PTK PENJASKES : Peningkatan Minat dan Hasil Belajar Siswa Pelajaran Penjaskes Melalui Permainan Tradisional di MI Nurul Huda
Monday, 28 September 2015
Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Permainan
tradisional merupan permainan yang sudah sejak lama ada di kehidupan masyarakat
Indonesia. Permainan tradisional merupakan permainan yang diwariskan dari
leluhur. Permainan tradisional dimainkan oleh para pendahulu sebagai sarana
rekreatif untuk mengisi waktu luang. Permainan tradisional merupakan permainan
yang sederhana dan tidak memerlukan keahlian khusun untuk memainkannnya.
Perlengkapan dan persiapan yang dilakukan juga sangat sederhana dan tidak
memerlukan biaya yang cukup besar. Peraturan yang ada dalam permainan
tradisional juga sederhana.
Permainan
tradisional memiliki peraturan yang sangat sederhana dan mudah dimengerti.
Peraturan dalam permainan tradisional di susun berdasarkan kesepakatan dari
para pemain sehingga tidak ada aturan baku dalam permainan tradisional.
Peraturan dikembangkan sesuai dengan keinginan dan penyesuaian terhadap peserta.
Peraturan yang berasal dari masukan-masukan perserta di rundingkan bersama-sama
sehingga tidak ada yang merasa keberatan dengan peraturan permainan. Peserta
akan merasa mudah dan senang dalam melakukan permainan tradisional tersebut.
Peserta
dalam permainan tradisional secara tidak langsung akan merasakan dampak dari
kegiatan yang mereka lakukan. Memperoleh kesenangan dan hiburan merupak
hal utama yang dicari dalam permainan tradisional. Kemudahan yang dalam
memainkan permainan tradisional menjadikan rasa senang akan dengan mudah
didapat karena peserta yang mampu melakukannya akan merasa senang dan akan
terus mencoba lebih dari yang lain. Rasa senang yang didapat bukan hanya karena
peserta semata-mata mampu melakukannya tetapi juga karena para peserta dapat
bersaing dengan peserta lain dan dapat mengalahkannya. Hal tersebut menjadi
kebahagian tersendiri bagi para peserta dalam permainan tradisional. Selain
kesenangan para pesertan juga akan belajar nilai-nilai yang sebenarnya ada
dalam permainan tradisional.
Tanpa
disadari, permainan tradisional mengandung nilai-nilai yang baik untuk
dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai penting
seperti kerjasama, saling menghargai, saling membantu, pengendalian emosi dan
lain-lain perlu ditanamkan di kehidupan bermasyarakat agar nilai-nilai
tersebut dapat bertahan sampai generasi selanjutnya. Salah satu cara untuk
menanamkan nilai-nilai tersebut adalah melalui permainan tradisional. Secara
tidak langsung para peserta akan belajar nilai-nilai tersebut. Tanpa disadari
nilai-nilai tersebut akan mereka terapkan dalam permainan tradisional sehingga
nilai-nilai kebaikan akan terus terjaga dengan baik. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa permainan tradisional perlu dilestarikan sebagai cara untuk
mempertahankan nilai-nilai yang ada didalamnya. Olah karena itu penulis
berkeinginan untuk menggugah kembali pikiran kita terhadap permainan
tradisional yang semakin surut dalam makalah ini.
Dalam
makalah yang berjudul “Wujud Permainan Jasmani Tradisional Di Nusantara”
ini, penulis berkeinginan untuk menyegarkan kembali pikiran pembaca untuk
mengingat kembali permainan tradisional yang mungkin pernah lakukan atau juga
mengenal permainan tradisional yang belum mereka ketahui sebelumnya. Makalah
ini menyajikan pengertian dari permainan tradisional kemudian dianjutkan dengan
manfaat permainan tradisional bagi anak-anak. Bagian berikutnya menjelaskan
tentang pembentukan nilai, moral dan karakter melalui permainan tradisional
serta pengenalan nilai-nilai budaya melalui permainan tradisional. Bagian akhir
menyajikan beberapa permainan tradisional di nusantara yang mungkin sudah
sering kita mainkan.
B. Rumusan
Masalah
2. Apa manfaat permainan tradisional
bagi anak-anak?
3. Bagaimana proses pembentukan nilai,
moral dan karakter melalui permainan tradisional?
4. Bagaimana pengenalan nilai-nilai
budaya melalui permainan tradisional?
5. Apa sajakah nama-nama permainan yang
ada di nusantara?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari permainan
tradisional.
