MAKALAH PENGANTAR SISTEM PENDIDIKAN ISLAM : PEMIKIRAN PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Sunday, 15 December 2013
Add Comment
A.
Pendahuluan
Membincangkan
pendidikan berarti membincangkan masalah diri manusia sendiri sebagai makhluk
Tuhan yang dipersiapkan untuk menjadi khalifah-Nya di muka bumi dalam kerangka
mengabdi kepada-Nya. Pendidikan Islam dikaitkan dengan konsepsi kejadian
manusia yang dari sejak awal kejadiannya sebagai makhluk Tuhan yang paling
sempurna yang dibekali potensi hidayah akal dan ilmu, maka itu merupakan proses
panjang yang tidak berkesudahan sehingga siap untuk memikul amanat Tuhan dan
tanggung jawab, sepanjang dunia masih ada. Oleh sebab itu problematika
pendidikan Islam yang muncul selalu complicate serumit
persoalan manusia itu sendiri.
[1] Problem pendidikan Islam mulai pengertian pendidikan, tujuan, materi dan strategi pendidikan-pengajarannya hingga lembaga penyelenggara pendidikan Islam, yang muncul dari masa ke masa, dikaji dan dicari jawabannya selalu berkembang dan melahirkan pemikiran-penting seiring dengan perkembangan zaman, peradaban dan produk-produknya, khususnya hasil ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berpengaruh bagi eksistensi dan peran pendidikan Islam di masyarakatnya.
[1] Problem pendidikan Islam mulai pengertian pendidikan, tujuan, materi dan strategi pendidikan-pengajarannya hingga lembaga penyelenggara pendidikan Islam, yang muncul dari masa ke masa, dikaji dan dicari jawabannya selalu berkembang dan melahirkan pemikiran-penting seiring dengan perkembangan zaman, peradaban dan produk-produknya, khususnya hasil ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berpengaruh bagi eksistensi dan peran pendidikan Islam di masyarakatnya.
Pendidikan
Islam dan eksistensinya sebagai komponen pembangunan bangsa, khususnya di
Indonesia, memainkan peran yang sangat besar dan ini berlangsung sejak jauh
sebelum kemerdekaan Bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat praktik pendidikan
Islam yang diselenggarakan oleh umat Islam melalui lembaga-lembaga pendidikan
tradisional seperti majelis taklim. Forum pengajian, surau, masjid dan
pesantren-pesantren yang berkembang subur dan eksis hingga sekarang. Bahkan
setelah kemerdekaan penyelenggaraan pendidikan Islam semakin memperoleh
pengakuan dan payung yuridisnya dengan adanya berbagai produk
perundang-undangan tentang pendidikan nasional.
Namun
demikian, pendidikan Islam hingga kini boleh dikatakan masih saja berada dalam
posisi problematik antara ‘determinisme historis’ dan ‘realisme praktis’. Di
satu sisi pendidikan Islam belum sepenuhnya bisa keluar dari idealisme kejayaan
pemikiran dan peradaban Islam masa lampau yang hegomonik; sementara di sisi
lain, ia juga ‘dipaksa’ untuk mau menerima tuntutan-tuntutan masa kini,
khususnya yang datang dari Barat, dengan orientasi yang sangat praktis. Dalam
dataran historis empiris, kenyataan tersebut acap kali menimbulkan dualisme dan
polarisasi sistem pendidikan di tengah-tengah masyarakat muslim sehingga agenda
transfomasi sosial yang digulirkan seakan berfungsi hanya sekedar ‘tambal
sulam’ saja. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila di satu sisi kita
masih saja mendapatkan tampilan ’sistem pendidikan Islam’ yang sangat
tradisional karena tetap memakai ‘baju lama’[2]
Berangkat
dari uraian tersebut di atas, maka dalam makalah ini, penulis mengambil topik:
“Pemikiran Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia”
B.
