MAKALAH SENI RUPA TENTANG PERAN SENI RUPA DALAM PENDIDIKAN
Friday, 3 May 2013
1 Comment
PERANAN
KARYA SENI RUPA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA
Pendahuluan
Dalam
bidang seni rupa ternyata banyak perupa mengangkat tema-tema yang
menyangkut apa yang mereka lihat dan rasakan dalam lingkungan kehidupan
sehari-hari. Oleh karena seniman adalah bagian dari warga masyarakat. Mempunyai
mata hati yang dapat merasakan dan menggetarkan perasaannya untuk diekspresikan
melalui berbagai karya seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi berupa seni
lukis, maupun karya tiga dimensi dalam wujud seni patung.
Seniman
kreatif dan inovatif senantiasa mencari ide-ide baru dalam karya-karya yang
mereka hasilkan. Ide kreatif itu mungkin diwujudkan dalam pemilihan materi yang
digunakan atau dalam pemilihan tema-tema yang diangkat dalam karyanya. Kendatipun
berbagai tema yang dapat muncul menjadi subject matter dalam sebuah
karya seni rupa pada garis besarnya dikelompokkan menjadi empat kategori
berdasarkan fungsinya. Fungsi itu adalah sebagai berikut; 1) berfungsi
mendidik (education); 2) berfungsi menghias (decoration), 3)
berfungsi hiburan (entertainment), 4) berfungsi informasi (information).
Keempat fungsi di atas dapat mempengaruhi penontonnya dalam hal
pembentukan karakter bangsa.
Karya Seni Rupa yang Mendidik
Pendidikan
adalah upaya untuk mencerdaskan dan membentuk moral bangsa. Perlu disadari
bahwa tujuan pendidikan nasional kita adalah; mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab. (UUD No. 20
Th. 2003 Pasal 3).
Selanjutnya
timbul pertanyaan, karya seni rupa yang bagaimana yang dikategorikan sebagai
karya yang mendidik, dan yang bagaimana pula sebaliknya yang tidak mendidik?
Untuk menjawab pertanyaan ini tidaklah gampang karena setiap karya yang
dikategorikan tidak mendidik akan ada pembelaan yang dahsyat dari orang-orang
atau kelompok yang pro kepada karya tersebut dan paling tidak pembelaan itu
datangnya dari senimannya sendiri. Jadi untuk menentukan hal tersebut kita
seharusnya menggunakan suatu acuan atau indikator, misalnya acuannya menyangkut
moral, agama dan adat istiadat atau bebiasaan yang berlaku dalam masyarakat
setempat.
Kita
mengambil sebuah contoh karya seni rupa yang menampilkan aurat wanita atau
laki-laki yang dari berbagai kalangan menyebutnya sebagai karya pornografi yang
melanggar kesusilaan dan ajaran agama. Pengkategorian tersebut mendapat
pembelaan yang gencar dari seniman penciptanya dan juga dari kelompok yang
berpihak pada karya tersebut dan berdalih mengatakan bahwa itu adalah karya
seni murni dan sebagai ekspresi bebas dari senimannya. Maka timbullah istilah
di Barat L’art pour l’art atau Seni untuk Seni[i]. Ini adalah semboyan yang biasa didengungkan
sebagai ungkapan bahwa kesenian hanya bertujuan dan berfungsi untuk kesenian
itu sendiri. Istilah ini dicetuskan pertama kali oleh Theophile Gautier
(Prancis) yang merupakan reaksi dari keadaan pada zamannya. Ia menelorkan
gagasan ini agar seni dimurnikan kembali dari tendensi-tendensi yang ada
sebelumnya, baik yang politis, komersial materialistik sebagai revolusi
industri, maupun yang oralistik ala Plato dan Tolstoy. Pada prinsipnya ia
meminta agar seni dinikmati dan dihargai bukan karena alasan-alasan lain yang
ada di luar seni itu sendiri. Jadi paham ini lebih cenderung kepada paham hedonistik
yaitu upaya mencari kesenangan duniawi semata, tanpa menghiraukan nilai-nilai
lainnya, termasuk nilai agama. Seorang Affandi bila ditanyakan tentang
lukisannya yang tanpa busana baik itu lukisan potret dirinya maupun modelnya
wanita telanjang (nude), beralasan bahwa sewaktu kita baru lahir tanpa
busana dan moment itulah yang ingin diwujudkan dalam karyanya. Bila kita
mengamati karya-karya Affandi yang bertema seperti itu, walaupun tanpa
busana ternyata karya tersebut tidak menimbulkan nafsu birahi bagi yang
melihatnya, malah kita merasa kasihan dan iba melihatnya misalnya wanita dengan
kondisi tubuh yang kurus kering, lain halnya dengan tema yang sama hasil karya
pelukis naturalis Basuki Abdoellah.
