Makalah Tentang : Penerapan Demokrasi di Indonesia
Friday, 16 November 2012
Add Comment
Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila
A.
Pengertian Demokrasi dan Demokrasi Pancasila
Kata
demokrasi berasal dari bahasa Yunani: demos dan kratos/kratein. Demos berarti
rakyat kratos berarti memerintah kratein berarti pemerintahan. Jadi demokrasi
berarti pemerintahan rakyat. Maksudnya ialah sesuatu sistem pemerintahan dengan
rakyat diikutsertakan dalam pemerintahan negara. Demokrasi yang ada mulanya
timbul dan berkembang di dunia barat, timbul dan berkembang pula di tanah air
kita. Kita memilih paham demokrasi ini untuk negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) berdasar kepada:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh
karena itu paham demokrasi yang kita kembangkan sekarang disebut demokrasi
Pancasila.
Adapun isi
pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan demokrasi itu harus berdasarkan
atas Pancasila seperti tersebut di dalam Pembukaan UUD 1945 dan penjabarannya
lebih lanjut seperti apa yang tersebut di dalam Batang Tubuh UUD 1945 dan
Penjelasan UUD 1945.
2. Demokrasi ini harus menghargai hak-hak asasi
manusia serta menjamin adanya hak-hak minoritas, baik berdasarkan kelompok
ataupun kekuatan sosial politik.
3.
Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan atas kelembagaan, atau
institusional.
4. Demokrasi ini harus bersendi atas hukum,
sebagaimana dijelaskan di dalam Penjelasan UUD 1945.
Pengertian
demokrasi Pancasila, adalah demokrasi, kedaulatan rakyat yang dijiwai dan
diintegrasikan dengan sila-sila yang lainnya. Hal ini berarti bahwa dalam
menggunakan hak-hak demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung
jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menurut keyakinan agama masing-masing,
haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan martabat dan
harkat kemanusiaan, haruslah menjamin dan memperkokoh persatuan bangsa dan
harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial (Pejabat Presiden Soeharto,
1967).
Makna
demokrasi Pancasila sesungguhnya adalah keikutsertaan rakyat dalam kehidupan
bermasyarakat dan kehidupan bernegara yang ditentukan dalam peraturan
perundangan yang berlaku. Demokrasi Pancasila tidak saja demokrasi dalam
politik, yang hanya mengatur tentang masalah politik negara (demokrasi
Pancasila dalam arti yang sempit), tetapi juga mengatur masalah ekonomi, sosial
dan kebudayaan (demokrasi Pancasila dalam arti yang luas) dan juga merupakan
sikap hidup seluruh bangsa Indonesia.
Demokrasi
Pancasila berpangkal tolak dari paham kekeluargaan dan gotong royong, yang
norma-norma pokoknya, hukum-hukum dasarnya telah diatur dalam UUD 1945.
Demokrasi Pancasila menjamin hak-hak asasi manusia sepanjang tetap dalam
batas-batas Pancasila dan UUD 1945.[1]
B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Demokrasi Pancasila
Berbicara
mengenai pertumbuhan demokrasi Pancasila, kita tidak dapat melepaskan diri dari
pertumbuhan dan perkembangan falsafah Pancasila. Statemen ini bertolak dari
asumsi bahwa para pembaca/bakal pembaca tentu sama penghayatannya dengan saya
berkenaan dengan latar belakang pernyataan tersebut. Perlu ditegaskan kembali
melalui karya ini bahwa nilai-nilai Pancasila diciptakan oleh masyarakat bangsa
Indonesia dengan ciri-ciri yng dipancarkannya masih murni diwarnai oleh watak
dan hubungan hidup manusia-manusia Indonesia yang bersifat kekeluargaan.
1. Sejarah
Pertumbuhan Demokrasi Pancasila
a. Aspek
Material
Prinsip-prinsip
dasar demokrasi Pancasila adalah hasil berpikir dan ciptaan manusia-manusia
Indonesia yang merupakan bagian integral daripada kebudayaan bangsa Indonesia.
