MAKALAH PEMBAHARUAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM
Friday, 13 December 2013
Add Comment
Pengertian Pembaharuan
Dalam bahasa Indonesia telah selalu dipakai kata modern, modernisasi, dan modernisme, seperti yang terdapat umpamanya dalam “Aliran-aliran dalam Islam” dan “Islam dan Modernisasi”.
Kemajuan lmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dumnia Islam terutama sesudah pembukaan abad ke -19 M yang dalam sejarah Islam dipandang sebagai permulaan periode Modern.
Maju Mundurnya Umat Islam dalam Sejarah
Sebagaimana telah disebut pembaharuan dalam Islam timbul dalam periode sejarah Islam yang disebut modern dan mempunjyai tujuan untuk membuat umat Islam kepada kemajuan. Dalam faris besarnya sejarah Islam dapat dibagi ke dalam tiga periode besar ; Klasik, Pertengahan, dan Modern.
Periode klasik (650 - 1250 M) merupakan zaman kemajuan dan dibagi menjadi 2 fase. Pertama, fase ekspansi, integrasi, dan puncak kemajuan (650 - 1250 M). Di zaman inilah daerah Islam meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di barat dan melalui Persia sampai ke India Timur. Di masa ini pula berkembang dan memuncak ilmu pengetahua, baik dalam bidang agama maupun bidang non agama, dan kebudayaan Islam. Zaman inilah yang menghasilkan ulama’-ulama’ besar seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ibnu Hambal, dalam bidang hokum, Imam Al-Asy’ari, Imam Al-Maturidi, pemu.ka-pemuka Mu’tazilah seperti, Wasil bin ‘Ata, Abu al-Huzaib, Abu an-Nazam, dan al- Juba’I dalam bidang teologi, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, dan al-Hallaj, dalam mitisisme atau tasawuf, al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Maskawaih dalam filsafat, dan Ibn al-Haisam, Ibn Hayyan, Al-Khawarizmi, Al-Ma’udi, dab Ar – Razi dalam bidang ilmu pengetahuan.
Kedua, fase disintregasi (1000-1250 M), di masa ini keutuhan umat Islam dalam bidang politik mulai pecah, kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu di tahun 1258 M. Khalifah sebagai lambang kesatuan politik umat Islam hilang.
Periode pertengahan (1250-1800 M) juga dibagi dalam 2 fase. Pertama, fase kemunduran (1250-1500 M). Di zaman ini didentralisasi dan disintegrasi bertambah meningkat. Perbedaan di antara Sunni dan Syi’ah dan demikian juga antara Arab dan Persia bertambah nyata kelihatan. Dunia Islam terbagi dua, bagian Arab yang terdiri atas Arabia, Irak, Suriah, Palestina, Mesir, dan Afrika Utara dan bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia Kecil, Persia, dan Asi Tengah dengan Iran sebagai pusat.
Kedua, fase 3 kerajaan besar (15000-1800 M) yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700 M) dan zaman kemunduran (1700-1800 M). Tiga kerajaan besar yang dimaksud ialah Kekuasaan Ustmani (Ottoman Empire) di Turki, Kerajan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India.
Di zaman kemunduran, kerajaan Ustmani terpukul di Eropa, Kerajaan Safawi dihancurkan oleh serangan suku bangsa Afghan, Kerajaan Mughal diperkecil oleh pikiran-pikiran raja-raja India. Kekuatan militer dan kekuatan politik umat Islam menurun. Akhirnya Napoleion di tahun 1798 M menduduki Mesir sebagai salah satu pusat Islam yang terpenting.
