SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM MASA BANI UMAIYYAH
Thursday, 14 February 2013
Add Comment
TOPIK :
Sejarah Pendidikan Islam
Masa Bani Umayyah
Sejarah pendidikan Islam pada hakekatnya sangat berkaitan erat
dengan sejarah Islam. Periodesasi pendidikan Islam selalu berada dalam periode
sejarah Islam itu sendiri. Secara garis besarnya Harun Nasution membagi sejarah
Islam ke dalam tiga periode. Yaitu periode Klasik, Pertengahan dan
Modern. Kemudian perinciannya dapat dibagi lima periode, yaitu:
Periode Nabi Muhammad SAW (571-632 M), periode Khulafa ar Rasyidin (632-661 M),
periode kekuasaan Daulah Umayyah (661-750 M), periode kekuasaan Abbasiyah
(750-1250 M) dan periode jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad
(1250-sekarang).[1]
Dalam makalah ini penulis mencoba untuk menggambarkan tentang pola
pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah.
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota
negara dipindahkan Muawiyyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa
sebagai gubernur sebelumnya. Muawwiyah Ibn Abi Sofyan adalah pendiri Dinasti
Umayyah yang berasal dari suku Quraisy keturunan Bani Umayyah yang merupakan
khalifah pertama dari tahun 661-750 M, nama lengkapnya ialah Muawwiyah bin Abi
Harb bin Umayyah bin Abdi Syam bin Manaf.[2]
Setelah Muawwiyah diangkat jadi khalifah ia menukar sistem
pemerintahan dari Theo Demikrasi menjadi Monarci(Kerajaan/Dinasti)
dan sekaligus memindahkan Ibu Kota Negara dari Kota Madinah ke Kota
Damaskus. Muawwiyah lahir 4 tahun menjelang Nabi Muhammad SAW
menjalankan Dakwah Islam di Kota Makkah, ia beriman dalam usia muda dan ikut
hijrah bersama Nabi ke Yastrib. Disamping itu termasuk salah seorang
pencatat wahyu, dan ambil bagian dalam beberapa peperangan bersama Nabi.[3]
Pada dinasti Umayyah perluasan daerah Islam sangat luas sampai ke
timur dan barat. Begitu juga dengan daerah Selatan yang merupakan tambahan dari
Daerah Islam di zaman Khulafa ar Rasyidin yaitu: Hijaz, Syiria, Iraq, Persia
dan Mesir.
Seiring dengan itu pendidikan pada priode Danasti Umayyah telah
ada beberapa lembaga seperti: Kuttab, Masjid dan Majelis
Sastra. Materi yang diajarkan bertingkat-tingkat dan
bermacam-macam. Metode pengajarannya pun tisak
sama. Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai
bidang tertentu.[4]
- Pola Pendidikan Islam Pada Priode Dinasti Umayyah
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi.
Desentrasi artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja
tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring
dengan ekspansi teritorial.[5] Sistem
pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan standar umur. Kajian
ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah,
Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak),
Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang
dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu
pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, maupun seni suara.[6]
Pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah telah
berkembang bila dibandingkan pada masa Khulafa ar Rasyidin yang ditandai dengan
semaraknya kegiatan ilmiah di masjid-masjid dan berkembangnya Khuttab serta Majelis
Sastra. Jadi tempat pendidikan pada periode Dinasti Umayyah adalah:
- Khuttab
Khuttab atau Maktab berasal dari kata dasar kataba yang
berarti menulis atau tempat menulis, jadi Khuttab adalah tempat belajar
menulis. Khuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca,
menghafal Al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam.[7]
2. Masjid
Setelah pelajaran anak-anak di khutab selesai mereka melanjutkan
pendidikan ke tingkat menengah yang dilakukan di masjid. Peranan
Masjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi
setiap orang yang merasa dirinya tetap dan mampu untuk memberikan atau mengajarkan
ilmunya kepada orang-orang yang haus akan ilmu pengetahuan.
Pada Dinasti Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat
menengah dan tingkat tinggi setelah khuttab. Pelajaran yang
diajarkan meliputi Al Quran, Tafsir, Hadist dan Fiqh. Juga diajarkan
kesusasteraan, sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan.
Diantara jasa besar pada periode Dinasti Umayyah dalam
perkembangan ilmu pengetahuan adalah menjadikan Masjid sebagai pusat aktifitas
ilmiah termasuk sya’ir. Sejarah bangsa terdahulu diskusi dan akidah. Pada
periode ini juga didirikan Masjid ke seluruh pelosok daerah Islam. Masjid
Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah selalu menjadi tumpuan penuntut
ilmu diseluruh dunia Islam dan tampak juga pada pemerintahan Walid ibn Abdul Malik
707-714 M yang merupakan Universitas terbesar dan juga didirikan Masjid
Zaitunnah di Tunisia yang dianggap Universitas tertua sampai sekarang.[8]
Pada Dinasti Umayyah ini, masjid sebagai tempat pendidikan terdiri
dari dua tingkat yaitu: tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat
menengah guru belumlah ulama besar sedangkan pada tingkat tinggi gurunya adalah
ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman dan keahliannya. Umumnya
pelajaran yang diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang, baik di
Khuttab atau di Masjid tingkat menengah. Sedangkan pada tingkat pelajaran yang
diberikan oleh guru adalah dalam satu Halaqah yang dihadiri
oleh pelajar bersama-sama.
