MAKALAH TENTANG : Sejarah Perkembangan Demokrasi Di Indonesia
Friday, 16 November 2012
Add Comment
Sejarah Perkembangan Demokrasi Di Indonesia
Berbicara mengenai perjalanan demokrasi di
indonesia tidak dapat dilepaskan dari pelaksanaan pasang surut demokrasi itu
sendiri. Bangsa indonesia pernah menerapkan tiga model demokrasi, yaitu
demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila. Setiap
fase tentunya memiliki karakteristik yang merupakan ciri khas dari pelaksanaan
tiap-tiap tiap fase demokrasi.
Menurut Robert Dahl pandangan Yunani tentang
demokrasi, bahwa warga Negara adalah pribadi yang utuh yang baginya politik
adalah aktivitas social yang alami dan tidak terpisah secara tegas dari bidang
kehidupan lain. Nilai-nilai tidak terpecah tetapi terpadu karena itu mereka
aktif dalam kegiatan politik. Namun dalam prakteknya pula demokrasi Yunani
dalam hal kewarganegaraannya merupakan hal yang eksklusif, bukan inklusif.
Persyaratan kewargaanegaraan adalah kedua orang tua harus warga Athena asli.
Jika orang asing aktif dan memberikan sumbangan besar pada kehidupan ekonomi
dan intelektual akan mendapat status tertentu.
Demokrasi menurut asal katanya (semantik)
yakni “demos” berarti rakyat dan “kratos” berarti kekuasaan atau berkuasa. Jadi
demokrasi artinya kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Dalam perkembangannya,
terdapat dua aliran demokrasi, yaitu demokrasi konstitusional dan demokrasi yang
mendasarkan diri pada pada komunisme. Kelompok pertama berkembang di
negara-negara eropa dan amerika sedangkan kelompok kedua berkembang di
negara-negara berpaham komunis. Perbedaan fundamental antara keduanya ialah
bahwa demokrasi konstitusional mencita-citakan pemerintah tyang terbatas
kekuasaannya, suatu negara hukum (Rechstaat) yang tunduk pada Rule of Low.
Sebaliknya demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme mencita-citakan
pemerintahan yang tidak dibatasi kekuasaannya (machstaat) dan lebih bersifat
totaliter (Miriam Budiarjo, 1996 : 52).
Demokrasi yang kita kenal sekarang ini
dipelopori oleh organisasi-ohrganisasi modern pada masa pergerakan nasional
sebagai wacana penyadaran. Diantara organisasi modern tersebut, misalnya Budi
Utomo (BU), Sarekat Islam, dan Perserikatan Nasional Indonesia.
Bangsa indonesia mengenal BU sebagai
organiosasi modern pertama yang didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908.
Anggota BU terdiri dari kaum priyayi ningrat atau aristokrasi dan kaum
intelektual. Kelompok pertama bersifat konservatif, sedamgkan kelompok kedua
bersifat progresif. Dari sini tampak bahwa BU masih bersifat elitis. Didalm
organisasi BU anggotanya belajar berdemokrasi dengan mengenalkan dan
menyalurkan ide, gagasan dan harapan adanya intregasi nasional. Organisasio BU
dijadikan wahana pendidikan politik bagi kaum priyayi dan kaum intelektual
antara lain memupuk kesadaran politik, berpatisipasi dalam aksi kolektif dan
menghayati identitas diri mereka. (Sartono Kartodirdjo, 1992 : 105).
Menjelang surutnya BU, muncul organisasi
modern yang berwatak lebih egaliter, yaitu Sarekat Islam (SI). Organisasi yang
didirikan tahun 1911 di Solo. Pada awalnya SI merupakan gerakan reaktif
terhadap situasi kolonial, namun dalam perkembangannya organisasi ini melangkah
ke arah rekontruksi kehidupan bangsa dan akhirnya beralih ke perjuangan politik
guna menentukan nasib bangsanya sendiri.