Permasalahan
Pendidikan
merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala
aspek kehidupan manusia. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada
sekelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan
dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang
(primitif). Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk
menyiapkan untuk anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Upaya
pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat
signifikan dengan rekayasa bangsa di masa mendatang, karena pendidikan
merupakan salah satu kebutuhan asasi manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa
pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya
kehidupan masyarakat tersebut.[3]Pernyataan
M. Natsir di atas merupakan indikasi tentang urgensi pendidikan bagi kehidupan
manusia, karena pendidikan itu sendiri mempunyai peranan sentral dalam
mendorong individu dan masyarakat untuk meningkatkan kualitasnya dalam segala
aspek kehidupan demi mencapai kemajuan, dan untuk menunjang perannya di masa
mendatang. Hal ini terbukti dalam kehidupan sekarang, pendidikan tampil dengan
daya pengaruh yang sangat besar dan menjadi variabel pokok masa depan manusia.
Pendidikan
merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan
manusia dengan hewan. Hewan juga “belajar”, tetapi lebih ditentukan oleh
insting, sedangkan bagi manusia, belajar berarti rangkaian kegiatan menuju
“pendewasaan” guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Oleh karena itu
berbagai pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan itu merupakan proses budaya
untuk mengangkat “harkat dan martabat” manusia dan berlangsung sepanjang hayat.
Apabila demikian, maka pendidikan memegang peranan yang menentukan eksistensi
dan perkembangan manusia, “karena pendidikan merupakan usaha melestarikan, dan
mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudyaan dalam segala
aspeknya dan jenis kepada generasi penerus” untuk mengangkat harkat dan
martabat manusia.
Untuk
mengingat pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, negara,
dan pemerintah, maka “pendidikan harus selalu ditumbuhkembangkan secara
sistematis oleh para pengambil kebijakan yang berwenang di Negara ini”.
Berangkat dari kerangka ini, maka upaya pendidikan yang dilakukan suatu bangsa
selalu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan rekayasa bangsa tersebut
di masa mendatang, sebab pendidikan selalu dihadapkan pada perubahan, baik
perubahan zaman maupun perubahan masyarakat. Oleh karena itu, mau tidak mau
pendidikan Agama Islam harus didesain mengikuti irama perubahan tersebut, kalau
tidak pendidikan akan ketinggalan. Tuntutan pembaharuan pendidikan menjadi
suatu kaharusan dan “pembaruan” pendidikan selalu mengikuti dan relevan dengan
kebutuhan masyarakat, baik pada konsep, kurikulum, proses, fungsi, tujuan,
manajemen lembaga-lembaga pendidikan, dan sumber daya pengelola pendidikan.
C. Pembahasan
Gagasan
pemikiran pembaruan atau modernisasi pendidikan Islam di Indonesia, seperti apa
yang dikemukakan di atas, sangat “berkaitan erat dengan pertumbuhan gagasan
modernisme Islam di kawasan ini”. Apabila mengamati gagasan modernisasi Islam
pada awal abad 20 pada lapangan pendidikan direalisasikan dengan pembentukan
lembaga-lembaga pendidikan modern yang diadopsi dari sistem pendidikan kolonial
Belanda dan kehadiran organisasi-organisasi modernis Islam, seperti Jami’at
Khair, Al-Irsyad, Muhammadiyah, dan lain-lain, sebagai pelopor modernis,
walaupun pada awal perkembangan organisasi-organisasi ini mengadopsi sistem dan
lembaga pendidikan modern secara hampir menyeluruh. Artinya, titik tolak
modernisme pendidikan Islam di sini adalah sistem dan kelembagaan pendidikan
modern (Belanda) bukan sistem dan lembaga pendidikan Islam Tradisional.[4]
Dalam
mencermati konsep pembaruan pendidikan Islam di atas, Jusuf Amir Faisal dalam
bukunya “Reorientasi Pendidikan Islam” menyebutkan bahwa “pembaruan
pendidikan merupakan suatu usaha multidimensional yang kompleks, dan tidak
hanya bertujuan untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang dirasakan,
tetapi terutama merupakan suatu usaha penelaahan kembali atas aspek-aspek
sistem pendidikan yang berorientasi pada rumusan tujuan yang baru”, dan selalu
berorientasi pada perubahan masyarakat.[5] Upaya
pembaruan pendidikan tidak akan memiliki ujung akhir sampai kapan pun. Mengapa
demikian, karena persoalan pendidikan selalu saja ada selama peradaban dan
kehidupan manusia itu sendiri masih ada, pembaruan pendidikan diakhiri, apalagi
dalam abad informasi seperti saat ini, tingkat obselescence dari
program pendidikan sangat tinggi. Tetapi, yang lebih penting lagi dalam upaya
pembaruan ialah keikutsertaan dan didukung secara mental kemampuan profesional
pengelola pendidikan, dan para pengelola perlu memiliki semacam a
common mission pada setiap upaya pembaruan pedidikan dan agar upaya
pembaruan menjadi lebih efektif. Selain itu, juga perlu menyadari terhadap
adanya misi umum yang ingin dicapai oleh pembaruan itu dan indikator adanya
kesadaran terhadapcommon mission suatu pembaruan.