2. Mengetahui manfaat permainan
tradisional bagi anak-anak.
3. Memahami proses pembentukan nilai,
moral dan karakter melalui permainan tradisional.
4. Memahami pengenalan nilai-nilai
budaya melalui permainan tradisional.
5. Mengetahui nama-nama permainan yang
ada di nusantara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Permainan Tradisional
Permainan
tradisional anak-anak adalah salah satu genre atau bentuk folklore
yang berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan diantara anggota
kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta
banyak mempunyai variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka sifat atau
ciri dari permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui
asal-usulnya, siapa penciptanya dan dari mana asalnya. Biasanya disebarkan dari
mulut ke mulut dan kadang-kadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun
dasarnya sama. Jika dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain
adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan
pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan
tujuan mendapat kegembiraan (James Danandjaja, 1987),
Sedangkan
menurut Atik Soepandi, Skar dan kawan-kawan (1985-1986), yang disebut permainan
adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun
tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud tradisional ialah segala apa
yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang tua atau nenek
moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala perbuatan baik
mempergunakan alat atau tidak, yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang,
sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati.
Permainan
tradisional dikategorikan dalam tiga golongan, permainan untuk bermain
(rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan yang
bersifat edukatif. Permainan tradisional yang bersifat rekreatif pada
umumnya dilakukan untuk mengisi waktu senggang.
Permainan tradisional yang bersifat kompetitif, memiliki
ciri-ciri : terorganisir, bersifat kompetitif, dimainkan oleh paling sedikit 2
orang, mempunyai kriteria yang menentukan siapa yang menang dan yang kalah,
serta mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh pesertanya. Sedangkan
permainan tradisional yang bersifat edukatif, terdapat unsur-unsur
pendidikan di dalamnya. Melalui permainan seperti ini anak- anak diperkenalkan
dengan berbagai macam keterampilan dan kecakapan yang nantinya akan mereka
perlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai anggota masyarakat. Inilah salah
satu bentuk pendidikan yang bersifat non-formal di dalam masyarakat. Permainan-
permainan jenis ini menjadi alat sosialisasi untuk anak-anak agar mereka dapat
menyesuaikan diri sebagai anggota kelompok sosialnya.
B. Manfaat
Permainan Tradisional bagi Anak
1. Memahami
konsep sportivitas
Melalui
permainan tradisonal, seperti lompat tali atau congklak, anak belajar bersikap
sportif, yaitu bermain secara jujur, memperlihatkan sikap menghargai pemain
lain, menerima kemenangan dengan sikap wajar atau menerima kekalahan secara
terbuka. Namun, apabila anak belum mau memperlihatkan watak bermain seperti
itu, anda tidak perlu khawatir. Sebenarnya sportivitas baru bisa dipahami oleh
anak. Konsep menang atau kalah dalam permainan memang tidak terlalu ditekankan
pada anak-anak. Hal paling baik yang bisa dilakukan orang tua adalah anak mampu
untuk saling menghargai karena ia bermain dengan sikap sportif.
2. Melatih
Kemampuan fisik anak
Berbeda
dengan permainan elektronik, dalam beberapa permainan tradisional seperti
lompat tali, gerak fisik sangat ditekankan. Berkesempatan memainkan permainan ini amat baik untuk meyalurkan energi anak yang
berlebih karena anak memang harus banyak bergerak. perminanan tradisional
semacam lompat tali juga bisa merangsang perkembangan koordinasi mata dengan
anggota badan lainnya. Variasi bentuk permainan dapat lebih meningkatkan kemampuan
motorik dan koordinasi tubuh anak. Demikian pula dalam permainan bekel, anak
dilatih mengubah posisi biji(kuningan atau kerang) ke posisi yang lain, tanpa
menyentuh biji-biji yang terletak dii sebelahnya. Aktivitas ini merupakan
latihan motorik halus yang penting bagi perkembangan anak dikemudian hari.
3. Belajar
mengelola emosi
Pengelolaan
emosi sangat penting bagi anak agar dapat mengendalikan diri di kehidupan
sosialnya. Kemampuan ini di ajarkan dalam permainan seperti lompat tali karet
yang direntangkan. Pada permainan ini jika anak tidak bisa melompati ketinggian
karet yang direntangkan maka ia harus menerima kekalahannya sebagai
konsekuensi dari lompatan yang kurang bagus. Keterampilan mengelola emosi
semacam ini penting dipelajari, karena secara tidak langsung melatih kecerdasan
emosional anak.