Pikiran-pikiran dasar demokrasi Pancasila pada hakikatnya adalah hasil upaya
bersama manusia-manusia Indonesia dalam rangka memecahkan berbagai masalah
hidupnya. Dalam hal ini unsur kebersamaan yang dijiwai oleh prinsip
kekeluargaan menjadi faktor penentu utama sehingga hasil pemecahan masalahnya
tetap berada dalam konteks kegotong-royongan dan kebahagiaan hidup bersama
pula. Dengan demikian maka demokrasi Pancasila berfungsi sebagai sarana manusia
Indonesia dalam proses penyelesaian masalah bersama demi kebahagiaan hidup
bersama. Uraian-uraian di atas memperlihatkan kepada kita bahwa nilai-nilai
demokrasi Pancasila adalah manifestasi nilai-nilai Pancasila dalam bentuk
demokrasi atau pemerintahan rakyat.
b. Aspek
Formal
Peristiwa
Proklamasi 17 Agustus 1945, selain mendatangkan kehidupan merdeka bagi bangsa
Indonesia, juga menghasilkan kehidupan berkonstitusi tertulis/formal bagi
bangsa Indonesia. Di dalam konstitusi/UUD (1945) tersebut, Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) telat menyepakati dan menetapkan berbagai prinsip
hidup bernegara antara lain tentang hal kedaulatan rakyat seperti yang tertuang
di dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
2. Perkembangan Demokrasi Pancasila
Pada tahun
1945, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, demokrasi Pancasila yang dijiwai
oleh falsafah Pancasila kembali berfungsi secara operasional/nyata. Hal ini
terbukti dengan adanya pemecahan perbedaan pendapat di kalangan PPKI menyangkut
tujuh kata di belakang sila Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya). Perbedaan pendapat yang
nyata2 sangat fundamental itu dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mufakat.
Dengan demikian rumusan sila pertama hasil karya Panitia Sembilan yang
dituangkan di dalam Piagam Jakarta (Dokumen historis) berdasarkan kesepakatan
bersama dan demi kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan bangsa
Indonesia, maka rumusan semula diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha
Esa".
Kejadian ini
merupakan salah satu indikator penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
khususnya bagi pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di Indonesia terutama
disaat awal kita hidup berbangsa dan bernegara.[2]
C. Aspek-Aspek Demokrasi Pancasila
Adapun
aspek-aspek demokrasi Pancasila yang dikemukakan oleh para ahli itu adalah
sebagai berikut:
1. Jendral
DR. A.H. Nasution, Demokrasi Pancasila Dimasa Sekarang dan Dimasa Datang, 1971.
a. Tata cara
musyawarah
b. Pemilihan
Umumc. Otonomi daerah
d. Partai
Politik
e. Pembagian
kekuasaan
f.
Lembaga-lembaga Negara.
2. Darji
Darmodiharjo, S.H. dan Drs. Nyoman Dekker, S.H., Uraian Singkat Tentang
Pokok-Pokok Demokrasi Pancasila, 1972.
a. Tata
urutan peraturan perundangan/Sumber tertib hukum
b.
Lembaga-lemaaga Negara
c.
Sifat-sifat kelembagaan demokrasi Pancasila.
3. O.
Notohamidjojo, Demokrasi Pancasila, 1970.
a. Aspek
Formil, demokrasi dengan perwakilan oleh karena itu pemilihan umum memegang
peranan penting
b. Aspek
Materiil, yaitu aspek pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia dan tata cara
musyawarah
c. Aspek
Normatif, aspek dimana norma-norma menjadi pembimbing dan kriteria untuk
mencapai tujuan
d. Aspek
Optatif, yaitu keinginan atau tujuan demokrasi Pancasila, yakni tegaknya Negara
Hukum dalam arti materiil
e. Aspek
Organisasi, yaitu organisasi sistem pemerintahan organisasi Lembaga-lembaga
Negara dan Partai Politik, baik di Pusat maupun di Daerah.
Berdasarkan
aspek-aspek demokrasi Pancasila yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di
atas, maka dapat disimpulkan, bahwa aspek-aspek demokrasi Pancasila meliputi
aspek-aspek sebagai berikut:
a.
Lembaga-lembaga Negara
b. Partai
Politik dan Golongan Karya
c. Otonomi
Daerah
d. Pola
Pengambilan Keputusan/Tata Cara Musyawarah
e. Pemilihan
Umum
f. Peraturan
perundangan/Sumber Tertib Hukum
g. Pengakuan
terhadap Hak-hak Azasi Manusia
h. Sistem
Pembagian Kekuasaan.[3]
D. Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila
Mengenai
sistem pemerintahan demokrasi Pancasila seperti terdapat dalam penjelasan UUD
1945, memberikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Indonesia
adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) tidak berdasar atas
kekuasaan belaka (machtstaat). Demikianlah keterangan dari penjelasan UUD 1945
mengenai prinsip pertama di atas. Maksud dari penjelasan UUD 1945 di atas,
ialah bahwa pengertian pokok daripada negara hukum ialah bahwa kekuasaan negara
dibatasi oleh dan juga berdasarkan hukum.
