MAKALAH FIQIH TENTANG ABORSI
Sunday, 23 September 2012
Add Comment
ABORSI DALAM SUDUT
PANDANG ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Dunia tidak hanya telah diporak - porandakan oleh peperangan politis, keberingasan kriminal ataupun ketergantungan akan obat bius, tetapi juga datang dari jutaan ibu yang mengakhiri hidup janinnya. Aborsi telah menjadi penghancur kehidupan umat manusia terbesar sepanjang sejarah dunia.
Hasil riset Allan Guttmacher Institute (1989) melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 55 juta bayi digugurkan. Angka ini memberikan bukti bahwa setiap hari 150.658 bayi dibunuh, atau setiap menit 105 nyawa bayi direnggut sewaktu masih dalam kandungan.
Janin : (Manusia dalam Rahim) Pengguguran kandungan alias aborsi
(abortus, bahasa Latin) secara umum dapat dipilah dalam dua kategori, yakni
aborsi alami (abortus natural) dan aborsi buatan (abortus provocatus), yang
termasuk didalamnya abortus provocatus criminalis, yang merupakan tindak
kejahatan dan dilarang di Indonesia (diatur dalam pasal 15 ayat 2 Undang -
undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992).
B.PERMASALAHAN
- Apa Pengertian aborsi?
- Bagaimana Hukum
dan Istilah aborsi ?
C.
Bagaimana
Sudut pandang islam tentang
aborsi ?
Tujuan
a.Agar mahasiswa dapat mampu memahami Aborsi
b.Agar mahasiswa mampu dan mengetahui hal - hal yang mengakibatkan Aborsi
c.Agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang Aborsi
d.Agar Mahasiswa mengetahui bagaimana Islam memandang Aborsi
a.Agar mahasiswa dapat mampu memahami Aborsi
b.Agar mahasiswa mampu dan mengetahui hal - hal yang mengakibatkan Aborsi
c.Agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang Aborsi
d.Agar Mahasiswa mengetahui bagaimana Islam memandang Aborsi
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN ABORSI
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu
namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran
prematur.
Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi:
Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma
kecelakaan atau sebab-sebab alami.
Induced abortion atau procured abortion: pengguguran
kandungan yang disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan
tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, kadang-kadang
dilakukan sesudah pemerkosaan.
Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang
cacat.
Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan
lain.
Dalam bahasa sehari-hari, istilah
"keguguran" biasanya digunakan untuk spontaneous
abortion, sementara "aborsi" digunakan untuk induced
abortion.
B.KLASIFIKASI ABORSI
1. ABORTUS
SPONTANEA
Abortus spontanea merupakan abortus
yang berlangsung tanpa tindakan, dalam hal ini dibedakan sebagai berikut:
A. Peristiwa
terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana
hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Abortus imminen adalah perdarahan bercak yang menunjukkan
ancaman terhadap kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini
kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
Abortus dapat
terjadi karena beberapa sebab yaitu :
1.
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu.
2.
Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis
vili korialis karena hipertensi menahun.
3.
Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia
berat, keracunan dan toksoplasmosis.
4.
Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi
serviks (untuk abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan
kelainan bawaan uterus.
B. Abortus insipiens, Peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang
meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
C. Abortus inkompletus, Pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
D. Abortus kompletus, semua hasil konsepsi sudah
dikeluarkan.
2.
ABORTUS PROVOKATUS
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja
dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat
hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya bayi dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila
usia kehamilan belum mencapai 28 minggu, atau berat badan bayi
kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat beberapa kasus bayi dengan berat
dibawah 1000 gram dapat terus hidup. Pengelompokan Abortus provokatus secara
lebih spesifik:
a.
Abortus Provokatus
Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di
Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi
menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:
1.
Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
3.
Harus ada persetujuan
tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
4.
Dilakukan di sarana
kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
5.
Prosedur tidak
dirahasiakan.
6.
Dokumen medik harus
lengkap.
b.
Abortus Provokatus
Kriminalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (ilegal).
Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat
tertentu.