4. Menggali
kreativitas
Melalui beberapa jenis permainan tradisonal, kreatifitas anak pun terasah.
Misalnya pada permainan mobil-mobilan yang dibuat dari kulit jeruk bali. Untuk
membuatnya dituntut kemampuan anak berimajinasi, misalnya, bagaimana
memperhitungkan besar roda mobil-mobilan dibandingkan dengan badan mobil.
Kreativitas anak juga bisa digali dalam permainan congklak. Anak dapat mencari
alternatif biji selain kerang yang biasa digunakan dalam permainan congklak.
Sama halnya dengan biji bekel. Meskipun biasanya menggunakan biji dari kuningan
yang dijual di pasar, anak bisa menggantinya dengan kerang-kerangan.
Latihan menyusun strategi bermain juga dapat di ajarkan melalui kedua permainan
tradisional ini. Dari lubang congklak yang mana ia harus mulai, atau dari sisi
mana ia harus mengubah posisi biji bekel. Berbeda dengan penyusunan strategi
dalam permainan elektronik yang sudah terprogram, dalam permainan tradisional ini
anak mengalami sendiri kenyataan secara konkrit, sehingga lebih banyak variasi
yang dapat dilakukan.
5. Mengenal
kerja sama
Pentingnya kerjasama juga dapat dipelajari anak melalui permainan tradisonal.
Misalnya, dalam permainan ular-ularan, kerja sama sangatlah penting dalam
permainan ini, si kepala ular tidak boleh lari begitu saja, melainkan harus
memperhatikan anggota kelompok di belakangnya supaya tidak tertinggal dan
dimakan kelompok lawan. Hanya dengan kerja sama yang baik kepala ular dapat
melindungi bagian tubuh dan ekornya.
6.
Meningkatkan kepercayaan diri
Dalam permainan tradisonal seperti bekel, rasa percaya diri anak dapat ditumbuhkan. Menguasai permainan yang mensyaratkan keterampilan pada tingkat kesulitan tertentu, seperti kemampuan dasar berhitung bisa menumbuhkan dan memperkuat rasa percaya diri anak. Rasa percaya diri ini sangat penting sebagai bekal dirinya menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya di kemudian hari. Dengan kepercayaan diri, anak akan merasa lebih mantap memasuki lingkaran pergaulan di mana saja ia berada.
Dalam permainan tradisonal seperti bekel, rasa percaya diri anak dapat ditumbuhkan. Menguasai permainan yang mensyaratkan keterampilan pada tingkat kesulitan tertentu, seperti kemampuan dasar berhitung bisa menumbuhkan dan memperkuat rasa percaya diri anak. Rasa percaya diri ini sangat penting sebagai bekal dirinya menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya di kemudian hari. Dengan kepercayaan diri, anak akan merasa lebih mantap memasuki lingkaran pergaulan di mana saja ia berada.
7.
Bersosialisasi lewat permainan
Ruang gerak anak untuk bercengkrama melalui permainan khususnya di perkotaan semakin sempit. Akibatnya permainan individu semakin diminati, sehingga sosialisai anak melalui kegiatan bermain semakin berkurang. Kecenderungan sedikit banyak bisa di atasi melalui permainan tradisonal yang memungkinkan adanya interaksi sosial. Interaksi dalam permainan tradisonal semacam bola bekel, mendorong anak untuk belajar tentang konsep berbagi, menanti giliran, bermain secara fair, juga mengajarkan arti kemenangan dan kekalahan. Melalui kontak nyata dengan orang lain, anak belajar menemukan siapa dirinya di tengah ruang lingkup pergaulan, apa yang bisa di lakukan, bagaimana dia mampu menyesuaikan iri dengan situasi di sekitanya.
Ruang gerak anak untuk bercengkrama melalui permainan khususnya di perkotaan semakin sempit. Akibatnya permainan individu semakin diminati, sehingga sosialisai anak melalui kegiatan bermain semakin berkurang. Kecenderungan sedikit banyak bisa di atasi melalui permainan tradisonal yang memungkinkan adanya interaksi sosial. Interaksi dalam permainan tradisonal semacam bola bekel, mendorong anak untuk belajar tentang konsep berbagi, menanti giliran, bermain secara fair, juga mengajarkan arti kemenangan dan kekalahan. Melalui kontak nyata dengan orang lain, anak belajar menemukan siapa dirinya di tengah ruang lingkup pergaulan, apa yang bisa di lakukan, bagaimana dia mampu menyesuaikan iri dengan situasi di sekitanya.