Pembaruan
pendidikan terjadi karena adanya tantangan kebutuhan masyarakat pada saat itu
dan pendidikan itu sendiri diharapkan dapat menyiapkan produk manusia yang
mampu mengatasi kebutuhan masayarakat tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa
pendidikan lebih bersifat konservatif. Misalnya, pada masyarakat agraris
pendidikan di desain agar relevan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat
pada era tersebut, begitu juga apabila perubahan masyarakat menjadi masyarakat
industrial dan informasi, pendidikan juga di desain mengikuti irama
perkembangan masyarakat industri dan informasi dan seterusnya.
Sebagaimana
kondisi pendidikan di Indonesia, kondisi pendidikan Islam di Indonesia pun
menghadapi berbagai persoalan dan kesenjangan dalam berbagai aspek yang lebih
kompleks, yaitu: berupa persoalan dikotomi pendidikan, kurikulum, tujuan,
sumber daya, serta manajemen pendidikan Islam. Upaya perbaikannya belum
dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja. Usaha pembaruan dan
peningkatan pendidikan Islam sering bersifat sepotong-sepotong atau tidak
komprehensif dan menyeluruh serta sebagian besar sistem dan lembaga pendidikan
Islam belum dikelola secara profesional. Usaha pembaruan pendidikan Islam
secara mendasar selalu dihambat berbagai masalah, mulai dari persoalan dana
sampai tenaga ahli, sehingga “Pendidikan Islam dewasa ini terlihat orientasinya
yang semakin kurang jelas”. Dengan kenyataan ini maka sebenarnya “sistem
pendidikan Islam haruslah senantiasa mengorientasi diri untuk menjawab
kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat sebagai konsekuensi logis
dari perubahan”.[6]
Pada
saat ini, pemerintah telah memiliki 7 poin arah kebijakan program pendidikan
nasional, yaitu; 1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu tinggi, 2) meningkatkan kemampuan akademik dan
profesional, 3) melakukan pembaruan sistem pendidikan termasuk kurikulum, 4)
memberdayakan lembaga pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah, 5)
melakukan pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan Nasional berdasarkan
prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen, 6) meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik masyarakat maupun
pemerintah, dan 7) mengembangkan kualitas SDM sedini mungkin secara terarah.
Dengan ketujuh strategi ini, sebenarnya dapat meyakinkan bahwa pendidikan
nasional dan pendidikan Islam kita secara makro cukup menjanjikan bagi
penyediaan SDM yang benar-benar memililki unggulan kompetitif. Tetapi apabila
melihat kenyataan kondisi pendidikan sekarang, ada dua alasan pokok yang perlu
dilakukan pembaruan pendidikan Islam di Indonesia, yaitu: pertama, konsepsi dan
praktik pendidikan Islam sebagaimana tercermin pada kelembagaannya dan isi
programnya didasarkan pada konsep atau pengertian pendidikan Islam yang sempit
yang terlalu menekankan pada kepentingan akhirat, kedua, lembaga-lembaga dan
isi pendidikan Islam yang dikenal sekarang ini, seperti madrasah dan pesantren
tidak atau kurang mampu memenuhi kebutuhan umat Islam dalam menghadapi
tantangan dunia modern. Terutama masyarakat dan bangsa Indonesia bagi
pembangunan di segala bidang di masa sekarang dan di masa yang akan datang.