Periode Modern (1800 M - sekarang), merupakan zaman kebangkitan umat Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan barat menginsafkan dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa di barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Islam. Raja- raja dan pemuka- pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam kembali. Di periode modern ini lalu timbulnya ide- ide pembaharuan dalam Islam.[1]
BAB II
Pembahasan
ILMU KALAM MASA KINI ; HARUN NASUTION, RASYIDI, HASAN HANAFI, dan ISMAIL FARUQI
- Harun Nasution
1. Riwayat Hidup Harun Nasution
Harun Nasution lahir di Pematang Siantar, Sumatra Utara, 23 September 1919. Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat dasar Hollandsch – In – Landsche School (HIS), ia melanjutkan studi Islam ke tingkat menengah yangbersemangat modernis, Moderne Islamietische Kweekschool (MIK). Karena desakan orang tua ia meninggalkan MIK dan pergi belajar ke Saudi Arabia. Di negeri gurun pasir ini tidak tahan lama dan memilih orang tuanya agar bisa pindah studi ke Mesir. Di negeri Sungai Nil ini Harun mula-mula mendlama Islam di Fakultas Ushuludin, Universitas Al –Azhar, namun ia merasa tidak puas dan kemudian pindah ke Universitar Amerika (Kairo) . Di universitas ini, Harun tidak mendalami Islam, tetapi ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu social. Selama beberapa tahun sempat bekerja di perusahaan Saraski dan kemudian di Konsulat Indonesia karena setamat dari Universitas tersebut dengan ijazah B.A. di kantongnya. Dari Konsulat itulah, putra Batak yang mempersuntng seorang Putri dari Negeri Mesir ini, memulai karir diplomatiknya. Dari Mesir, ia ditark ke Jakarta kemudian diposkan sebagai sekretaris pada Kedutaan Besar Indonesia di Brussel.
Situasi politk dalam negeri Indonesia pada tahun 60-an membuatnya mengundurkan diri pada karir diplomatic dan kembali ke Mesir. Di mesir ia kemmbali menggeluti dunia ilmu di sebuag sekolah tinggi studi Islam, di bawah bimbingan salah seorang ulama’ fiqih Mesir terkemuka, Abu Zahrah. Ketika belajar, di sinilah Harun mendapat tawaran untuk mengambil Studi Islam di Universitas McGill, Kanada. Untuk tingkat Magister di Universitas ini, ia menulis tentang “Pemikiran Negara Islam di Indonesia” , dan untuk disertai Ph.D. ia menulis tentang “Posisi Akal dalam Pemikiran Teologi Muhammad Abduh “. Setelah meraih doctor, Harun kembali ke tanah air dan mencurahkan perhatiannya pada pengembangan pemikiran Islam lewat IAIN. Ia sempat menjadi rector IAIN Jakarta selama 2 periode (1974-1982). Kemudian ia memelopori pendirian pascasarjana unruk Studi Islam di IAIN.[2]
- Pemikiran Kalam Harun Nasution
- Peranan Akal
Bukankah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih problematika akal dalam system teologi Muhammad Abduh sebagai bahan kajian desertasinya d Universitas McGill, Montreal, Kanada. Besar kecilnya peranan akal dalam system teologi suatu aliran sangat menentukan dinamis atau tidaknmya pemahaman seseorang tentang ajaran Islam. Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution menulis demikian, “ Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah, manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan makhluk lain sekitarnya.[3]
Pemakaian akal dalam sejarah Islam bukan terjadi dalam soal – soal keduniaan asaja, tetapi juga dalam soal-soal keagamaan sendiri. Karena Karena ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung masalah keimanan, ibadah, dan hidup kemasyarakatn manusiadikenal dengan muamalah, berjumlah kurang lebih hanya 500 ayat, dan itupun pada umumnya datang dalam bentuk prinsip-prinsip dang garis-garis besar tanpa penjelasan lebih lanjut melalui perincian maupun cara pelaksanaannya, maka akal banyak dipaka dalam masalah iman, ibadah, dan muamalah. Pemaikaian akal yang dilakukan ulama’ terhadap teks ayat al-Qur’an dan hadis disebut jtihad, dan ijtihad – tegasnya pemikiran – merupakan sumber ketiga dalam Islam. Jelasnya, sumber ajaran Islam adalah al-Qur’an, hadis, dan akal. [4]
- Pembaharuan Teologi
Yang dikemukakan di sini adalah dasar-dasar teologis fundamental yang akan meliputi pembahasan tentang Tuhan, alam, dan manusia,
- Tuhan
Tuhan adalah prinsip awal dari segala yang ada. Ia wajib adanya, sedangkan selain – Nya yang biasa disebut alam dan makhluk adalah mungkin adanya.