Jadi tidak
berdasarkan kekuasaan semata-mata. Tujuan pembatasan kekuasaan negara oleh
hukum ini ialah agar kepentingan rakyat terjamin atau dijaga dari kemungkinan
tindakan sewenang-wenang dari penguasa yang sedang memerintah. Ampera, bahwa
negara hukum: adalah satu tertib masyarakat dan negara yang berdasarkan hukum,
dimana terdapat keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat dan
dimana baik warga negara maupun penguasa tunduk kepada ketentuan hukum yang
berlaku.
b. Sistem
Konstitusional, penjelasan dari UUD 1945 mengenai prinsip kedua ini hanya
berbunyi: Pemerintah berdasar atas konstitusi (hukum dasar dan tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Maksud membentuk UUD 1945 dengan
penjelasan di atas ialah: Bahwa Pemerintah Indonesia haruslah menjadi suatu
pemerintah yang konstitusional artinya, bahwa pemerintah tersebut tidak hanya
dibatasi tindakan-tindakannya oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, tetapi
konstitusi tersebut haruslah menjadi landasan atau pedoman dari negara sebagai
landasan dari negara, konstitusi mengatur susunan organisasi negara itu juga
menentukan dan merumuskan hak dan kewajiban warga negara/penduduk dan penguasa
di pusat maupun di daerah.
c. Kekuasaan
negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mengenai
prinsip ini penjelasan UUD 1945 mengatakan: Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya dikatakan: Majelis
inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedangkan Presiden harus
menjalankan haluan negara menurut Garis-garis Besar yang telah ditetapkan oleh
Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggung jawab
kepada Majelis. Ia berwajib menjalankan putusan-putusan Majelis.
Dari uraian
di atas jelaslah bahwa UUD 1945 menganut sistem kedaulatan rakyat yang
dijadikan juga pokok pangkal bertolah prinsip ke 3 ini. Hal ini jelas
dinyatakan dalam satu kalimat alinea 4 Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:
....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.
d. Mengenai
prinsip keempat dalam sistem pemerintahan ini, penjelasan UUD 1945 menerangkan
bahwa: Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara
pemerintah negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara,
kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power
and responsibility upon the President).
Kalau kita
kembali kepada penjelasan dari asas ke-3 sebelum uraian ini (berbunyi:
Kekuasaan negara tertinggi di tangan MPR), maka disebutkan bahwa: Presiden yang
diangkat oleh Majelis tunduk dan bertanggung jawab pada MPR. Dengan
dinyatakannya pertanggungjawaban Presiden kepada MPR di atas, maka berarti ada
suatu pemerintahan yang bertanggung jawab di Republik Indonesia (responsible
government). Inilah yang sebenarnya dimaksud oleh asas ke 4 dengan kata2 bahwa
Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah
Majelis (MPR). Jadi hanya di bawah MPR, Presiden adalah pemerintah negara yang
tertinggi, atau di bawah MPR kekuasaan dan tanggung jawab pemerintah negara di
tangan Presiden. Dengan ini berarti pula bahwa ketentuan di atas menolah adanya
pertanggungjawaban bahwa ketentuan di atas menolah adanya pertanggungjawaban
Menteri pada DPR.
e. Presiden
tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Mengenali prinsip ini
penjelasan UUD 1945 menyatakan: Di sampingnya Presiden adalah Dewan Perwakilan
Rakyat. Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk
membentuk Undang-undang dan untuk menetapkan Anggaran Pendapat dan Belanja
Negara. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan Dewan (DPR), akan
tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan
Presiden tidak tergantung atau berada di bawah Dewan. Demikianlah penjelasan
UUD 1945. Latar belakang dari penjelasan UUD 1945 di atas ialah bahwa
pemerintah Indonesia adalah suatu pemerintahan yang demokratis berdasarkan
perwakilan. Hal ini dijamin pula oleh Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawarat/perwakilan.
Kedaulatan
adalah di tangah rakyat, dan Bab VII UUD 1945 yang berisi pasal-pasal tentang
Dewan Perwakilan Rakyat.
f.
Pengawasan Parlemen, anggota-anggota parlemen(DPR) adalah juga anggota-anggota
MPR. Karena kedudukannya tersebut maka Parlemen dapat mengawasi jalannya
pemerintahan (eksekutif). Apabila pemerintah melakukan hal-hal yang tidak
sesuai atau bertentangan dengan Ketetapan MPRG, maka Parlemen( DPR) yang juga
sebagai anggota MPR dapat mengundang anggota-anggotanya yang lain untuk
bersidang.
g. Peradilan
bebas, dalam penjelasan resmi UUD 1945 dinyatakan, bahwa kekuasaan kehakiman
ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah. Demikianlah beberapa ketentuan berkenaan dengan sistem pemerintahan
demokrasi berdasarkan atas UUD 1945.