C.
Pembentukan Nilai, Moral, dan Karakter Dalam
Permainan Tradisional
Nilai adalah
suatu pengertian yang mengandung sifat baik atau buruk untuk memberikan
penghargaan terhadap barang atau benda. Manusia meyakini sesuatu bernilai,
karena ia merasa memerlukannya atau menghargainya. Dengan akal dan budinya
manusia menilai dunia dan alam sekitarnya untuk memperoleh kepuasan diri baik
dalam arti memperoleh apa yang diperlukannya, apa yang menguntungkannya, atau
apa yang menimbulkan kepuasan batinnya. (James Danandjaya, 1987).
Moral
berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata
mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau
manners, morals. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau
kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani
yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral ini dalam
bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis,
etika adalah ajaran tentang baik-buruk, yang diterima umum tentang sikap,
perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Pada hakikatnya moral menunjuk pada
ukuran-ukuran yang telah diterima oleh sesuatu komunitas.
Karakter
adalah kualitas moral yang akan mengarahkan cara seseorang yang mengambil
keputusan dan bertingkah laku. Dalam hal ini, karakter mengacu pada perbuatan
yang relevan dengan nilai-nilai moral (Wynne & Walberg, 1984). Sejalan
dengan itu, menurut Thomas Lickona (l991) character building adalah
suatu usaha proaktif yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mengembangkan
karakter yang baik sesuai yang diharapkan. Character building dapat
dijelaskan secara lebih sederhana sebagai upaya untuk mengajarkan pada anak
mana yang baik dan buruk.
Contoh
bagaimana proses pembentukan nilai, moral dan karakter , di samping
menstimulasi aspek motorik, kognitif, emosi dan sosial, dalam permainan
tradisional, dapat dilihat dalam satu contoh permainan tradisional Tar Bor
Mu'u dari Maluku, yang artinya mencuri pisang. Kita ambil contoh salah satu
permainan Menurut data, permainan ini sudah punah karena tidak ada lagi yang
memainkannya. Permainan ini dimainkan berkelompok antara 10 sampai 15 orang,
dari semua kelas dalam masyarakat. Ada beberapa tokoh dalam permainan ini yang
kesemuanya menjadi simbol dari tatanan masyarakat dalam bentuk mikro. Ada raja,
dukun, pencuri, pemilik pohon pisang, satu orang bertindak sebagai pohon pisang
dan 8-10 orang berfungsi sebagai buah pisangnya.
Permainan
ini menceritakan tentang seorang pencuri yang berhasil ditangkap oleh pemiliki
pisang dengan bantuan seorang dukun, lengkap dengan pemberian ganjaran terhadap
pencuri tersebut. Dalam permainan ini, hampir semua aspek perkembangan pada
anak terstimulasi. Secara fisik, kemampuan motorik anak terlatih ketika
anak-anak yang berperan sebagai pisang dicuri oleh si pencuri. Pencuri harus
menarik pisang-pisang (anak-anak) itu dari pangkal pohonnya dan disimpan di
tempat persembunyiannya. Kemudian ketika memperoleh ganjaran, si pencuri harus
memikul hasil curiannya ke suatu tempat (berjarak kurang lebih 25 m). Ia akan
berusaha keras, jatuh bangun menggendong setiap anak yang berperan sebagai
pisang. Secara kognitif, si pencuri harus membuat strategi lihai agar
gerak-geriknya tidak diketahui pemilik pisang.
Demikian
pula dengan dukun yang berusaha menyusun strategi untuk menjebak dan menangkap
pencuri (problem solving). Anak-anak juga belajar untuk menghargai milik
orang lain dan mengasah empati tentang bagaimana kecewanya sang pemilik pisang
ketika pisang-pisang yang telah ditanam dan dipeliharanya dicuri orang.
Tindakan pemilik pisang meminta bantuan dukun dan kesediaan dukun membantu
menunjukkan keterikatan sosial mereka yang didasari nilai gotong royong. Mereka
berusaha saling menolong untuk menyelesaikan suatu masalah. Penggunaan unsur
alam sebagai bagian dari permainan ini membuat mereka lebih menghormati dan
lebih bijak ketika memanfaatkan alam sekitar. Mereka mengetahui proses apa yang
terjadi pada pohon pisang, hingga berbuah.