Gerakan nasionalis indonesia dengan cepat
meningkat dalam tahun 1927 dengan didirikannya Perserikatan Nasional Indonesia
(PNI). Para pemimpin PNI terdiri dari kaum muda yang memperoleh pendidikan di
negeri belanda pada permulaan tahun 1920-an. Sewaktu di negeri belanda mereka
menggabungkan diri dengan organisasi mahasiswa, yaitu perhimpunan indonesia
(PI). Organisasi pemuda pada saat itu sangat terpengaruh oleh PNI. Salah satu
peristiwa penting dalam gerakan nasional adalh konggres pemuda indonesia ke-II
yang melahirkan sumpah pemuda. Dalam forum ini kaum muda yang berasal dari
berbagi daerah menghilangkan semangat kedaerahan mereka dan menggantikan dengan
semangat persatuan dan kesatuan bangsa serta bekerja sama untuk menciptakan
suatu negara indionesia yang merdeka.
B. Pembahasan
1. Demokrasi Kerakyatan Pada Masa Revolusi
Periode panjang pergerkan nasional yang
didominasi oleh muncuolnya organisasi modern digantikan periode revolusi
nasional. Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan merupakan kisah
sentral sejarah indonesia. Semua usaha untuk mencari identitas (jati) diri,
semangat persatuan guna menghadapi kekuasaamn kolonial, dan untuk membangun
sebuah tatanan sosial yang adil akhirnya membuahkan hasil dengan
diproklamasikannya kemerdekaan indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada masa revolusi 1945 – 1950 banyak kendala yang dihadapi bangsa indonesia, misalnya perbedaan-perbedaan antara kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata dengan kekuatan diplomasi, antara mereka yang mendukung revolusi sosial dan mereka yang menentangnya dan antara kekuatan islam dalam kekutan sekuler. Di awal revolusi tidak satupun perbedaan di antara bangsa indonesia yang terpecahkan. Semua permasalahan itu baru dapat diselesaikan setelah kelompok-kelompok kekuatan itu duduk satu meja untuk memperoleh satu kata sepakat bahwa tujuan pertama bangsa indonesia adalah kemerdekaan bangsa indonesia. Pada akhirnya kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata dan kekuatan diplomasi bersama-sama berhasil mencapai kemerdekaan.
2. Demokratisasi Dalam Demokrasi Parlementer
Pada masa revolusi 1945 – 1950 banyak kendala yang dihadapi bangsa indonesia, misalnya perbedaan-perbedaan antara kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata dengan kekuatan diplomasi, antara mereka yang mendukung revolusi sosial dan mereka yang menentangnya dan antara kekuatan islam dalam kekutan sekuler. Di awal revolusi tidak satupun perbedaan di antara bangsa indonesia yang terpecahkan. Semua permasalahan itu baru dapat diselesaikan setelah kelompok-kelompok kekuatan itu duduk satu meja untuk memperoleh satu kata sepakat bahwa tujuan pertama bangsa indonesia adalah kemerdekaan bangsa indonesia. Pada akhirnya kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata dan kekuatan diplomasi bersama-sama berhasil mencapai kemerdekaan.
2. Demokratisasi Dalam Demokrasi Parlementer
Setelah indonesi merdeka, kini menghadapi
prospek menentukan masa depannya sendiri. Warisan yang ditinggalkan
pemerintahan kolonial berupa kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan
tradisi otoriter merupakan merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan
para pemiipin nasional indonesia. Pada periode tahun 1950-an muncul kaum
nasionalis perkotaan dari partai sekuler dan partai-partai islam yang memegang
kendali pemerintahan. Ada sesuatu kesepakatan umum bahwa kedua kelompok inilah
yang akan menciptakan kehidupan sebuah negara demokrasi di Indonesia.
Undang – Undang dasar 1950 menetapkan
berlakunya sistem parlementer dimana baedan eksekutif terdiri dari presiden
sebagai kepala negara konstitusional beserta para menteri yang mempunyai
tanggung jawab politik. Setiap kabinet terbentuk berdasarkan koalisi pada satu
atau dua partai besardengan beberapa partai kecil. Koalisi ternyata kurang
mantap dan partai-partai koalisi kurang dewasa dalam menghadapi tanggung jawab
mengenai permasalahan pemerintahan. Di lain pihak, partai-partai dalam barisan
oposisi tidak mampu berperan sebagi oposisi kontruktif yang menyusun
program-program alternatif, tetapi hanya menonjolkan segi-segi negatif dari
tugas oposisi (Miriam Budiardjo, 70).