C.SUDUT PANDANG ISLAM
TENTANG ABORSI
Umat Islam percaya bahwa Al-Quran adalah Undang-Undang paling utama
bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: “Kami menurunkan Al-Quran kepadamu
untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa ayat-ayat
yang terkandung didalam Al-Quran mengajarkan semua umat tentang hukum yang mengendalikan
perbuatan manusia.
Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi
boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang
menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang
menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia
adalah sangat mengerikan.
Pertama: Manusia - berapapun kecilnya - adalah ciptaan Allah
yang mulia.
Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”(QS 17:70)
Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”(QS 17:70)
Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.
Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semuaorang.
Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar. Firman Allah: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS 5:32)
Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar. Firman Allah: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS 5:32)
Ketiga: Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak
memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang.
Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31)
Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31)
Keempat: Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap
perintahAllah.
Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan dengan tujuan menghentikan kehidupan bayi dalam kandungan tanpa alasan medis dikenal dengan istilah “abortus provokatus kriminalis” yang merupakan tindakan kriminal – tindakan yang melawan Allah. Al-Quran menyatakan: “Adapun hukuman terhadap orang-orang yang berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah: dihukum mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya. Hukuman yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36)
Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan dengan tujuan menghentikan kehidupan bayi dalam kandungan tanpa alasan medis dikenal dengan istilah “abortus provokatus kriminalis” yang merupakan tindakan kriminal – tindakan yang melawan Allah. Al-Quran menyatakan: “Adapun hukuman terhadap orang-orang yang berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah: dihukum mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya. Hukuman yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36)
Kelima: Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.
Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran menyatakan:”Dia lebih mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan ibumu.”(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan janin yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi.
Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran menyatakan:”Dia lebih mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan ibumu.”(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan janin yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi.
Keenam: Tidak ada kehamilan yang merupakan “kecelakaan” atau
kebetulan. Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
Allah menciptakan manusia dari tanah, kemudian menjadi segumpal darah dan menjadi janin. Semua ini tidak terjadi secara kebetulan. Al-Quran mencatat firman Allah: “Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS 22:5) Dalam ayat ini malah ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup “selama umur kandungan”. Tidak ada ayat yang mengatakan untuk mengeluarkan janin sebelum umur kandungan apalagi membunuh janin secara paksa!
Allah menciptakan manusia dari tanah, kemudian menjadi segumpal darah dan menjadi janin. Semua ini tidak terjadi secara kebetulan. Al-Quran mencatat firman Allah: “Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS 22:5) Dalam ayat ini malah ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup “selama umur kandungan”. Tidak ada ayat yang mengatakan untuk mengeluarkan janin sebelum umur kandungan apalagi membunuh janin secara paksa!
Ketujuh: Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan
dalam kasus hamil diluar nikah sekalipun, Nabi sangat menjunjung
tinggikehidupan.
Hamil diluar nikah berarti hasil perbuatan zinah. Hukum Islam sangat
tegas terhadap para pelaku zinah. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW – seperti
dikisahkan dalam Kitab Al-Hudud – tidak memerintahkan seorang wanita yang hamil
diluar nikah untuk menggugurkan kandungannya: Datanglah kepadanya (Nabi yang
suci) seorang wanita dari Ghamid dan berkata,”Utusan Allah, aku telah berzina,
sucikanlah aku.”. Dia (Nabi yang suci) menampiknya. Esok harinya dia
berkata,”Utusan Allah, mengapa engkau menampikku? Mungkin engkau menampikku
seperti engkau menampik Ma’is. Demi Allah, aku telah hamil.” Nabi
berkata,”Baiklah jika kamu bersikeras, maka pergilah sampai anak itu lahir.”
Ketika wanita itu melahirkan datang bersama anaknya (terbungkus) kain buruk dan
berkata,”Inilah anak yang kulahirkan.” Jadi, hadis ini menceritakan
bahwa walaupun kehamilan itu terjadi karena zina (diluar nikah) tetap janin itu
harus dipertahankan sampai waktunya tiba. Bukan dibunuh secara keji.