Nilai
utama yang dapat digali dalam permainan ini adalah nilai-nilai moralnya. Anak
akan memahami sanksi seperti apa yang akan diterima oleh seorang pencuri. Figur
raja adalah figur pimpinan sebagai pengambil keputusan yang harus bertindak
adil dan memberikan hukuman yang setimpal dengan apa yang dilakukan pencuri.
Ketika
permainan berakhir dan akan diulangi, merekapun melakukan musyawarah untuk
menentukan pergantian peran.
D. Memperkenalkan
Nilai-nilai Budaya pada Anak-anak Melalui Permainan Tradisional
Memperkenalkan
nilai-nilai budaya pada anak-anak dapat melalui banyak cara, yang penting
menyenangkan dan dinikmati mereka. Memang metode terbaik untuk mengajarkan
nilai kepada anak-anak adalah contoh atau teladan. Keteladanan yang dimaksud
adalah keteladanan dari semua unsur yaitu orang tua, pendidik/guru, para
pemimpin, dan masyarakat. Di samping keteladanan sebagai guru yang utama,
pengajaran nilai di sekolah perlu juga menggunakan metode pembelajaran yang
menyentuh emosi dan keterlibatan para siswa seperti metode cerita, permainan,
simulasi, dan imajinasi. Dengan metode seperti itu, para siswa akan mudah
menangkap konsep nilai yang terkandung di dalamnya. Hal ini bisa dilakukan
melalui membaca buku cerita, mendongeng, teater, drama, musik, pantun,
peribahasa sampai permainan tradisional.
Roberts dan
Sutton Smith (dalam Budisantoso, 1983) menjelaskan bahwa jenis-jenis permainan
sangat besar pengaruhnya terhadap mutu kegiatan pembinaan budaya anak-anak
dalam masyarakat. Anak-anak lebih bisa menerima dengan cepat suatu pengetahuan
melalui permainan. Sebab dalam permainan anak terkandung nilai-nilai pendidikan
yang tidak secara langsung terlihat nyata, tetapi terlindung dalam sebuah
simbol – nilai-nilai tersebut berdimensi banyak, antara lain rasa kebersamaan,
kejujuran, kedisiplinan, sopan-santun dan aspek-aspek kepribadian yang lain
(Arikunto,
1993). Terlebih lagi secara psikologis bahwa permainan bagi anak-anak merupakan
kegiatan yang menarik dan menyenangkan. Melalui bentuk-bentuk permainan
tradisional anak, contohnya di Jawa, dapat disampaikan ketrampilan dan
pengetahuan tentang kebersamaan dan sikap saling tolong-menolong, juga
toleransi kepada anak-anak. Bentuk-bentuk permainan tradisional anak ini harus
dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan serta tujuan dari kegiatan
pendidikan nilai-nilai budaya pluralisme. Permainan tradisional (khususnya di
Jawa) lebih bersifat bermain dan bernyanyi atau dialog, bermain dan olah pikir,
serta bermain dan adu ketangkasan (Dharmamulya dkk, 2008).
Permainan
tradisional merupakan salah satu sarana yang baik untuk memperkenalkan budaya
pada anak-anak. Secara tidak langsung anak-anak akan memahami tentang
nilai-nilai budaya yang ada dalam permainan tradisional. Anak-anak akan belajar
bagaimana nilai-nilai tersebut dipergunakan dalam kehidupan sosialnya. Mereka
akan mengerti sacara perlahan aturan-aturan yang ada dalam permainan tradisional
dimana dalam aturan tersebut terdapat nilai-nilai kebudayaan yang menjadi dasar
merumuskan aturan-aturan tersebut. Disamping anak akan merasa senang dengan
permaianan yang mereka lakukan anak akan mengenal berbagai nilai budaya yang
terkandung dalam permainan tersebut.
Setiap
permainan memiliki nilai budaya tersendiri didalamnya. Nilai-nilai yang
bersifat mengajak pada kebaikan tersirat didalamnya. Melaui permainan
tradisional anak akan belajar secara mandiri untuk menanamkan nilai-nilai
kebaikan tersebut dalam kehidupan sosialnya. Dalam keadaan senang pada saat
melakukan permainan, anak secara tidak sadar telah menyerap informasi tentang
nilai-nilai budaya yang ada dalam permaina tersebut. Seperti contohnya
permainan Betengan yang didalamnya terdapat nilai-nilai budaya untuk
bekerjasama dan menjunjung nilai sportifitas, anak akan mengerti dengan
sendirinya bagaimana cara bekerjasama yang baik untuk menjadi pemenangnya dan
mereka juga akan bisa membedakan mana yang melakukan kesalahan atau menyalahi peratutan
sehingga nilai sportifitas akan tumbuh dari hal tersebut. Jadi kesimpulan yang
dapat diambil adalah permaianan tradisional secara tidak langsung akan
mengenalkan dan membiasakan nilai-nilai budaya didalamnya bagi anak-anak.