- Alam
Alam semesta bukanlah realitas terakhir sebagaimana yang disangkakan para lmuwan alam yang sekuler. Alam semesta tak lain hanyalah tanda-tanda dari kekuasaan dan kebesaradaan Tuhan, satu-satunya ansitas yang patut disebut realitas terakhir (The Ultimate Reality).
- Manusia
Secara biologis manusia adalah makhluk yang paling sempurna. Ia merupakan hasil akhir dari proses penciptaan evolusi dalam semesta. Manusia adalah makhluk dua dimensional. Di satu pihak ia terbuat dari tanah yang menjadikannya makhluk fisik, di pihak lain ia juga makhluk spiritual karena ditiupkannya ruh Tuhan. Dengan demikian manusia menduduki posisi yang unik antara alam semesta dan Tuhan, yang memungkinkan berkomunikasi dengan keduanya.[5]
Pembaharuan teologi, yang menjadi predikat Harun Nasution,
pada dasarnya dibangn atas asumsi bahwa keterbelakangandan kemunduran umat Islam Indonesia (juga dimana saja) adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi mereka. Pendangan ini serupa dengan pandangan kaum modernis lain pendahulunya (Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Al- Afghani, Sayid Amer Ali, dan lainnya) yang memandang perlu untuk kembali kepada teologi Islam yang sejati. Dengan demikian, jika hendak mengubah nasib umat Islam, menurut Harun Nasution, umat Islam hendaklah mengubah teologi mereka menuju teologi yang berwatak free-will, rasional, serta mandiri.[6]
- Hubungan Akal dan Wahyu
Akal mempunyai kedudukan tinggi dalam al-Qur’an. Dalam pemikiran
Islam baik di bidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi di bidang fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akan tetap tunduk kepada teks wahyu. Akal dipakai untuk memahami teks wahyu.[7]
Nalar dan Wahyu
Dilihat sepintas, filsafat tidak berguna di samping agama. Mengapa? Karena filsafat adalah usaha akal manusia, sedangkan agama berdasarkan wahyu Tuhan. Dan seperti yang ditulis Harun Nasution, “ Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolute dan mutlak benar, sedangkan pengetahuan yang diperoleh akal berfikir relative, mungkin benar dan mungkin salah.”[8]
- H.M Rasyidi
1. Riwayat H.M . Rasyidi
Dalam konteks kajian akademik Islam Indonesia, orang akan sulit mengesampingkan H.M. Rasyidi, lulusan lembaga pendidikan Islam di Mesir yang melanjutkan ke Paris, dan kemudian memperoleh pengalaman mengajar di Kanada. Lepas dari retorika-retorika anti baratnya, orang tak akan luput mendapati bahwa hampi keseluruhan konstruksi akademiknya dibangun atas dasar unsure-unsur yang ia dapatkan dari Barat. Dialah yang berpengaruh dalam usaha mengirimkan para lulusan IAIN atau sarjana lainnya ke Montreal sehingga banyak orang yang benar-benar berterima kasih kepadanya. Dan apa yang telah dirintisnya itu kemudian diteruskan dalam skala yang lebih besar dan penuh harapan oleh Munawir Sjadzali.[9]
2. Pemikiran Kalam H.M. Rasyidi
Pemikiran kalam Rasyidi dapat ditelusuri dari kritkan-kritikan yang dialamatkan kepada Harun Nasution dan Nurcholis Madjid.
- Tentang Perbedaan Ilmu Kalam dan Teologi
Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu kalam dan teologi. Menurunya, orang Barat memakai istilah teologi untuk menunjukkan tauhid atau kalam karena mereka tak memiliki istilah lain.
