hanya dapat dipuaskan bila kebutuhan yang pada
tingkatan yang lebih rendah telah terpenuhi, yang diatur dalam suatu hirarki
yang disebut prepotensi. Misalnya, seseorang tak akan berhasil memenuhi
kebutuhan aktualisasi diri (pengembangan diri) bila taraf pertama yang paling
fundamental, yakni kebutuhan fisiologis (seperti makanan, minuman, dan sandang)
tidak terpenuhi. Kebutuhan tersebut harus dapat dicapai agar
kebutuhan-kebutuhan individu lainnya dapat dipuaskan, dan dimulai dari
kebutuhan dasar (fisiologis).
Teori Maslow telah banyak
digunakan secara luas dalam dunia industri untuk menunjukkan adanya hubungan
antara pekerja dengan performansi kerja (Robert, 1972). Wamer (1978) juga telah
melakukan penelitian tentang hubungan antara mahasiswa calon guru dalam
hubungannya dengan praktek mengajar. Hasil penelitian Wamer menunjukkan bahwa
ada hubungan yang logis antara hirarki kebutuhan Maslow, sikap kependidikan,
dan konsep diri mahasiswa.
Para ahli psikologi
menyatakan tentang adanya dua variabel sikap, yaitu: (a) sikap terhadap mengajar
(Young, 1973), dan (b) konsep diri (Le Benne dan Gresene, 1965) yang secara
erat dapat disatukan dengan motivasi; dengan asumsi bahwa variabel sikap bukan
hanya memiliki kualitas motivasi yang dapat tumbuh dan mengatur prilaku, tetapi
juga memberikan arah terhadap prilaku individu.
Aspek motivasi dari sikap
dinyatakan oleh Young (1973):
As primary motives (attitudes) arouse behavior; they sustain or terminatean activity and
progress, they regulate and organize behavior ...
and theylead to the acquisition of motives, stable
dispositions to act.
Pernyataan tersebut
menggambarkan bagaimana sikap dapat membangkitkan, mengatur dan
mengorganisasikan prilaku individu terhadap sekumpulan objek. Walau pun
hubungan antara sikap dan prilaku tidak secara mudah dapat diidentifikasi,
namun fungsi sikap dapat masuk dan menentukan prilaku manusia. Menurut Peak
(1955), sikap memiliki "the effect emphasizing objects... with the result
that their probability of activation and of choice andselection is increased". Dengan
kata lain, sikap dapat mengatur apakah seseorang dapat menerima atau menolak
terhadap rangsangan suatu objek, misalnya perasaan suka dan tidak suka,
menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kesimpulannya, sikap terhadap suatu objek
dapat mempengaruhi pilihan seseorang terhadap objek tersebut, dan oleh karena
itu dapat menentukan arah yang akan diambil oleh individu yang bersangkutan.
C.
MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF
Secara khusus, istilah
model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan suatu kegiatn. Sunarwan (1991) dalam Sobry Sutikno (2004 :15)
mengartikan model merupakan gambaran tentang keadaan nyata. Model pembelajaran
atau model mengajar sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam
mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada mengajar di kelas dalam
setting pengajaran. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas belajar mengajar.
Model pembelajaran
interaktif sering dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model ini
dirancang agar siswa akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban pertanyaan
mereka sendiri (Faire & Cosgrove dalam Harlen, 1992). Meskipun anak-anak
mengajukan pertanyaan dalam kegiatan bebas, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan
terlalu melebar dan seringkali kabur sehingga kurang terfokus. Guru perlu
mengambil langkah khusus untuk mengumpulkan, memilah, dan mengubah
pertanyaan-pertanyaan tersebut ke dalam kegiatan khusus. Pembelajaran
interaktif merinci langkah-langkah ini dan menampilkan suatu struktur untuk
suatu pelajaran IPA yang melibatkan pengumpulan dan pertimbangan terhadap
pertanyaan-pertanyaan siswa sebagai pusatnya (Harlen, 1992:48-50).
