SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM MASA ABASIYAH
Wednesday, 20 February 2013
Add Comment
Sejarah Pendidikan Islam
Masa Abbasiyah
Sejarah pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam,
karena proses pendidikan Islam sejatinya telah berlangsung sepanjang sejarah
Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam itu
sendiri. Melalui sejarah Islam pula, umat Islam bisa meneladani model-model
pendidikan Islam di masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan
ulama-ulama sesudahnya. Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah
dan universitas, sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam
sesungguhnya sudah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal,
diantaranya adalah masjid.
Masjid pada masa Nabi bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi juga
sebagai tempat menyiarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak dan orang-orang
dewasa, disamping sebagai tempat peradilan, tempat berkumpulnya tentara dan
tempat menerima duta-duta asing. Bahkan di masa Dinasti Umayyah dan Dinasti
Abbasiyah, masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi dengan
berbagai macam fasilitas pendidikan seperti tempat belajar, ruang perpustakaan
dan buku-buku dari berbagai macam disiplin keilmuan yang berkembang pada saat
itu. Sebelum al-Azhar didirikan di Kairo, sesungguhnya sudah banyak masjid yang
dipakai sebagai tempat belajar, tentunya dengan kebijakan-kebijakan penguasa
pada saat itu.
Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama pada
masa Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, mayoritas umat muslim sudah bisa membaca
dan menulis dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik. Pada
masa ini murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang
ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah. Pendidikan di
tingkat dasar ini diselenggarakan di masjid, dimana al-Quran merupakan buku
teks wajib. Pada tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan
yang lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada tingkat
pendidikan dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan
spesialisasi, pendalaman dan analisa.
B. PEMBAHASAN
1. Tujuan pendidikan pada masa Abbasiyah
Pada masa Nabi masa khoilfah rasyidin dan umayah, tujuan
pendidikan satu saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah
dan mengharap keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah tujuan pendidikan itu
telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu. Tujuan itu dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Tujuan keagamaan dan akhlak
Sebagaiman pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar membaca
atau menghafal Al-Qur’an, ini merupakan suatu kewajiban dalam agama, supaya
mereka mengikut ajaran agama dan berakhlak menurut agama.
b. Tujuan kemasyarakatan
Para pemuda pada masa itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka
dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh dengan
kejahilan menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat
yang mundur menuju masyarakat yang maju dan makmur. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka ilmu-ilmu yang diajarkan di Madrasah bukan saja ilmu agama dan
Bahasa Arab, bahkan juga diajarkan ilmu duniawi yang berfaedah untuk kemajuan
masyarakat.
c. Cinta akan ilmu pengetahuan
Masyarakat pada saat itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa
selain dari pada memperdalam ilmu pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh
negeri islam untuk menuntut ilmu tanpa memperdulikan susah payah dalam
perjalanan yang umumnya dilakukan dengan berjalan kaki atau mengendarai
keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk memuaskan jiwanya untuk menuntut ilmu.
d. Tujuan kebendaan
Pada masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan
yang layak dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat
kemegahan dan kekuasaan di dunia ini, sebagaimana tujuan sebagian orang pada
masa sekarang ini.[1]
2. Tingkat-tingkat Pengajaran
Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat,
yaitu:
- Tingkat
sekolah rendah,
namanya Kuttab sebagai tempat belajar bagi anak-anak. Di samping Kuttab
ada pula anak-anak belajar di rumah, di istana, di took-toko dan di
pinggir-pinggir pasar. Adapun pelajaran yang diajarkan meliputi: membaca
Al-Qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok ajaran islam, menulis, kisah orang-orang
besar islam, membaca dan menghafal syair-syair atau prosa, berhitung, dam
juga pokok-pokok nahwu shorof ala kadarnya.[2]
- Tingkat
sekolah menengah,
yaitu di masjid dan majelis sastra dan ilmu pengetahuan sebagai sambungan
pelajaran di kuttab. Adapun pelajaran yang diajarkan melipuri: Al-Qur’an,
bahasa Arab, Fiqih, Tafsir, Hadits, Nahwu, Shorof, Balaghoh, ilmu pasti,
Mantiq, Falak, Sejarah, ilmu alam, kedokteran, dan juga music.