- Tema-tema ilmu Kalam
Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik Rasyidi adalah deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat Islam sekarang, khususnya di Indonesia. Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa menonjolkan perbedaan penndapat Asya’ariyah dan Mu’tazilah, sebgaimana dilakukan Harun Nasution, akan melemahkan iman para mahasiswa.
- Hakikat Iman
Bagian ini adalah kritikan Rsayidi terhadap diskripsi iman yang diberikan Nuschols Madjid, yakni “percaya dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Dan sikap apresiatif kepada Tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang. Sikap ini disebut takwa. Takwa diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan Tuhan. Apresiasi ketuhanan membutuhkan kesadaran ketuhanan yang menyeluruh, sehingga menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan Tuhan.” Perlu dijelaskan di sini bahwa bersatunya seseorang dengan Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah dicapai, mungkin hanya seorang saja dari sejuta orang. Jadi, yang lebih penting dari aspek penyatuan itu adalah kepercayaan, ibadah, dan kemasyarakatan.[10]
- Hasan Hanafi
- Riwayat Singkat Hidup Hasan Hanafi
Hanafi dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1935 di Kairo. Ia berasal dari keluarga musisi. Pendidikannya diawali pada tahun 1948 dengan menamatkan pendidikan tingkat dasar, dan melanjutkan studinya di Madrasah Tsanawiyah Khalil Agha, Kairo yang diselesaikannya empat tahun.[11]
HasanHanafi adalah seorang intelektual sekaligus ideolog muslim berkebangsaa Mesir yang sangat produktif. Meskipun di negaranya sendiri ia kurang diterima bahkan dikecam oleh kelompok Islam – yang oleh Komarudin Hidayat disebut konservatis – skripturalis- ia sempat meluangkan gagasan-gagasannya dalam buku-buku yang rata-rata ditulis dengan amat serius dan memenuhi standar akademis. Semua karya Hanafi tersebut adalah serangkaian pekerjaan besarnya yang disebut dengan istilah proyek tradisi dan pembaharuan (al –Turatswa al- Tajdid)[12].
b. Pemikiran Kalam Hasan Hanafi
1. Kritik Terhadap Teologi Tradisional
Masyarakat terbagi ke dalam 2 tipe. Pertama, masyarakat tradisional dimana tradis menjadi sumber inspirasi, menjadi pembawa system-sistem nilai dan suatu argument bagi otoritas. Masyarakat di Asia, Afrika, dan Amerika Latin adalah bagian dari tipe ini, dimana tradisi menjadi aliran utama dalam kesadaran bersejarah. Dalam masyarakat ini, perkembangan tidak bisa terjadi tanpa mempertimbangkan tradisi-tradisi kehidupan yang memberi weltanschauung pada mayarakat dan menentukan penggerak mereka untuk bertindak [13]
Sebuah sekte kepercayaan bukanlah kehendak doktrin yang sederhana, tetapi ini diambil oleh sebuah sekte (firqah), sebuah kukuasaan politik baik itu di dalam opsisi atau di dalam otoritas. Ada 3 macam oposisi : underground, bekerja dari dalam (Syi’ah), aboveground, yang bekerja dari luar (Khawarij), dan mereka yang bekerja dari luar juga dari dalam (Mu’tazilah).[14]
Dalam gagasannya tentang rekronstruksi tradisional Hanafi menegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat konseptual system kepercayaan sesuai dengan perubahan konteks politik yang terjadi. Secara praktis, Hanafi juga menunjukkan bahwa teologi tradisional tidak dapat menjadi sebuah “pandangan yang benar-benar hidup” dan memberi motivasi tindakan dalam kehidupan konkret umat manusia. Secara praktis, teologi tradisional gagal menjadi ideology yang sungguh- sungguh fungsional bagi kehidupan nyata masyarakat muslim.[15]
2. Rekontruksi Teologi
Melihat sisi-sisi kelemahan teologi tradisional, Hanafi lalu mengajukan saran rekontruksi teologi. Langkah melakukan rekontruksi teologi dilatar belakangi oleh tiga hal :
Pertama, kebutuhan akan adanya sebuah ideology yang jelas di tengah-tengah pertarungan global antara berbagai teologi.