E. Nama-nama
Permainan Tradisional Nusantara
1. Benteng
Permainan ini dimainkan oleh dua kelompok, masing–masing kelompok terdiri
dari 4 sampai 8 orang. Kedua kelompok kemudian akan memilih suatu tempat
sebagai markas, biasanya sebuah tiang, batu atau pilar yang disebut sebagai
“benteng”. Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih
“benteng” lawan dengan menyentuh tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan
dan meneriakkan kata benteng. Kemenangan juga bisa diraih dengan “menawan”
seluruh anggota lawan dengan menyentuh tubuh mereka. Untuk menentukan siapa
yang berhak menjadi “penawan”, ditentukan dari siapa yang paling akhir
menyentuh “benteng” mereka.
2. Congklak
Congklak
adalah suatu permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di
seluruh Indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan
sebagai biji congklak dan jika tidak ada, kadangkala digunakan juga biji-bijian
dari tumbuhan. Permainan congklak dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan
mereka menggunakan papan yang dinamakan papan congklak dan 98 (14 x 7) buah
biji yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Umumnya papan congklak
terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang,
biji-bijian, batu-batuan, kelereng atau plastik. Pada papan congklak terdapat
16 buah lobang yang terdiri atas 14 lobang kecil yang saling berhadapan dan 2
lobang besar di kedua ujungnya. Setiap 7 lobang kecil di sisi pemain dan lobang
besar di sisi kanannya dianggap sebagai milik sang pemain.
Pada awal
permainan setiap lobang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Dua orang pemain
yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lobang yang akan
diambil dan meletakkan satu ke lobang di sebelah kanannya dan seterusnya. Bila
biji habis di lobang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil
biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bisa habis di lobang besar miliknya
maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lobang kecil di sisinya. Bila habis di
lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi
yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lobang kosong di sisi lawan maka ia
berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa.Permainan dianggap selesai bila
sudah tidak ada biji lagi yang dapat diambil (seluruh biji ada di lobang besar
kedua pemain). Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak.
Gambar 2.
Permainan Congklak
Galah Asin
atau di daerah lain disebut Galasin atau Gobak Sodor adalah sejenis permainan
daerah dari Indonesia. Permainan ini adalah sebuah permainan grup yang terdiri
dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3–5 orang. Inti
permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke
baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan seluruh anggota
grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang
telah ditentukan. Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis
dengan acuan garis-garis yang ada atau bisa juga dengan menggunakan lapangan
segi empat dengan ukuran 9 x 4 m yang dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas dari
setiap bagian biasanya diberi tanda dengan kapur.
Anggota grup
yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan ini terbagi dua, yaitu anggota grup
yang menjaga garis batas horisontal dan garis batas vertikal. Bagi anggota grup
yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal, maka mereka akan
berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis
batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi anggota grup yang
mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya hanya satu
orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas vertikal
yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini sangat mengasyikkan sekaligus
sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat
mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan.
Gambar 3.
Permainan Galasin/Gobak Sodor
4. Egrang
Egrang atau
jangkungan adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berdiri
dalam jarak tertentu di atas tanah. Egrang berjalan adalah egrang yang
diperlengkapi dengan tangga sebagai tempat berdiri, atau tali pengikat untuk
diikatkan ke kaki, untuk tujuan berjalan selama naik di atas ketinggian normal.
Di dataran banjir maupun pantaiatau tanah labil, bangunan sering dibuat di atas
jangkungan untuk melindungi agar tidak rusak oleh air, gelombang, atau tanah
yang bergeser. Jangkungan telah dibuat selama ratusan tahun. Egrang di Indonesia
biasa dimainkan ataupun dilombakan saat peringatan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, 17 Agustus. Egrang dengan versi lain juga dimainkan pada saat
upacara sunatan.
Gambar 4.
Permainan Egrang
5. Lompat
Tali
Permainan
ini sudah tidak asing lagi tentunya, karena permainan lompat tali ini bisa di
temukan hampir di seluh indonesia meskipun dengn nama yang berbeda-beda.
permainan lompat tali ini biasanya identik dengan kaum perempuan. tetapi juga
tidak sedikit anak laki-laki yang ikut bermain.