Pada umumnya kabinet dalam masa pra pemilu tahun 1955 tidak dapat bertahan lebih lama dari rata-rata delapan bulan dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi dan politik oleh karena pemerintah tidak mendapat kesempatan dalam untuk melaksanakan programnya. Pemilu tahun 1955 tidak membawa stabilitas yang diharapkan, malah perpecahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak dapat dihindarkan. Faktor-faktor tersebut mendorong presiden soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menentukan berlakunya kembali UUD 1945. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir.
Pada umumnya kabinet dalam masa pra pemilu tahun 1955 tidak dapat bertahan lebih lama dari rata-rata delapan bulan dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi dan politik oleh karena pemerintah tidak mendapat kesempatan dalam untuk melaksanakan programnya. Pemilu tahun 1955 tidak membawa stabilitas yang diharapkan, malah perpecahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak dapat dihindarkan. Faktor-faktor tersebut mendorong presiden soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menentukan berlakunya kembali UUD 1945. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir.
Mengingat kondisi yang harus di hadapi pemerintah indonesia pada kurun waktu 1950-1959, maka tidak mengherankan bahwa pelaksanaan demokrasi mengaklami kegagalan karena dasar untuk dapat membangun demokrasi hampir tidak dapat ditemukan. Mereka yang tahu politik hanya sekelompok kecil masyarakat perkotaan. Para politisi jakarta, meskipun mencita-citakan sebuah negara demokrasi. Kebanyakan adalah kaum elite yang menganggap diri mereka sebagai pengikut suatu budaya kota yang istimewa. Mereka bersikap paternalistik terhadap orang-orang yang kurang beruntung yakni masyarakat pedesaan. Tanggung jawab mereka terhadap struktur demokrasi parlementer yang merakyat adalah sangat kecil. Banguan indah sebuah demokrasi parlementer hampir tidak dapat berdiri dengan kokoh.
3. Demokratisasi Dalam Demokrasi Terpimpin
Di tengah-tengah krisis tahun 1957 dan
pengalaman jatuh bangunnya pemerintahan, mengakibatkan diambilmnya
langkah-langkah menuju suatu pemerintahan yang oleh Soekarno dinamakan
Demokrasi Terpimpin. Ini merupakan suatu sistem yang didominasi oleh
kepribadian soekarno yang prakarsa untuk pelaksanaan demokrasi terpimpin
diambil bersama-sama dengan pimpinan ABRI (Hatta, 1966 : 7). Pada masa ini
terdapat beberapa penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945, misalnya
partai-partai politik dikebiri dan pemilu ditiadakan. Kekuatan-kekuatan politik
yang ada berusha berpaling kepada pribadi Soekarno untuk mendapatkan
legitimasi, bimbingan atau perlindungan. Pada tahun 1960, presiden Soekarno
membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan menggantikanya dengan DPRGR, padahal
dalam penjelasn UUD 1945 secara ekspilisit ditentukan bahwa presiden tidak
berwenang membubarkan DPR.
Melalui demokrasi terpimpin Soekarno berusaha menjaga keseimbangn politik yang mherupakan kompromi antara kepentingan-kepentingan yang tidak dapat dirujukan kembali dan memuaskan semua pihak. Meskipun Soekarno memiliki pandangan tentang masa depan bangsanya, tetapi ia tidak mampu merumuskan sehingga bisa diterima oleh pimpinan nasional lainnya. Janji dari demokrasi terpimpin pada akhirnya tidak dapat terealisasi. Pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965 telah mengakhiri periode demokrasi terpimpin dan membuka peluang bagi dilaksanakannya demokrasi Pancasila.