Untuk
menghadapi dan membangun masyarakat madani di Indonesia diperlukan usaha
pembaruan pendidikan Islam secara mendasar, yaitu 1) perlu pemikiran kembali
konsep pendidikan Islam yang betul-betul didasarkan pada asumsi dasar tentang
manusia, terutama pada fitrah atau potensi, 2) pendidikan Islam harus menuju
pada integritas antara ilmu agama dan ilmu umum untuk tidak melahirkan jurang
pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan agama, karena dalam pandangan Islam
bahwa Ilmu pengetahuan adalah satu yaitu berasal dari Allah SWT, 3) pendidikan
di desain menuju tercapainya sikap dan perilaku “toleransi”, lapang dada dalam
berbagai hal dan bidang, terutama toleran dalam perbedaan pendapat dan
penafsiran ajaran Islam tanpa melepaskan pendapat atau prinsipnya yang diyakini,
4) pendidikan yang mampu menumbuhkan kemampuan untuk berswadaya dan mandiri
dalam kehidupan, 5) pendidikan yang menumbuhkan etos kerja, mempunyai aspirasi
pada kerja, disiplin dan jujur, 6) pendidikan Islam perlu di desain untuk mampu
menjawab tantangan masyarakat untuk menuju masyarakat madani serta lentur
terhadap perubahan zaman dan masyarakat.
Dari
pembahasan di atas, ada beberapa indikator sebagai usaha pembaruan pendidikan
Islam, yaitu: setting pendidikan, lingkungan pendidikan, karekteristik tujuan.
Perlu diketahui bahwa suatu usaha pembaruan pendidikan terarah dengan baik
apabila didasarkan pada kerangka dasar filsafat dan teori pendidikan yang
mantap. Filsafat pendidikan hanya dapat dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi
dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia, baik sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat, hubungannya dengan lingkungan, alam semesta,
akhiratnya, dan hubungannya dengan Maha Pencipta, sedangkan teori pendidikan
dapat dikembangkan atas dasar pertemuan antara pendekatan filosofis dan
pendekatan empiris.
Dengan
demikian, kerangka dasar pertama pembaruan pendidikan Islam adalah “konsepsi
filosofis” dan “teori pendidikan” yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar
tentang manusia yang hubungannya dengan masyarakat lingkungan dan ajaran Islam.
Langkah
awal yang dilakukan dalam mengadakan perubahan pendidikan adalah merumuskan
“kerangka dasar filosofis pendidikan” yang sesuai dengan ajara Islam, kemudian
mengembangkan secara “empiris prinsip-prinsip” yang mendasari keterlaksanaannya
dalam konteks lingkungan (sosial dan kultural) tanpa kerangka dasar “filosofis”
dan ‘teoritis” yang kuat, maka pembaruan pendidikan Islam tidak punya pondasi
yang kuat dan juga tidak mempunyai arah yang pasti. Kemudian langkah
selanjutnya adalah mengembangkan kerangka dasar sistemik, yaitu kerangka dasar
filosofis dan teoritis pendidikan Islam harus ditempatkan dalam konteks supra -
sistem masyarakat, bangsa dan negara serta kepentingan umat di mana pendidikan
itu diterapkan. Apabila terlepas dari konteks ini, pendidikan akan menjadi
tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dalam
menghadapi tuntutan perubahan menuju “masyarakat madani” Indoensia.