Lukisan
Affandi yang lain adalah tentang seorang pengemis bertopi caping berjudul; Dia
datang, dia menunggu, dia pergi, karya tersebut dibuat pada tahun 1944.
Medianya menggunakan akuarel. Affandi tidak melihat pengemis sebagai objek yang
selesai setelah dilukis. Dia tidak berlaku sebagai seorang juru potret yang
menjepret objek setelah itu selesai. Tetapi dia masuk ke dalam obyek,
menghayati dalam arti sesungguhnya. Bahkan dia pernah bilang pada isterinya
Maryati, kalau ingin hidup menggelandang dan sekalian mengemis untuk menangkap
esensi kehidupan mereka. Walaupun Maryati menolak niat “edan” ini. Affandi
menulis kalimat-kalimat di atas secarik kertas tentang pengemis yang
dilukisnya: “Tiap hari saya observer ini orang tua. Saya perhatikan kalau dia
jalan di jalan besar menuju ke rumah saya. Kemudian dia membuka topi dan
berdiri di depan rumah. Sebelum saya kasih apa-apa, selalu saya ajak dia
ngobrol, sambil saya observer dia, kemudian sesudah saya kasih uang, dia pergi.
Saya lihat-lihat cara dia pergi berjalan. Beberapa minggu saya observer dia,
kemudian dapat ide sehingga jadi ini lukisan. Tiap hari dia dilukis dan selama
itu dia jadi tamu saya, di logeren saya. Waktu malam sebelum dia tidur saya
mengobrolkan penghidupan. Dalam tahun 1947 saya sekonyong ketemu dia di pasar
sedang mengemis. Dia senang sekali dan minta saya suka datang ke rumahnya.
Sayang saya tidak dapat datang berhubung saya sedang dinas di front depan
Krawang. Memang saya terharu, begitu baik hati orang ini dan pula mempunyai rumah
sendiri. ……dst.[ii]
Jadi,
karya seni rupa yang mendidik adalah karya-karya yang bila ditonton atau
diamati kita mendapatkan suatu pelajaran yang berharga. Pelajaran yang dapat
diambil dari karya pelukis Affandi pada intinya adalah tentang rasa kasih
sayang dan solidaritas sesama manusia. Pelajaran adalah tentunya yang
sesuai dengan tujuan pendidikan kita yaitu antara lain; membentuk
watak kepribadian serta peradaban bangsa, menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung
jawab. Tentunya ini adalah suatu tujuan yang sangat ideal dan mulia yang mana
suatu karya sangat jarang memuat kesemuanya itu, dan paling tidak ada salah
satunya sudah bisa dianggap suatu karya yang mendidik. Misalnya kita ambil
contoh yang sedang marak pada akhir-akhir ini adalah karya seni rupa yang
bermuatan politik, penggambaran orang-orang yang berunjuk rasa, hal itu
menunjukkan bagaimana seniman turut merasakan gejolak yang terjadi dalam
masyarakat dan ingin mendidik tentang bagaimana menjadi warga yang
demokratis serta bertanggung jawab, yang menghargai pendapat dan aspirasi orang
lain.