Melalui demokrasi terpimpin Soekarno berusaha menjaga keseimbangn politik yang mherupakan kompromi antara kepentingan-kepentingan yang tidak dapat dirujukan kembali dan memuaskan semua pihak. Meskipun Soekarno memiliki pandangan tentang masa depan bangsanya, tetapi ia tidak mampu merumuskan sehingga bisa diterima oleh pimpinan nasional lainnya. Janji dari demokrasi terpimpin pada akhirnya tidak dapat terealisasi. Pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965 telah mengakhiri periode demokrasi terpimpin dan membuka peluang bagi dilaksanakannya demokrasi Pancasila.
4. Demokratisasi Dalam Demokrasi Pancasila
Pada tahun 1966 pemerintahan Soeharto yang
lebih dikenal dengan pemerintahan Orde Baru bangkit sebagai reaksi atas
pemerintahan Soekarno. Pada awal pemerintahan orde hampir seluruh kekuatan
demokrasi mendukungnya karena Orde Baru diharapkan melenyapkan rezim lama.
Soeharto kemudian melakukan eksperimen dengan menerapkan demokrasi Pancasila.
Inti demokrasi pancasila adalah menegakkan kembali azas negara hukum dirasakan
oleh segenap warga negara, hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun
aspek perseorangan dijamin dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan
secara institusional. Dalam rangka mencapai hal tersebut, lembaga-lembaga dan
tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan-ikatan pribadi (Miriam, 74).
Sekitar 3 sampai 4 tahun setelah berdirinya
Orde Baru menunjukkan gejala-gejala yang menyimpang dari cita-citanya semula.
Kekuatan – kekuatan sosial-politik yang bebas dan benar-benar memperjuangkan
demokrasi disingkirkan. Kekuatan politik dijinakkan sehingga menjadi kekuatan
yang tidak lagi mempunyai komitmen sebagai kontrol sosial. Kekuatan sosial politik
yang diikutsertakan dalam pemilu dibatasi. Mereka tidak lebih dari suatu
perhiasan dan mempunyai arti seremonial untuk dipertontonkan kepada dunia
internasional bahwa indonesia telah benar-benar berdemokrasi, padahal yang
sebenarnya adalah kekuasaan yang otoriter. Partai-partai politik dilarang
berperan sebagai oposisi maupun kontrol sosial. Bahakan secara resmi oposisi
ditiadakan dengan adanya suatu “konsensus nasional”. Pemerintahan Soeharto juga
tidak memberikan check and balances sebagai prasyarat dari sebuah negara
demokrasi (sarbini Sunawinata, 1998 ;8).
Pada masa orde baru budaya feodalistik dan paternalistik tumbuh sangat subur. Kedua sikap ini menganggap pemimpin paling tahu dan paling benar sedangkan rakyat hanya patuh dengan sang pemimpin. Mental paternalistik mengakibatkan soeharto tidak boleh dikritik. Para menteri selalu minta petunjuk dan pengarahan dari presiden. Siakp mental seperti ini telah melahirkan stratifikasi sosial, pelapisan sosial dan pelapisan budaya yang pada akhirnya memberikan berbagai fasilitas khusus, sedangkan rakyat lapisan bawah tidak mempunyai peranan sama sekali. Berbagai tekanan yang diterima rakyat dan cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang tidak pernah tercapai, mengakibatkan pemerintahan Orde Baru mengalami krisis kepercayaan dan kahirnya mengalami keruntuhan.
Pada masa orde baru budaya feodalistik dan paternalistik tumbuh sangat subur. Kedua sikap ini menganggap pemimpin paling tahu dan paling benar sedangkan rakyat hanya patuh dengan sang pemimpin. Mental paternalistik mengakibatkan soeharto tidak boleh dikritik. Para menteri selalu minta petunjuk dan pengarahan dari presiden. Siakp mental seperti ini telah melahirkan stratifikasi sosial, pelapisan sosial dan pelapisan budaya yang pada akhirnya memberikan berbagai fasilitas khusus, sedangkan rakyat lapisan bawah tidak mempunyai peranan sama sekali. Berbagai tekanan yang diterima rakyat dan cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang tidak pernah tercapai, mengakibatkan pemerintahan Orde Baru mengalami krisis kepercayaan dan kahirnya mengalami keruntuhan.