Permainan lompat tali tergolong sederhana karena hanya melompati anyaman karet
dengan ketinggian tertentu. Jika pemain dapat melompati tali-karet tersebut,
maka ia akan tetap menjadi pelompat hingga merasa lelah dan berhenti bermain.
Namun, apabila gagal sewaktu melompat, pemain tersebut harus menggantikan
posisi pemegang tali hingga ada pemain lain yang juga gagal dan menggantikan
posisinya.
Gambar 5.
Permainan Lompat Tali
6. Ular Naga
Ular Naga
adalah satu permainan berkelompok yang biasa dimainkan di luar rumah di waktu
sore dan malam hari. Tempat bermainnya di tanah lapang atau halaman rumah yang
agak luas. Lebih menarik apabila dimainkan di bawah cahaya rembulan. Pemainnya
biasanya sekitar 5-10 orang, bisa juga lebih, anak-anak umur 5-12 tahun (TK - SD).
Gambar 6.
Permainan Ular Naga
7. Engklek
Permainan
engklek merupakan permainan tradisional lompat–lompatan pada bidang–bidang
datar yang digambar diatas tanah, dengan membuat gambar kotak-kotak kemudian
melompat dengan satu kaki dari kotak satu kekotak berikutnya. Permainan engklek
biasa dimainkan oleh 2 sampai 5 anak perempuan dan dilakukan di halaman. Namun,
sebelum kita memulai permainan ini kita harus mengambar kotak-kotak di
pelataran semen, aspal atau tanah, menggambar 5 segi empat dempet vertikal
kemudian di sebelah kanan dan kiri diberi lagi sebuah segi empat.
Gambar 7.
Permainan Engklek
8. Petak
Umpet
Dimulai
dengan Hompimpa untuk menentukan siapa yang menjadi “kucing” (berperan sebagai
pencari teman-temannya yang bersembunyi). Si kucing ini nantinya akan
memejamkan mata atau berbalik sambil berhitung sampai 25, biasanya dia
menghadap tembok, pohon atau apa saja supaya dia tidak melihat teman-temannya
bergerak untuk bersembunyi. Setelah hitungan sepuluh, mulailah ia beraksi
mencari teman-temannya tersebut. Jika ia menemukan temannya, ia akan menyebut
nama temannya yang dia temukan tersebut. Yang seru adalah, ketika ia mencari,
ia biasanya harus meninggalkan tempatnya. Tempat
tersebut jika disentuh oleh teman lainnya yang bersembunyi maka batallah semua
teman-teman yang telah ditemukan, artinya ia harus mengulang lagi, di
mana-teman-teman yang sudah ketemu dibebaskan dan akan bersembunyi lagi. Lalu
si kucing akan menghitung dan mencari lagi. Permainan selesai setelah semua
teman ditemukan. Dan yang pertama ditemukanlah yang menjadi kucing berikutnya.
Ada satu istilah lagi dalam permainan ini, yaitu “kebakaran” yang dimaksud di
sini adalah bila teman kucing yang bersembunyi ketahuan oleh si kucing
disebabkan diberitahu oleh teman kucing yang telah ditemukan lebih dulu dari
persembunyiannya.
Gambar 8.
Permainan Petak Umpet
9.
Kasti
Kasti atau
Gebokan merupakan sejenis olahraga bola seperti halnya olahraga softball atau
baseball. Permainan yang dilakukan 2 kelompok ini menggunakan bola tenis
sebagai alat untuk menembak lawan dan tumpukan batu untuk disusun. Siapapun
yang berhasil menumpuk batu tersebut dengan cepat tanpa terkena pukulan bola
adalah kelompok yang memenangkan permainan. Pada awal permainan, ditentukan
dahulu kelompok mana yang akan menjadi penjaga awal dan kelompok yang dikejar
dengan suit. Kelompok yang menjadi penjaga harus segera menangkap bola
secepatnya setelah tumpukan batu rubuh oleh kelompok yang dikejar. Apabila bola
berhasil menyentuh lawan, maka kelompok yang anggotanya tersentuh bola menjadi
penjaga tumpukan batu.
Gambar 9.
Permainan Kasti
10.
Boi-Boian
Permainan
tradisonal dengan total lima sampai sepuluh orang. Model permainannya yaitu menyusun
lempengan batu, biasanya diambil dari pecahan genting atau pocelen yang
berukuran relatif kecil. Bolanya bervariasi, biasanya terbuat dari buntalan
kertas yang dilapisi plastik, empuk dan tidak keras, sehingga tidak melukai.