Model pembelajaran
interaktif memiliki lima langkah. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran
Interaktif diawali dengan (1) persiapan, sebelum pembelajaran dimulai guru
menugaskan siswa untuk membawa hewan peliharaannya dan mempersiapkan diri untuk
menceritakan tentang hewan peliharaannya masing-masing. (2) kegiatan
penjelajahan, pada saat pembelajaran di kelas siswa lain boleh mengamati
hewan-hewan peliharaan teman-temannya dari dekat (meraba, mengelus,
menggendong) dan mereka boleh mengajukan pertanyaan. (3) pertanyaan siswa
diarahkan guru sekitar proses pemeliharaannya. (4) penyelidikan, guru dan siswa
memilih pertanyaan untuk dieksplorasi lebih jauh. Misalnya siswa diminta
mengamati keadaan hewan-hewan yang tidak dipelihara, seperti dari mana mereka
memperoleh makanannya, dimana mereka tidur, punya nama atau tidak, bagaimana
kebersihannya. (5) refleksi, pada pertemuan berikutnya di kelas dibahas hasil
penyelidikan mereka, dilakukan pembandingan antara hewan peliharaan dengan
hewan liar untuk memantapkan hal-hal yang sudah jelas dan memisahkan hal-hal
yang masih perlu diselidiki lebih jauh. Pada akhir kegiatan guru dapat
memberikan tugas kepada siswa untuk mengamati benda-benda di sekitar siswa
untuk mengamati benda-benda di sekitar mereka seperti buku dan tas sekolahnya.
Salah satu kebaikan dari
model pembelajaran interaktif adalah bahwa siswa belajar mengajukan pertanyaan,
mencoba merumuskan pertanyaan, dan mencoba menemukan jawaban terhadap
pertanyaannya sendiri dengan melakukan kegiatan observasi (penyelidikan).
Dengan cara seperti itu siswa atau anak menjadi kritis dan aktif belajar.
D.
KREATIVITAS
Dewasa ini istilah
kreativitas atau daya cipta sering digunakan dalam kegiatan manusia
sehari-hari, sering pula ditekankan pentingnya pengembangan kreativitas baik
pada anak didik, pegawai negeri maupun pada mereka yang berwiraswasta.
Kreativitas biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk
baru. Ciptaan itu tidak perlu seluruh produknya harus baru, mungkin saja
gabungannya, kombinasinya, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya,
kombinasi baru, atau melihat hubungan-hubungan baru antara unsur, data, atau
hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Kreativitas terletak pada
kemampuan untuk melihat asosiasi antara hal-hal atau obyek-obyek yang
sebelumnya tidak ada atau tidak tampak hubungannya. Seorang anak kecil asyik
bermain dengan balok-balok yang mempunyai bentuk dan warna yang bermacam-macam,
setiap kali dapat menyusun sesuatu yang baru, artinya baru bagi dirinya karena
sebelumnya ia belum pernah membuat hal yang semacam itu. Anak ini adalah anak
yang kreatif, berbeda dengan anak lain yang hanya membangun sesuatu jika ada
contohnya.
Mengembangkan kreativitas
dalam pembelajaran, Gordon dalam Joice and Weill (1996) dalam E. Mulyana (2005
: 163) mengemukakan empat prinsip dasar sinektik tentang kraetivitas. Pertama,
kreativitas merupakan sesuatu yang penting dalam kegiatan sehari-hari. Hampir
semua manusia berhubungan dengan proses kreativitas, yang dikembangkan melalui
seni atau penemuan-penemuan baru. Lebih jauh Gordon menekankan bahwa
kreativitas merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari dan berlangsung
sepanjang hayat. Kedua, proses kreatif bukanlah sesuatu yang misterius. Hal
tersebut dapat diekspresikan dan mungkin membantu orang secara langsung untuk
meningkatkan kreativitasnya. Secara tradisional, kreativitas didorong pleh
kesadaran yang memberi petunjuk untuk mendeskripsikan dan menciptakan prosedur
latihan yang dapat diterapkan di sekolah atau lingkungan lain. Ketiga, penemuan
kreatif sama dalam semua bidang, baik dalam bidang seni, ilmu, maupun dalam
rekayasa. Selain itu, penemuan kreatif ditandai oleh beberapa proses
intelektual. Keempat, berpikir kraetif baik secara individu maupun kelompok
adalah sama. Individu dan kelompok menurunkan ide-ide dan produk dalam berbagai
hal.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
SETTING PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di
kelas lima Madrasah Ibtidaiyah (MIN) 1 Bandung pada Tahun Ajaran 2010/2011.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
yang dilaksanakan dengan mengikuti prosedur penelitian berdasarkan pada prinsip
Kemmis S, MC Taggar R (1988) yang mencakup kegiatan perencanaan (planning),
tindakan (action), observasi (observation), refleksi (reflection) atau
evaluasi. Keempat kegiatan ini berlangsung secara berulang dalam bentuk siklus.