Untuk
mengakhiri pembahasan ini, mengutip Johar dalam bukunyaPengembangang
Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan”menyatakan bahwa pendidikan
harus berdasarkan paradigma kebangsaan yang religius. Artinya kepemilahaan kita
dalam melaksanakan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang
religius. Konsekuensi dari itu maka pendidikan kita harus harus dilaksanakan
dengan cara: (1) Pendidikan untuk membangun integritas ilmu dan agama; (2)
Pendidikan kita dilaksanakan dengan Iqra’, mengkaji ciptaan Tuhan utuk
memperoleh ilmu Tuhan (3) Pendidikan kita dilaksanakan untuk mengamalkan ajaran
Tuhan; (4) Pendidikan kita dilaksanakan dengan misi tugas hidup di bumi sebagai
wakil Tuhan; (5) Pendidikan kita seharusnya mengkaji realita; (6) Pendidikan
harus mampu membangun tauhid vertikal dan tauhid sosial; (7) Harus mampu
membangun tauhid vertikal, yang mengaku Tidak Ada Tuhan Selain Allah dan
Muhammad adalah Utusan Allah.[7]
D.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian singkat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemikiran pembaruan
pendidikan Islam di Indonesia adalah harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat
melalui pembaruan pada sistem dan penyelenggaraan pendidikan Islam itu sendiri.
Sistem pendidikan Islam di masa kini dan masa yang akan datang perlu dipikirkan
dan dibicarakan sebab-sebab permasalahannya, antara lain: Pertama, bahwa
penyelenggaraan pendidikan Islam secara formal/ informal belum sesuai dengan
pengertian pendidikan Islam itu sendiri; Kedua, bahwa sistem dan
metode itu masih dalam lingkaran pendakalan (proses de islamisasi).
Adapun
pembaharuan pendidikan Islam meliputi: adanya perubahan dari sistem ke sistem
madrasah; adanya perubahan dari sistem ke sistem sekolah Islam; dan adanya
kewajiban mempelajari agama Islam, di sekolah-sekolah umum sesuai dengan
Undang-undang sistem pendidikan Nasional.
Referensi:
Arifi,
Ahmad, 2009, Politik Pendidikan Islam; Menelusuri Ideologi dan
Aktualisasi Pendidikan Islam Di Tengah Arus Globalisasi, Yogyakarta:
Teras.
Arief,
Armani, 2005, Reformulasi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press.
Natsir, M., 1973, Kapita
Selekta, Jakarta: Bulan Bintang,
Sanaky, Hujair AH., 2003. Paradigma
Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, Yogyakarta:
Safiria Insania Press,
Faisal, Jusuf Amir, 1995, Reorientasi
Pendidikan Islam,Jakarta: Gema Insani,
Djohar,
2006, Pengembangang Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan, Yogyakarta:
Grafika Indah.
catatan
kaki:
[1] Ahmad Arifi, Politik
Pendidikan Islam; Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi Pendidikan Islam Di
Tengah Arus Globalisasi (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 1.
[2] Untuk menelusuri
bagaimana penyebaran Ilmu dalam Islam di masa klasik, mengutip pendapat Armani
Arief mengatakan bahwa penting melihat keberadaan lembaga-lembaga pendidikan
Islam yang muncul sejak kehadiran Islam itu sendiri yang dibawa oleh Nabi
Muhammad serta peran yang dimainkannya dalam transmisi ilmu, seperti lembaga kuttab (lembaga
pendidikan dasar yang mengajarkan baca tulis), masjid, madrasah,
dan lembaga pendidikan lainnya seperti Bayt al-Hikmah, dan Halaqah. Lihat
Armani Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Press, 2005), hlm. 110-112.
[4] Hujair AH. Sanaky, Paradigma
Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia, (Yogyakarta:
Safiria Insania Press, 2003), hlm. 5.
[7] Lihat Djohar, Pengembangang
Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan, (Yogyakarta: Grafika
Indah, 2006), hlm. 57-63.
0 Response to "MAKALAH PENGANTAR SISTEM PENDIDIKAN ISLAM : PEMIKIRAN PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA"
Post a Comment