3. Majelis Sastra
Majelis sastra merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh
khalifah dihiasi dengan hiasan yang indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan
dan ulama terkemuka. Menurut M. Al Athiyyah Al Abrasy “Balai-balai
pertemuan tersebut mempunyai tradisi khusus yang mesti diindahkan seseorang
yang masuk ketika khalifah hadir, mestilah berpakaian necis bersih dan rapi,
duduk di tempat yang sepantasnya, tidak tertawa terbahak-bahak, tidak meludah,
tidak mengingus dan tidak menjawab kecuali bila ditanya. Ia tidak
boleh bersuara keras dan harus bertutur kata dengan sopan dan memberi
kesempatan pada sipembicara menjelaskan pembicaraannya serta menghindari
penggunaan kata kasar dan tawa terbahak-bahak. Dalam balai-balai pertemuan
seperti ini disediakan pokok-pokok persoalan untuk dibicarakan, didiskusikan
dan diperdebatkan”.[9]
4. Pendidikan Istana
Pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus
bagi anak-anak khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada
pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali
pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan
pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.[10]
Pada periode Dinasti Umayyah ini terkenal sibuk dengan pemberontakan
dalam negeri dan sekaligus memperluas daerah kerajaan tidak terlalu banyak
memusatkan perhatian pada perkembangan ilmiah, akan tetapi muncul beberapa
ilmuwan terkemuka dalam berbagai cabang ilmu seperti yang dikemukana oleh Abd.
Malik Ibn Juraid al Maki dan cerita peperangan serta syair dan Kitabah.[11]
Dibidang syair yang terkenal dikalangan orang Arab diantaranya
adalah tentang pujian, syairnya adalah:
Artinya : “Engkau adalah pengendara kuda
yang paling baik, engkau adalah orang yang pemurah di atas dunia ini”
Periode Dinasti Umayyah pada bidang pendidikan, adalah menekankan
ciri ilmiah pada Masjid sehingga menjadi pusat perkem\bangan ilmu pengetahuan
tinggi dalam masyarakat Islam. Dengan penekanan ini di Masjid diajarkan
beberapa macam ilmu, diantaranya syair, sastra dan ilmu
lainnya. Dengan demikian periode antara permulaan abad ke dua hijrah
sampai akhir abad ketiga hijrah merupakan zaman pendidikan Masjid yang paling
cemerlang.
Nampaknya pendidikan Islam pada masa periode Dinasti Umayyah ini
hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa ar Rasyiddin. Hanya
saja memang ada sisi perbedaan perkembangannya. Perhatian para
Khulafa dibidang pendidikan agaknya kurang memperhatikan perkembangannya
sehingga kurang maksimal, pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah,
tetapi oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang
mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah
hampir tidak ditemukan. Jadi sistem pendidikan Islam ketika itu
masih berjalan secara alamiah karena kondisi ketika itu diwarnai oleh
kepentingan politis dan golongan.
Walaupun demikian pada periode Dinasti Umayyah ini dapat
disaksikan adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam
bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai
kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, ilmu tata laksana dan seni
bangunan. Pada umumnya gerakan penerjemahan ini terbatas keadaan
orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas dorongan negara dan
tidak dilembagakan. Menurut Franz Rosenthal orang yang pertama kali
melakukan penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid cucu dari Muawwiyah.[12]
Selain kemajuan seperti di atas ilmu pengetahuan yang berkembang
pada masa ini adalah:
1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an,
Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn
Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang
membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al
Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segla ilmu yang
mempelajari bahasa, nahu, saraf, dan lain-lain.
4. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang
pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi,
ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.[13]
- Tokoh-tokoh Pendidikan pada masa Bani Umayyah
Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari
ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir,
hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
1. Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak
bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah. Pada
masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan
Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam.
Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah
bin Salam, Ibnu Juraij.
2. Ulama-ulama Hadist: Kitab bacaan satu-satunya ialah
al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya
diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari
hafalan uru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan
begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat
hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut
istillah kita sekarang. Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan
hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah
bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin
Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist).
3. Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih
pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin
Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid kemudian diikuti oleh murid-murid
mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As
Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman
(wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.
4. Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti
Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal
berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun
muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini
muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri
(w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun,
Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710). sebegitu jauh
kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi
wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik.[14]
Sesungguhnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti
dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama
umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri,
dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak.
Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 794/709) adalah seorang orator dan penyair
yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku
tentang astronomi, kedokteran, dan kimia.[15]
- Madrasah/University Pada Masa Bani Umayyah
Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan
menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan
guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah
tersebar di kota-kota besar sebagai berikut: di kota Mekkah dan Madinah
(HIjaz),di kota Basrah dan Kufah (Irak), di kota Damsyik dan Palestina (Syam),
di kota Fistat (Mesir). Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah
adalah sebagai berikut:
1) Madrasah Mekkah: Guru pertama yang
mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal.
Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam.
Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah,
lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra.
Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh
negeri Islam.
2) Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih
termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal
sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
3) Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang
termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa
Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan
Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh,
juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja
mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang
banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.[16]
4) Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud
di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq,
‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang
menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja
belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan
saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.
5) Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam
(Syria) menjadi sebagian Negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama
Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu
melahirkan imam penduduk Syam, yaituAbdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat
ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai
ke Magrib danAndalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar
pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
6) Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi
negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah
madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir
lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja
menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga
dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf
meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak
sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya. Karena
pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri tempat
tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan
ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah,
pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah
seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota
di Negara Islam.[17]
[5]Minggu, 25 Desember 2011,
http://karyaulama.blogspot.com/2008/04/pola-pendidikan-Islam-periode-dinasti.html
[10]Minggu, 25
Desember 2011, http://karyaulama.blogspot.com/2008/04/pola-pendidikan-Islam-periode-dinasti.html
0 Response to "SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM MASA BANI UMAIYYAH"
Post a Comment