Berdasarkan hal
ini, dapat disimpulkan bahwa aborsi memang merupakan problem sosial yang
terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang lahir dari paham
sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Terlepas dari
masalah ini, hukum aborsi itu sendiri memang wajib dipahami dengan baik oleh
kaum muslimin, baik kalangan medis maupun masyarakat umumnya. Sebab bagi
seorang muslim, hukum-hukum Syariat Islam merupakan standar bagi seluruh
perbuatannya. Selain itu keterikatan dengan hukum-hukum Syariat Islam adalah
kewajiban seorang muslim sebagai konsekuensi keimanannya terhadap Islam. Allah
SWT berfirman :
“Maka demi
Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
(Muhammad) sebagai pemutus perkara yang mereka perselisihkan di antara mereka.”
(TQS An Nisaa` 65)
“Dan tidak
patut bagi seorang mu`min laki-laki dan mu`min perempuan, jika Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka.” (TQS Al Ahzab 36)
Abdurrahman Al
Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam halaman 127-128
menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa)
ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4
(empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan
keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan
sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya
mengharamkannya.
Yang
memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596
M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang
bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin
sedang mengalami pertumbuhan.
Yang
mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M)
dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan
Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa
sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram,
sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan
persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang
harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya,
jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya
kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh
(Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81;
M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang
Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah
Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).
Pendapat yang
disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah
ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh
terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata
bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
“Sesungguhnya
setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk
‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam
bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” (HR.
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Maka dari itu,
aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh
makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang
keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman
Allah SWT :
“Dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan
rizki kepada mereka dan kepadamu.” (TQS Al An’aam : 151)
“Dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan
memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (TQS Al Isra` : 31
)
“Dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (TQS Al Isra` : 33)
“Dan
apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia
dibunuh.” (TQS At Takwir : 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Adapun aborsi
sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha
berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Abdul Qadim
Zallum (1998) dan Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih
(kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh)
hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat
permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama
dengan hukum keharaman aborsi setelah peniu¬pan ruh ke dalam janin. Sedangkan
pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh
(ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem
Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi
Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman
45-56; Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129
).
Dalil syar’i
yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam
adalah hadits Nabi SAW berikut :
“Jika
nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus
seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat
pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.
Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah),’Ya Tuhanku, apakah dia (akan
Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan ?’ Maka Allah kemudian memberi
keputusan…” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud RA)
Dalam riwayat
lain, Rasulullah SAW bersabda :
“(jika nutfah
telah lewat) empat puluh malam…”
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah sete¬lah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah sete¬lah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Berdasarkan
uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan
menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari.
Siapa saja dari
mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan
telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin
yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh
diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam
hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
“Rasulullah SAW
memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang
gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki
atau perempuan…” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah RA) (Abdul Qadim
Zallum, 1998).
Sedangkan
aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh
(ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum
menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah
(gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri
minimal sebagai manusia.
Di samping itu,
pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan
dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki
kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan tindakan mengeluarkan
sperma di luar vagina perem¬puan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel
sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan
mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak
akan menimbulkan kehamilan.
Rasulullah SAW
telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau
mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak
mengingin¬kan budak perempuannya hamil. Rasulullah SAW bersabda kepa¬danya :
“Lakukanlah
‘azl padanya jika kamu suka ! ” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud)
Namun demikian,
dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah
peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin
dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam
kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan
kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh
ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT :
“Barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS Al Maidah : 32)
Di samping itu
aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan
Rasu¬lullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah SAW
bersabda :
“Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula
obatnya. Maka berobatlah kalian !” (HR. Ahmad)
Kaidah fiqih
dalam masalah ini menyebutkan :
“Idza
ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima”
“Jika
berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih
ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul
Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
Pendapat yang
menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel sperma
dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang
tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel
telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada
kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu.
Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah
Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.”
(asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi). Ciri-ciri adanya kehidupan adalah
adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan,
dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel
sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan,
sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan
dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah)
sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya
pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan.