Sehubungan
dengan bentuk negara, maka bentuk kesatuan ini dirasakan paling tepat dengan
pemberian otonomi kepada daerah-daerah itu untuk dapat mengembangkan inisiatif
sesuai dengan apa yang ada secara obyektif di daerah itu masing-masing.
Berkenaan
Indonesia sebagai negara hukum seperti disebutkan bahwa ciri daripada negara
hukum tidak semata-mata karena segala peraturannya mengikuti aturan-aturan yang
tertentu, sebab kalau semata-mata hanya seperti itu, maka suatu pemerintahan
dari negara diktator pun yang tindakannya sewenang-wengang akan juga dapat
dikatakan sebagai negara hukum.
Negara hukum
seperti Republik Indonesia, tidak saja sesuatunya itu diatur oleh hukum,
seperti perlindungan dan pengakuan atas hak-hak asasi tetapi lebih daripada itu
yaitu sumber dari segala sumber hukum tersebut ialah filsafat Pancasila. Segala
hal-hal yang menyangkut hukum, khususnya perundang-undangan dibuat oleh
wakil-wakil rakyat menurut ketentuan UUD. Ini berarti bahwa rakyat ikut berpartisipasi
dalam menciptakan peraturan-peraturan tersebut.
Dengan kata
lain, hukum tersebut dibuat dengan cara demokratis, dari suatu negara hukum
yang demokratis.
h.
Undang-Undang Dasar. Dalam penjelasan umum UUD 1945, dikemukakan bahwa UUD satu
negara adalah sebagian dari hukum dasar negara itu. UUD 1945 merupakan hukum
dasar tertulis, di samping itu juga hukum yang tak tertulis, ialah
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
negara, meskipun tidak tertulis. UUD 1945 disusun secara singkat dan supel
dengan maksud agar mudah disesuaikan dengan keinginan serta tidak lekas usang
terutama bagi negara Indonesia yang sedang berkembang.
Apabila
keperluan untuk mengadakan penyesuaian tidak dapat dihindarkan lagi, masih ada
jalan lain untuk penyesuaian diri tanpa mengubah UUD, misalnya dengan ketetapan
MPR(S), yang bertujuan membuat peraturan-peraturan tambahan untuk pelaksanaan
UUD dalam rangka penyesuaian tersebut. Dalam sidang umum V MPRS Tahun 1968
pernah diajukan dua rancangan ketetapan MPR yang penting yang belum berhasil
yaitu:
1) Rancangan
penjelasan pelengkap UUD 1945
2) Rancangan
tentang piagam hak-hak asasi manusia dan hak-hak serta kewajiban warga negara.
Undang-Undang
Dasar 1945 terdiri atas dua bagian yaitu pembukaan dan batang tubuh. Pembukaan
terdiri dari 4 alinea, sedangkan batang tubuhnya terdiri dari 16 Bab dan 37
pasal.
Adapun
partisipasi rakyat dalam kehidupan demokrasi itu secara positif ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Aturan permainan dalam
demokrasi di atas diatur secara melembaga. Ini berarti bahwa
keinginan-keinginan rakyat tersebut disalurkan melalui lembaga-lembaga
perwakilan yang ada, yang dibentuk melalui lembaga-lembaga perwakilan yang ada,
yang dibentuk melalui pemilihan umum yang demokratis. Hasil pemilihan umum itu
mencerminkan keinginan rakyat untuk menentukan wakil-wakilnya yang diharapkan
akan menyuarakan aspirasinya.
Berkenaan dengan
masalah kebebasan individu dalam alam demokrasi, maka kebebasan pengeluaran
pendapat bukan sekedar bebas mengeluarkan pendapat atau berbuat, melainkan pula
harus disertai tanggung jawab yang besar atas penggunaan kebebasan (tersebut).