Penelitian ini dilakukan dengan cara berkolaborasi antara widyaiswara dengan
guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) N 1 Bandung.
B.
TINDAKAN DAN LANGKAHNYA
Penelitian Tindakan Kelas
ini terdiri atas tiga siklus kegiatan, dan satu siklus kegiatan terdiri dari
dua kali pertemuan sebagai berikut.
SIKLUS
1
Tahap
Perencanaan (Planning)
1. Mengidentifikasi masalah
2. Menganalisis dan
merumuskan masalah
3. Merancang model
Pembelajaran interaktif
4. Mendiskusikan penerapan
model pembelajaran interaktif
5. Menyiapkan instrumen
(angket, pedoman observasi, tes akhir)
6. Menyusun kelompok
belajar siswa
7. Merencanakan tugas
kelompok
Tahap
Melakukan Tindakan (Action)
1. Melaksanakan
langkah-langkah tindakan sesuai dengan yang sudah direncanakan
2. Menerapkan model
pembelajaran interaktif (anak diusahakan untuk bertanya dan menemukan jawabannya)
3. Melakukan pengamatan
terhadap setiap langkah-langkah kegiatan sesuai rencana
4. Memperhatikan alokasi
waktu yang ada dengan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan
5. Mengantisipasi dengan
melakukan solusi apabila menemui kendala saat melakukan tahap tindakan
Tahap
Mengamati (observasi)
1. Melakukan diskusi dengan
guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan kepala Sekolah untuk rencana observasi
2. Melakukan pengamatan
terhadap penerapan model pembelajaran interaktif yang dilakukan guru kelas lima
3. Mencatat setiap kegiatan
dan perubahan yang terjadi saat penerapan model pembelajaran interaktif
4. Melakukan diskusi dengan
guru untuk membahas tentang kelamahan-kelemahan atau kekurangan yang dilakukan
guru serta memberikan saran perbaikan untuk pembelajaran berikutnya
Tahap
refleksi (Reflection)
1. Menganalisis temuan saat
melakukan observasi pelaksanaan observasi
2. Menganalisis kelemahan
dan keberhasilan guru saat menerapkan model pembelajaran interaktif dengan
kerja kelompok dan mempertimbangkan langkah selanjutnya
3. Melakukan refleksi
terhadap penerapan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok
4. Melakukan refleksi
terhada kreativitas siswa dalam pembelajaran IPA
5. Melakukan refleksi
terhadap hasil belajar siswa
SIKLUS
II
Tahap Refleksi/Siklus II
meliputi
Tahap
Perencanaan (Planning)
1. Hasil refleksi
dievaluasi, didiskusikan, dan mencari upaya perbaikan untuk diterapkan pada
pembelajaran berikutnya
2. Mendata masalah dan
kendala yang dihadapi saat pembelajaran
3. Merancang perbaikan II
berdasarkan refleksi siklus I
Tahap
Melakukan Tindakan (Action)
1. Melakukan analisis
pemecahan masalah
2. Melaksanakan tindakan
perbaikan II dengan memaksimalkan penerapan model pembelajaran interaktif
dengan kerja kelompok
Tahap
Mengamati (observation)
1. Melakukan pengamatan
terhadap penerapan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok
2. Mencatat perubahan yang
terjadi
3.Melakukan diskusi
membahas masalah yang dihadapi saat pembelajaran dan memberikan balikan
Tahap
Refleksi (Reflection)
1. Merefleksi proses
pebelajaran interakti dengan kerja kelompok
2. Merfleksi hasil belajar
siswa dengan penerapan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok
3. Menganalisis temuan dan
hasil akhir penelitian
4. Rekomendasi
C.
METODE DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data yang dilakukan
dengan teknik observasi, wawancara, dan documenter. Teknik observasi digunakan
untuk menggali berbagai kejadian, peristiwa, keadaan, tindakan yang berkaitan
dengan system yang berlangsung pada proses pembelajaran di kelas. Jadi
observasi dipakai untuk menggali data yang terlihat, terdengar, atau terasakan
dimana kesemuanya dipandang sebagai suatu hamparan kenyataan (Stuart, 1977)
yang mungkin saja diangkat sebagai aspek penting terkait dengan system
pembelajaran di sekolah.
Teknik wawancara mendalam
(in depth interview) digunakan untuk menggali apa yang ada di dalam proses
pembelajarnnya baik bagi guru maupun bagi siswa. Sedangkan documenter digunakan
untuk menggali data yang bersifat dokumen.
D.