5. Rekonstruksi Demokrasi Dalam Orde Reformasi
Melalui gerakan reformasi, mahasiswa dan
rakyat indonesia berjuang menumbangkan rezim Soeharto. Pemerintahan soeharto
digantikan pemerintahan transisi presiden Habibie yang didukung sepenuhnya oleh
TNI. Lembaga-lembaga di luar presiden dan TNI tidak mempunyai arti apa-apa.
Seluruh maslah negara dan bangsa indonesia menjadi tanggung jawab presiden/TNI.
Reformasi menuntut rakyat indonesia untuk mengoreksi pelaksanaan demokrasi.
Karena selama soeharto berkuasa jenis demokrasi yang dipraktekkan adalah
demokrasi semu. Orde Baru juga meninggalkan warisan berupa krisis nasional yang
meliputi krisis ekonomi, sosial dan politik.
Tugas utama pemerintahan Habibie ada dua, yakni pertama bekerja keras agar harga sembilan pokok (sembako) terbeli oleh rakyat sambil memberantas KKN tanpa pandang bulu. Kedua, adalah mengembalikan hak-hak rakyat guna memperoleh kembali hak-hak azasinya.
Agaknya pemerintahan “Orde Reformasi” Habibie mecoba mengoreksi pelaksanaan demokrasi yang selama inidikebiri oleh pemerintahan Orde baru. Pemerintahan habibie menyuburkan kembali alam demokrasi di indonesia dengan jalan kebebasan pers (freedom of press) dan kebebasab berbicara (freedom of speech). Keduanya dapat berfungsi sebagai check and balances serta memberikan kritik supaya kekuasaan yang dijalankan tidak menyeleweng terlalu jauh.
Membangun kembali indonesia yang demokratis dapat dilakukan melalui sistem keparataian yang sehat dan pemilu yang transparan. Sistem pemilu multipartai dan UU politik yang demokratis menunjukkan kesungguhan pemerintahan Habibie. Asalkan kebebasan demokratis seperti kebebasan pers, kebebasab berbicara, dan kebebasan mimbar tetap dijalankan maka munculnya pemerintahan yang KKN dapat dihindari.
Dalam perkembanganya Demokrasi di indonesia
setelah rezim Habibie diteruskan oleh Presiden Abdurahman wahid sampai dengan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat signifikan sekali dampaknya, dimana
aspirasi-aspirasi rakyat dapat bebas diutarakan dan dihsampaikan ke
pemerintahan pusat. Hal ini terbukti dari setiap warga negara bebas berpendapat
dan kebebasan pers dalam mengawal pemerintahan yang terbuka sehingga
menghindarkan pemerintahan dari KKN mungkin dalam prakteknya masih ada
praktik-praktik KKN di kalangan pemerintahan, namun setidaknya rakyat tidak
mudah dibohongi lagi dan pembelajaran politik yang baik dari rakyat indonesia
itu sendiri yang membangun demokrasi menjadi lebih baik. Ada satu hal yang
membuat indonesia dianggap negara demokrasi oleh dunia Internasional walaupun
negara ini masih jauh dikatakan lebih baik dari negara maju lainnya adalah
Pemilihan Langsung Presiden maupun Kepala Daerah yang dilakukan secara
langsung. Mungkin rakyat indonesia masih menunggu hasil dari demokrasi yang
yang membawa masyarakat adil dan makmur secara keseluruhan!!!!!!
C. Penutup
Pada intinya demokrasi adalah persamaan hak dan kedudukan dari setiap warga negara di dalam sebuah negara yang demokratis. Demokrasi harus ditegakkan dalam berbagai bidang, yakni demokrasi politik, demokrasi ekonomi, demokrasi hukum dan demokrasi pjendidikan. Sedang inti demokrasi itu sendiri adalah keadilan. Demokrasi yang sesungguhnya adalah demokrasi tanpa embel-embel dibelakangnya, karena tiga macam denokrasi yang diterapkan di indonesia ternyata gagal. Dengan demikian, demokrasi dalam arti universal dan komprehensif dapat diciptakan melalui tegaknya keadilan politik, keadilan ekonomi, keadilan sosial dan keadilan hukum.
0 Response to "MAKALAH TENTANG : Sejarah Perkembangan Demokrasi Di Indonesia"
Post a Comment