Satu orang sebagai penjaga lempengan, yang lainnya kemudian bergantian melempar
tumpukan lempengan itu dengan bola sampai roboh semua. Setelah roboh maka
penjaga harus mengambil bola dan melemparkannya ke anggauta lain yang melempar
bola sebelumnya. Yang terkena lemparan bola yang gatian menjadi penjaga
lempengannya.
Gambar 10.
Permainan Boi-boian
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa permainan tradisional
memberikan kesenangan dan kesegaran jasmani bagi para pesertanya. Hal ini
dikarenakan dalam permainan tradisional peraturannya sangat sederhana sehingga
mudah untuk memainkannnya dan dalam kegiatannnya permainan tradisional banyak
yang aktifitasnya berupa gerak tubuh sehingga akan meningkatkan kesegaran
jasmani bagi pesertanya. Disamping itu nilai-nilai yang ada dalam permainan
tradisional sangat menunjang dalam memperkenalkan nilai-nilai tersebut pada
anak-anak khususnya sehingga pembentukan nilai, moral dan karakter akan lebih
mudah. Dengan permainan tradisional nilai-nilai budaya secara tidak langsung
akan terserap oleh pesertanya karena nilai-nilai budaya tersebut dibutuhkan
dalam kegiatan permainan tersebut dan juga dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Saran
Dari uraian
di atas diharapkan dengan memahami makalah ini pembaca bisa menyegarkan pikiran
untuk mengingat kembali permainan tradisional yang pernah dimainkan dulu.
Disamping itu diharapkan permainan tradisional dapat menjadi sarana yang baik
untuk meningkatkan kesegaran jasmani dengan memasukkan permainan tradisional
pada pelajaran pendidikan jasmani. Tak kalah penting, dengan permainan
tradisional diharapkan nilai-nilai budaya dapat dilestarikan dan tanamkan
sehingga pembentukan nilai, moral dan karakter akan lebih mudah. Terakhir,
diharapkan permainan tradisional dapat selalu dimainkan oleh masyarakat
Indonesia agar permainan tradisional dapat dilestarikan dan tidak tergusur oleh
permainan yang lebih modern yang justru dapat merusak identitas bangsa
Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Danandjaya,
James. 1987. Floklore Indonesia. Jakarta : Gramedia.
Wynne, E.,
& Walberg, H. (Eds.). (1984). Developing character: Transmitting
knowledge. Posen, IL: ARL.
Budisantoso,
S. 1993. Arti Pentingnya Permainan Anak-Anak Dalam Memajukan Kebudayaan
Nasional. Makalah Lokakarya “Dolanan Anak-Anak”. Balai Kajian Sejarah dan
Nilai Tradisional. Yogyakarta Depdikbud. 1981/1982. Permainan Anak-Anak Daerah
Istimewa Yogyakarta. Depdikbud. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan
Daerah.
Arikunto,
Suharsimi. 1993. Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Dolanan Anak-Anak.
Makalah Lokakarya “Dolanan Anak-Anak”. Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional. Yogyakarta
H. Misbach,
Ifa. 2006. Peran Permainan Tradisional Yang Bermuatan Edukatif Dalam
Menyumbang Pembentukan Karakter Dan Identitas Bangsa. Skripsi tidak
diterbitkan. Bandung: UPI Bandung.
Lickona, T.
(1991). Does character education make a difference? Salt Lake City: Utah
State Office of Education. Retrieved December 1996,
Anonim.
(2013). 7 Nilai dan Manfaat Mainan Tradisional Bagi Anak (http://idecara.blogspot.com/2013/03/7-nilai-dan-manfaat-mainan-tradisional.html).
(online) diakses tgl 15 Maret 2013.
Anonim.
(2012). 10 Permainan Tradisional Anak Indonesia Yang Patut Dilestarikan (http://multimediabersatu.wordpress.com/2012/06/28/10-permainan-tradisional-anak-indonesia-yang-patut-dilestarikan/).
(online) diakses tgl 15 Maret 2013.
Anonim.
(2012). 20 Permainan Tradisional yang Sudah Jarang Di mainkan di Jaman
Sekarang (http://imankoekoeh.blogspot.co.id/2013/12/wujud-permainan-jasmani-tradisional-di.html
(online). diakses tgl 15 Maret 2013.
0 Response to " PTK PENJASKES : Peningkatan Minat dan Hasil Belajar Siswa Pelajaran Penjaskes Melalui Permainan Tradisional di MI Nurul Huda"
Post a Comment