METODE ANALISIS DATA
Teknik analisis data yang
akan digunakan dalam penelitian ini dua tahap. Tahap pertama untuk data
kuantitatif dianalisis dengan statistic deskriptif selanjutnya dimaknai dengan
analisis kualiatif.
Ketika pengumpulan data
berlangsung, peneltian akan dengan sendirinya terlibat melakukan
perbandingan-perbandingan dalam rangka memperkaya data bagi tujuan konseptual,
kategori dan teorisasi. Reduksi data dilakukan untuk memastikan data terkumpul
dengan selengkap mungkin untuk kemudian dipilah-pilahkan ke dalam suatu konsep
tertentu, kategori tertentu, atau tema tertentu (Muhajir, 1989).
Kategori yang peneliti
maksud adalah skala yang digunakan untuk dapat memasukkan data sehingga data
tersebut dapat dianalisis untuk memudahkan dalam data kuantitatif. Indikator
yang dimaksud adalah seperti contoh berikut ini :
- Sangat Baik -------à Nilainya 5
- Baik --------à Nilainya 4
- Cukup --------à Nilainya 3
- Kurang --------à Nilainya 2
- Sangat Kurang --------à
Nilainya 1
Setelah mendapatkan data
dan dianalisis maka data tersebut bisa dibaca secara deskriptif untuk
memudahkan dalam membaca laporan hasil penelitian tindakan kelas. Pada saat
melakukan penelitian siklus yang digunakan adalah dua siklus dalam dua kali
pertemuan untuk melaksanakan penelitian ini.
E.
INDIKATOR KEBERHASILAN
Dari tahap kegiatan pada
siklus I dan II, hasil yang diharapkan adalah
1) Siswa memiliki kemampuan
dan kreativitas serta selalu aktif terlibat dalam proses pembelajaran IPA sebanyak
≥ 80 %.
2) Terjadi peningkatan
prestasi siswa pada mata pelajaran IPA ≥ 70 %.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, Zainal.
(1994). Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Remaja RoMadrasah
Ibtidaiyah (MI)akarya. Bandung.
Gagne, R.M (1985).
The Conditions of Learning Theory of instruction (4th Edition). New
York : Holt, Rinehart and Winston.
Hasibuan, J.J, Mudjiono
(1988), Proses Belajar Mengajar. CV. Remaja Karya. Bandung.
Hendro Darmodjo, Kaligis, J
R E. (1991/1992). Pendidikan IPA II, Hal 7-11 Depdikbud Dirjen Dikti,
Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan
Hernawaty Damanik.
(2004). Penerapan Model Pembelajaran Social Science Inquiry Dalam Mata
Pelajaran Sosiologi Dengan Kerja Kelompok. FKIP- Universitas Terbuka.
Irwanto, dkk (1991). Psikologi
Umum Buku Panduan Mahasiswa. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kemmis, S. dan MC.
Toggart.R. (Ed.1988). The Action Resesarch Planner.
Deakin. Deakin University: Australia
Lemlit-UT, (2003). Jurnal
Pendidikan Volume 4, nomor 2. Pusat Studi Lembaga Penelitian Universitas
Terbuka.
Muhadjir, Noeng (
1989). Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin.
Mulyasa, E (2005). Menjadi
Guru Profesional : Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan.
Remaja RoMadrasah Ibtidaiyah (MI)akarya. Bandung.
Poedjiadi, A. (1990). Pendidikan
Sains dan Teknologi di Masa yang akan datang.Disampaikan pada Seminar
Puskur Balitbang Dikbud, Jakarta.
Poedjiadi, A. (1993). Mewujudkan
literasi Sains dan Teknologi Melalui Pendidikan, hal 4-6. Disampaikan pada
seminar FPMIPA IKIP-Bandung.
Schegel, Stuart S.
(1977). Grounded Research di dalam ilmu-ilmu Sosial, Banda Aceh:
PLPIIS
Slavin, RE.(1994). Educational
Psychology : Theory and Practice. Masschusetts: Allyn and Bacon Publisher.
Sobry Sutikno,
(2004). Model Pembelajaran Interaksi Sosial, Pembelajaran Efektif dan
Retorika. NTP Press. Mataram
Slavin, RE.(1994). Educational
Psychology : Theory Research and Practice. Second Edition. Boston: Allyn
and Bacon.
Sutarno, N. (2004). Materi
Dan Pembelajaran IPA MADRASAH IBTIDAIYAH (MI). Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
makasih ya numpang baca nih gan
ReplyDelete