Berdasarkan
penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel
telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang
lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian
kehidupan (al hayah). Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa
sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak ada
kehidupan pada sel telur dan sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian.
Andaikata katakanlah pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas
yang menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl. Sebab dalam aktivitas
‘azl terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya
kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal ‘azl telah
dibolehkan oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan
haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah
adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi
kenyataannya terdapat 2,3 juta perempuan melakukan aborsi. Masalahnya tiap
perempuan mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan aborsi dan hukumpun
terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan tersebut, misalnya dalam
masalah kehamilan paksa akibat perkosaan atau bentuk kekerasan lain termasuk
kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat pada banyaknya terjadi aborsi tidak
aman (unsafe abortion), yang mengakibatkan kematian. Data WHO menyebutkan,
15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari
20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan
70.000 perempuan meninggal dunia. Artinya 1 dari 8 ibu meninggal akibat aborsi
yang tidak aman.
Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan yang sangat berat
dirasakan oleh perempuan yang bersangkutan. Tapi bila itu memang menjadi jalan
yang terakhir, yang harus diperhatikan adalah persiapan secara fisik dan mental
dan informasi yang cukup mengenai bagaimana agar aborsi bisa berlangsung aman.
Aborsi aman bila:
· Dilakukan oleh pekerja kesehatan (perawat, bidan, dokter) yang
benar-benar terlatih dan berpengalaman melakukan aborsi
· Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak
· Dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina
atau rahim harus steril atau tidak tercemar kuman dan bakteri
· Dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah pasien terakhir
kali mendapat haid. Pelayanan Kesehatan yang Memadai adalah HAK SETIAP ORANG,
tidak terkecuali perempuan yang memutuskan melakukan Aborsi.
Keahlian bidan sekarang ini sering disalah gunakan untuk melakukan
tindakan yang menentang hukum dan agama, yaitu melakukan praktek aborsi ilegal.
Tapi, terkadang bidan membantu wanita hamil untuk melakukan aborsi. Hal ini di
lakukan karena adanya berbagai penyebab diantaranya: penyakit yang alami oleh
si ibu tersebut yang dapat membahayakan janinnya. Peranan bidan sangat besar
dalam menginformasikan KB dan alat kontrasepsi, sehingga tidak terjadi
kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak akan terjadi praktek aborsi ilegal.
Hal ini diharapkan kepada seluruh masyarakat agar selalu menggunakan alat
kontrasepsi dan mengikuti program KB.
Saran
Bagi seorang wanita
Jika anda sedang memikirkan untuk melakukan aborsi, tenangkan
pikiran anda. Aborsi bukanlah suatu solusi sama sekali. Aborsi akan membuahkan
masalah-masalah baru yang bahkan lebih besar lagi bagi anda – di dunia dan di
akhirat.
Ada beberapa pihak yang dapat diminta bantuannya dalam hal menangani
masalah aborsi ini, yaitu:
1. Keluarga dekat atau anggota keluarga lain.
2. Saudara-saudara seiman
3. Orang-orang lain yang bersedia membantu secara pribadi
Pertama-tama, hubungi keluarga terlebih dahulu. Orang tua, kakak,
om, tante atau saudara-saudara dekat lainnya. Minta bantuan mereka untuk
mendampingi di saat-saat yang sukar ini.
Solusi untuk Bayi
Apapun alasan anda, aborsi bukanlah jalan keluar. Setiap bayi yang
dilahirkan, selalu dipersiapkan Tuhan segala sesuatunya untuk dia. Jika saat
ini anda merasa tidak sanggup membiayai kehidupan dia, berdoalah agar Tuhan
memberikan jalan keluar.
Jika anda benar-benar tidak menginginkan anak tersebut, carilah
orang-orang dekat yang bersedia untuk menerimanya sebagai anak angkat.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.aborsi.org/
http://dikti.go.id/pkm/pkmi_award_2006/pdf/pkmi06_016.pdf.
www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews
0 Response to "MAKALAH FIQIH TENTANG ABORSI"
Post a Comment