Kedua, pentingnya teologi baru ini bukan semata pada sisi teoritisnya, melainkan juga terletak pada kepentingan praktis untuk secara nyata mewujudkan teologi sebagai gerakan dalam sejarah.
Ketiga, kepentingan teologi yang bersifat praktis yaitu secar nyata diwujudkan dalam realitas melalui realisasi tauhid dalam dunia Islam.
Selanjutnya Hanafi menawarkan dua hal untuk memeperoleh kesempurnaan teori ilmu dalam teologi Islam yaitu :
Pertama, analisis bahasa, bahasa serta istilah-istilah dalam teologi tradisional adalah warisan nenek oyang di bidang teologi, yang merupkan bahasa khas yang seolah-olah menjadi ketentuan sejak dulu.
Kedua, analisis realitas, analisis ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang histories-historis munculnya teologi di masa lalu, dan berguna untuk menentukan kea rah mana teologi kontemporer harus diorientasikan.[16]
Teologi Klasik dan Teologi Pembebasan
Secara klasik, teologi atau corak kalam Hasan Hanafi lebih dekat kepada Mu’tazilah, dengan cirri-ciri sebagai berikut :
- Dalam menggunakan akal, Hanafi yakin bahwa akal mampu memecahkan berbagai persoalan kehidupan manusia.
- Wahyu dalam teologi Mu’tazilah berfungsi srbagai pandang akal, karena tidak semua yang baik dan buruk dapat diketahui akal.
- Kehendak bebas dan takdir. Menurut Hanafi jika manusia ada menrut kehendaknya, tidak mungkin ia akan memahami determinisme.
- Teori perbuatan. Hanafi berpendapat bahwa manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas perbuatan-perbuatan yang dilakukannya di dunia.
- Kehidupan ssudah mati. Umumnya, para ulama’ berpendapat bahwa surga dan neraka itu abadi.
- Kenabian. Adanya nabi bagi Hanfi bukanlah sesuatu yang wajib.[17]
- Ismail Faruqi
1. Riwayat Singkat Ismail Faruqi
Ismail Raj’I al – Faruqi adalah cendekiawan yang produktif memformulasikan Islam bagi kemajuan di masa modern. Ia lahir pada tanggal 1 Januari 1921 di Jaffa, Palestina, Pendidikan awalnya di tempuh di College de Freres sejak tahun 1926-1936. Gelar sarjana muda dalam bidang filsafat diraihnya di American University di Birut 1941. al- Faruqi kemudian menjadi pegawai pemerintahan Pelestina yang berada di bawah mandate Inggris selama 4 tahun, dan kemudian menjadi gubernur Galilee yang terakhir. Dengan jatuhnya provins ini ke tangan Israel tahun 1947, al- Faruqi memutuskan berghijrah ke Amerika pada tahun 1948.
Tahun 1949, al-Faruqi memulai karir akademisnya di AS dengan meraih gelar M.A. dalam bidang filsafat dari Indiana University dengan tesisnya berjudul “ Tenyang Pembenaran Tuhan : Metafisika dan Epistemologi.” Dari universitas yang sama, ia memperoleh gelar doctor pada tahun 1952.
Al-Faruqi mulai mengajar di McGillUniversity, Kanada, tahun 1959, dan secara intensif ia mempelajari Yudaisme dan Kristen. Tahun 1961 sampai 1963, al-Faruqi pindah ke Karachi, Pakistan, untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan Central Institute for Research dan jurnalisme Islamic Studies. Saat kembali ke AS, al-Faruqi mengajar di School of Divinity, Universitas of Chichago, dan selanjutnya memulai program Islam di Syrakus University, New York. Tahun 1968 ia pindah ke Temple University, Philadelphia, sebagai guru besar agama dan mendirikan pusat kajian Islam. Ia menetap di universitas ini sampai akhir hayatnya.