- Tingkat
perguruan tinggi,
seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid
dan lain-lain. Pada tingkatan ini umumnya perguruan tinggi terdiri dari
dua jurusan:
1) Jurusan ilmu-ilmu agama dan Bahasa
Arab serta kesastraannya. Ibnu Khaldun menamainya ilmu itu dengan Ilmu
Naqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Tafsir Al-Qur’an,
Hadits, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghoh, dan juga Bahasa Arab.
2) Jurusan ilmu-ilmu hikmah
(filsafat), Ibnu Khaldun menamainya dengan Ilmu Aqliyah. Ilmu yang diajarkan
pada jurusan ini meliputi: Mantiq, ilmu alam dan kimia, Musik, ilmu-ilmu pasti,
ilmu ukur, Falak, Ilahiyah (ketuhanan), ilmu hewan, dan juga kedokteran.[3]
3. Perkembangan ilmu pengetahuan di masa
Abbasiyah
Pada masa abbsiyah ini terdapat perkembangan ilmu pengetahuan,
antara lain sebagai berikut:
- Menerjemahkan
buku-buku dari bahasa asing (Yunani,Syiria Ibrani, Persia, India, Mesir,
dan lain-lain) ke dalam bahasa Arab. Buku-buku yang diterjemahkan meliputi
ilmu kedokteran, mantiq (logika), filsafat, aljabar, pesawat, ilmu ukur,
ilmu alam, ilmu kimia, ilmu hewan, dan ilmu falak.
- Pengetahuan
keagamaan seperti fikih, usul fikih, hadis, mustalah hadis, tafsir, dan
ilmu bahasa semakin berkembang karena di zaman Bani Umayyah usaha ini
telah dirintis. Pada masa ini muncul ulama-ulama terkenal seperti Imam Abu
Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Hambali, Imam Bukhari, Imam
Muslim, Hasan Al Basri, Abu Bakar Ar Razy, dan lain-lain.[4]
- Sejak
upaya penerjemahan meluas, kaum muslim dapat mempelajari ilmu-ilmu
ilmu-ilmu itu langsung dalam bahasa arab sehingga muncul sarjana-sarjana
muslim yang turut memperluas peyelidikan ilmiah, memperbaiki atas
kekeliruaan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan menciptakan
pendapat-pendapat atau ide baru. Tokoh-tokohnya antara lain sebagai
berikut :
Ilmuwan untuk mengungkap rahasia alam, yang dimulai dengan mencari
manuskrip-manuskrip klasik peninggalan ilmuwan Yunani Kuno, seperti karya
Aristoteles, Plato, Socrates, dan sebagainya. Manuskrip-manuskrip tersebut kemudian
dibawa ke Baghdad, lalu diterjemahkan dan dipelajari di perpustakaan yang
merangkap sebagai lembaga penelitian, Baitul Hikmah, sehingga melahirkan
pemikiran-pemikiran baru.
Dalam bidang filsafat antara lain tercatat Al-Kindi, Al- Farabi,
Ibnu Sina (Avicenna) dan Ibnu Rusydi (Averroes). Di bidang sains ada
Al-Farghani, Al-Biruni, Al-Khawarizmi, Umar Khayyam dan Al-Thusi. Di bidang
kedokteran tercatat nama Al-Thabari, Ar-Razi (Rhazes), Ibnu Sina dan Ibnu
Rusydi (Averroes). Di bidang ilmu kimia terkenal nama Ibnu Hayyan. Di bidang
optika ada Ibnu Haytsam. Di bidang geografi ada Al-Khawarizmi, Al-Ya’qubi, dan
Al-Mus’udi. Dalam bidang ilmu kedokteran hewan ada Al-Jahiz, Ibnu Maskawaihi,
dan Ikhwanussafa, Ibnu Sina dan seterusnya yang tidak muat lembaran ini jika
diurut satu persatu.
Dalam bidang ilmu fiqih terkenal nama Abu Hanifah, Malik bin Anas,
Al-Syafi’ie, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam ilmu kalam ada Washil bin Atha, Ibnu
Huzail, Al-Asy’ari, dan Maturidi. Dalam ilmu Tafsir ada Al-Thabari dan
Zamakhsyari. Dalam ilmu hadits, yang paling populer adalah Bukhari dan Muslim.