Sedangkan sumber tertib hukum dalam rangka pelaksanaan Demokrasi Pancasila
dilaksanakan mengikuti aturan-aturan hukum. Hal ini sudah dengan sendirinya
demikian, karena Indonesia adalah negara hukum. Dalam hubungan itu dikenallah
adanya tata urutan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini maka Pancasila
adalah sumber dari segala sumber hukum yang kemudian melahirkan sumber-sumber
hukum lainnya. Sumber-sumber hukum itu adalah sebagai berikut:
1)
Proklamasi 17 Agustus 1945
2) Dekdrit
Presiden 5 Juli 1959
3) UUD 1945
4) Supersemar
(Surat Perintah Sebelas Maret 1966).[4]
E. Demokrasi Pancasila Sebagai "Way Of
Life"
Demokrasi,
di samping suatu sistem pemerintahan juga merupakan Way of life atau cara hidup
dalam bidang pemerintahan. Cara hidup itu adalah suatu cara yang dianggap
paling sesuai dalam rangka terselenggaranya pemerintahan dengan teratur. Dalam
hal ini dikembangkan suatu cara yang semua orang akan menyertainya, karena cara
itu menjamin adanya ketertiban dalam hidup bernegara. Tertib, tetapi penuh
dengan kedinamisan, karena dinamika itu merupakan suatu ciri dari suatu
masyarakat yang hidup dan demokratis.
Demokrasi
sebagai suatu cara hidup yang baik antara lain meliputi hal-hal sebagai
berikut:
Pertama:
Segala pendapat atau perbedaan pendapat mengenai masalah kenegaraan dan
lain-lain yang menyangkut kehidupan negara dan masyarakat diselesaikan lewat
lembaga-lembaga negara. Hal ini disebutkan bahwa penyelesaian itu melembaga,
artinya lembaga-lembaga yang erat hubungannya dengan penyelesaian masalah itu
melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di dalam lembaga negara seperti DPR atau
DPRD. Cara hidup ini akan merupakan suatu kebiasaan menyelesaikan perselisihan
itu melalui lembaga itu, sehingga dapat diselesaikan dengan tertib dan teratur.
Kedua: Cara
diskusi atau dialomg. Sebagai suatu negara demokrasi, di mana rakyat
diikutsertakan dalam masalah negara maka pertukaran pikiran yang bebas, dalam
bentuk diskusi atau dialog harus dibuka seluas-luasnya. Terjadilah komunikasi
timbal balik antara rakyat dan pemerintah.
Diskusi dapat
berbentuk polemik di dalam mass media, seperti surat kabar dan lain-lain. Di
dalam diskusi itu musyawarah sebagai landasan kehidupan bangsa dan negara harus
diberikan saluran. Dengan demikian apa yang dikehendaki oleh rakyat itu akan
mudah diketahui dan dipahami.
Way of life
seperti dikemukakan di atas dalam rangka pembangunan Demokrasi Pancasila,
sangatlah sesuai dengan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan. Dalam hal ini, maka semangat musyawarah, baik
dalam wadah-wadah lainnya seperti mass media sudah sewajarnya bila dibina
secara berkesinambungan.
Demokrasi
adalah prinsip yang menyebabkan para warga masyarakat saling memandang,
menghormati, menerima dan kerjasama dalam kesatuan demi kepentingan bersama dalam
wadah "masyarakat" atau "negara".
Prinsip demokrasi itu adalah intrinsik (dari
dalam) yaitu adanya cinta kasih (das libendes mit-sein) yang dilaksanakan dalam
bentuk bermasyarakat atau bernegara. Cinta kasih dalam kesatuan dengan sesama
manusia itulah yang disebut "perikemanusiaan".
Apabila
perikemanusiaan itu dijalankan bersama-bersama di dalam menciptakan, memiliki
dan menggunakan barang-barang di dunia (material) sebagai syarat-syarat,
alat-alat dan perlengkapan hidup manusia, maka penjelmaannya disebut
"keadilan sosial".
Pelaksanaan
perikemanusiaan dari setiap anggota masyarakat harus dihormati dan diterima
sebagai pribadi yang sama haknya. Cara pelasanaan perikemanusiaan dalam sektor
ini ialah pembentukan suatu karya yang disebut "demokrasi".
Selanjutnya
perikemanusiaan itu haruslah dilaksanakan dalam kesatuan dengan asas
kebersamaan. Kesatuan yang besar itu, di mana kita melaksanakan perikemanusiaan
disebut "kebangsaan". Kehidupan individu selalu bersifat sosial (ada
bersama), serba terhubung dan tergantung. Jadi keberadaan manusia tidaklah
sempurna, tidak atas kekuatannya sendiri. Bahkan semua yang ada di dunia serba
terbatas, tak mungkin sebagai sumber keberadaan individu dan sebagai pemberi
keterangan yang terakhir. Yang dapat menjadi sumber dari setiap yang ada, pada
akhirnya hanyalah "Ada Yang Mutlak", "Sang Maha Ada",
"Sang Maha Sempurna", "Sang Maha Pencipta" yaitu Allah Yang
Maha Esa.[5]
0 Response to "Makalah Tentang : Penerapan Demokrasi di Indonesia"
Post a Comment