Hidup Ismail Faruqi berakhir tragis setelah ia dan isterinya, Lamya Faruqi, secara brutal dibunuh pembunuh gelap di rumahnya di Philadelphia apada tanggal 27 Mei 1986. Beberapa pengamat menduga bahwa pembunuhan itu dilakuakan oleh Zionis Yahudi karena proyek Faruqi yang dikerjakan intens untuk kemajuan Islam.
2. Pemikiran Kalam Al-Faruqi
- Tauhid sebagai inti pengalaman agama
- Tauhid sebagai pandangan dunia
- Tauhid sebagai intisari Islam
- Tauhid sebagai prinsip sejarah
- Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
- Tauhid sebagai prinsip metafisika
- Tauhid sebagai prinsip etika
- Tauhid sebagai prinsip tata social
- Tauhid sebagai prinsip ummah
- Tauhid sebagai prinsip keluarga
- Tauhid sebagai prinsip tata politik
- Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi
- Tauhid sebagai prinsip estetika[18]
BAB III
PENUTUP
Sekarang telah lebih dari searus lima puluh tahun semnjak usaha – usaha pembaharuan dimulai pada pembukaan abad ke – 19. Hasil Hasil pemikiran para pemimpim pembaharuan yang pada mulanya mencapai tantangan telah banyak diamalkan terutamanya pada abad ke-20 ini.
Proses pembaharuan yang terjadi di kalangan umat Ialam akan terus berjalan sepanjang zaman . Islam tidak menghalangi pembahruan yang tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang dibawa wahyu.[19]
DAFTAR PUSTAKA
Rozak, Abdul, M.Ag., Anwar Rosihon, M.Ag, Ilmu Kalam, CV.Pustaka Setia, Bandung. 2010
Nasution, Harun, DR. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah dan Gerakan , PT.Bulan Bintang. 1992
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam, PT.Bulan Bintang. 2003
Nasution Harun, DR. Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Mizan. 1996
Saefudin, Didin, Pemikiran Modern Pot Modern Islam ; Biografi 17 Tokoh, PT. Grasindo Jakarta, 2003
Kertanegara, Mulyadi, Teologi Islam Rasional, Apresiasi terhadap Wacana dan Praksis Harun Nasution, Ciputat Pers. 2002
Hasan Hanafi, Profesor filsafat di Cairo University, Bongkar Tafsir, Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik, Prisma Sophie. 2005
[1] Harun Nasution, “Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan”, 3-6
[2] Harun Nasution, “Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran”, 5-6
[3] Abdul Razak, Rosihun Anwar, “Ilmu Kalam”, 241
[4] Harun Nasution, “ Islam Rasional , Gagasan dan Pemikiran”, 56
[5] Mulyadi Kertanegara, “Teologi Islam Rasional, Apresiasi terhadap Wacana dan Praksis Harun Nasution, 97 - 104
[6] Abdul Razak, Rosihun Anwar, “Ilmu Kalam”, 242
[7] Ibid, 243
[8] Franz Magnis Suseno, “Teologi Islam Rasional, Apresiasi terhadap Wacana dan Praksis Harun Nasution, 126
[9] Abdul Razak, Rosihun Anwar, “Ilmu Kalam”, 238
[10] Ibid. 241-243
[11] Ibid. 233-234
[12] Didin Saefudin, “Pemikiran Modern Pot Modern Islam ; Biografi 17 Tokoh”.
[13] Hasan Hanafi, Profesor filsafat di Cairo University, “Bongkar Tafsir, Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik”, 9
[14] Ibid. 80
[15] Abdul Razak, Rosihun Anwar, “Ilmu Kalam”, 234-235
[16] Ibid, 237-238
[17] Didin Saefudin, “Pemikiran Modern Pot Modern Islam ; Biografi 17 Tokoh”.
[18] Abdul Razak, Rosihun Anwar, “Ilmu Kalam”, 230-233
[19] Harun Nasution, “Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan”, 208-209
0 Response to "MAKALAH PEMBAHARUAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM"
Post a Comment