Dalam ilmu tasawuf terdapat Rabi’ah Al- Adawiyah, Ibnu ‘Arabi, Al-Hallaj, Hasan
al-Bashri, dan Abu Yazid Al-Bustami.[5]
- Sejak
Akhir abd ke-10, muncul sejumlah tokoh wanita dibidang ketatanegaraan dan
politik seperti Khaizura, Ulayyah, Zubaidah, dan Bahrun. Di bidang
kesusastraan dikenal Zubaidah dan Fasl. Di bidang Sejarah, muncul
Shalikhah Shuhda. Di bidang kehakiman, muncul Zainab Umm Al Muwayid. D I
bidang seni musik, Ullayyah dikenal dan sangat tersohor pada waktu itu.
- Pada
masa bani Abbasiyah, juga terjadi kemajuaan di bidang perdagangan dan
melalui ketiga kota ini dilakukan usaha ekspor impor. Hasil idustri yang
diekspor ialah permadani, sutra, hiasan, kain katun, satin, wool, sofa,
perabot dapu atau rumah tangga, dan lain-lain.
- Bidang
pendidikan mendapat perhatian yang sangat besar. Sekitar 30.000 masjid di
Bagdad berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran pada tingkat
dasar. Perkembangaan pendidikan pada masa bani abbasiyah dibagi 2 tahap.
Tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai dengan ke-10 M ) perkembangan
secara alamiah disebut juga sebagai system pendidikan khas Arabia. Tahap
kedua (abad ke 11) kegiatan pendidikan dan pengajaran diatur oleh
pemerintah dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsur non-Arab.[6]
4. Kurikulum Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Kurikulum yang dikembangkan dalam pendidikan Islam saat itu, yaitu
: pertama, kurikulum pendidikan tingkat dasar yang terdiri dari pelajaran
membaca, menulis, tata bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar Matematika dan
pelajaran syair. Ada juga yang menambahnya dengan mata pelajaran nahwu dan
cerita-cerita. Ada juga kurikulum yang dikembangkan sebatas menghapal Al-Quran
dan mengkaji dasar-dasar pokok agama.
Berikut sebuah riwayat yang bisa memberikan gambaran tentang
kurikulum pendidikan pada tingkat dasar pada saat itu. Al Mufadhal bin Yazid
menceritakan bahwa pada suatu hari ia berjumpa seorang anak-anak laki dari
seorang baduwi. Karena merasa tertarik dengan anak itu, kemudian ia bertanya
pada ibunya. Ibunya berkata kepada Yazid: “…apabila ia sudah berusia lima tahun
saya akan menyerahkannya kepada seorang muaddib (guru), yang akan
mengajarkannya menghapal dan membaca Al-Quran lalu dia akan mengajarkannya
syair. Dan apabila dia sudah dewasa, saya akan menyuruh orang mengajarinya naik
kuda dan memanggul senjata kemudian dia akan mondar-mandir di lorong-lorong
kampungnya untuk mendengarkan suara orang-orang yang minta pertolongan…”.
Kedua, kurikulum pendidikan tinggi. Pada pendidikan tinggi,
kurikulum sejalan dengan fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk
memperdalam masalah agama, menyiarkan dan mempertahankannya. Akan tetapi bukan
berarti pada saat itu, yang diajarkan melulu agama, karena ilmu yang erat
kaitannya dengan agama seperti bahasa, sejarah, tafsir dan hadis juga diajarkan.[7]
C. PENUTUP
Demikianlah sedikit uraian tentang Sejarah Pendidikan Islam
pada masa Abbasiyah. Tentunya tulisan ini masih sangat jauh untuk mengungkap
secara detail dan sempurna tentang Sejarah Pendidikan Islam pada masa
Abbasiyah. Untuk itu penulis yakin makalah ini masih membutuhkan banyak koreksi
dan masukan. Sebagai penutup penulis berharap makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada pembaca.
Daftar Pustaka
Basri, Hasan, M.Nur. Peran Islam dalam Kemajuan Eropa.
Serambi Indonesia. edisi 19 Maret 2001.
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik Perkembangan
Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Prenada Media.
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah
II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yunus, Mamud. 1990. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT.
Hidakarya Agung.
Zuhairini, Moh. Kasiran. dkk. 1985. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta: DEPAG.
[1] Mamud Yunus. 1990. Sejarah Pendidikan
Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Hlm. 46
[2] Badri Yatim. 2000. Sejarah Peradaban
Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 54
[3] Musyrifah Sunanto. 2004. Sejarah Islam
Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Prenada Media. Hlm.
57.
[4] Zuhairini, Moh. Kasiran. dkk. 1985. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: DEPAG. Hlm. 88
0 Response to "SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM MASA ABASIYAH"
Post a Comment