Sebetulnya
dalam bidang kesenian para seniman dapat memadukan berbagai bidang lainnya,
menurut Wardani[iii], seni rupa, musik, tari, drama dapat
dipadukan di samping keterpaduan dengan ilmu lain seperti matematika, IPA, IPS,
agama, olahraga dan lain-lain. Selanjutnya dinyatakan bahwa melalui pendidikan
seni yang tepat dan benar diharapkan perkembangan mental peserta didik seperti
kepekaan estetis artistik, daya cipta, intuitif, imajinatif, dan kritis
terhadap lingkungan dapat berkembang secara optimal. Kesemuanya itu dapat
membentuk karakter bangsa untuk generasi penerus dalam kehidupan berbangsa.
Diharapkan lewat karya seni rupa dapat menjadi media untuk mengembangkan akhlak
yang mulia.
Seni Rupa Berfungsi Menghias
Setiap
karya seni rupa mempunyai fungsi menghias, artinya dengan kehadiran sebuah
karya seni (lukisan) dalam sebuah ruangan dapat menambah semarak suasana
ruangan. Apalagi dengan penempatan yang tepat dapat menjadi penyeimbang dengan
objek yang ada di sekelilingnya. Misalnya penyesuaian dengan penataan kursi,
meja, vas bunga, kalau lukisan itu ditempatkan di ruang tamu. Jadi
berfungsi sebagai salah satu elemen dalam penataan komposisi yang
diinginkan. Dalam hal ini fungsi sebuah karya seni rupa tak lebih adalah
sebagai benda pajangan, penghias ruangan. Sekalipun demikian fungsi ini bukan
semata untuk menghias ruangan apalagi kalau itu dimuati dengan tema-tema
yang dapat menarik perhatian bagi pemirsanya misalnya tema-tema tentang dakwah,
politik dan masalah sosial kemasyarakatan lainnya.
Fungsi
menghias dimaksudkan adalah karya seni rupa yang diperuntukkan khusus pada
sebuah ruangan misalnya; lukisan buah-buahan ditempatkan di ruang makan,
lukisan yang menggambarkan keluarga bahagia ditempatkan di ruang keluarga,
lukisan kaligrafi dan masjid ditempatkan di ruang salat atau musallah, lukisan
yang berwarna cerah dipajang di kamar tidur dan sebagainya. Karya-karya
tersebut menganut asas keserasian dengan tempat atau dinding di mana karya itu
ditempatkan.
Seni Rupa Berfungsi Menghibur
Pada
umumnya berbagai bidang seni berfungsi menghibur. Artinya, setelah
kita mengamati sebuah karya seni rupa kita mendapatkan sesuatu yang
menghibur, membuat kita melupakan sejenak problematika kehidupan yang dialami.
Kita merasa berada dalam suatu zona yang aman tenteram terhindar dari rasa
resah dan gelisah. Pokoknya kita merasa mendapatkan sesuatu yang membahagiakan
dan menyenangkan. Tidak salah kalau ada kritikus seni yang mendefinisikan seni
adalah sesuatu yang menyenangkan.
Timbul
sebuah pertanyaan bahwa terkadang juga kita menikmati sebuah karya seni rupa
kita mendapatkan kesan yang tidak menyenangkan. Kita mendapatkan kesan kasihan,
menjijikkan, menggemaskan, menyedihkan dan sebagainya. Seperti melihat
foto-foto, atau lukisan yang menggambarkan dengan nyata bagaimana penderitaan
yang dialami seseorang yang tinggal di kolom jembatan misalnya. Apakah
penderitaan itu disebabkan karena ulah sendiri maupun penderitaan yang
diakibatkan oleh faktor alam seperti tanah longsor, banjir, erupsi gunung
merapi dan sebagainya. Walaupun demikian, karya seperti itu cukup berhasil dalam
hal menggugah hati penontonnya. Dan dengan demikian kita mendapatkan suatu
pencerahan, yang pada akhirnya kita merasa terhibur di samping bisa juga
menggerakkan hati mau berbagi rezki kepada saudara kita yang kurang beruntung.
Seni Rupa Berfungsi Menginformasikan
Banyak
karya seni rupa mengangkat tema-tema yang lagi hangat dibicarakan dalam
masyarakat. Hal itu menjadi sumber inspirasi bagi seorang seniman untuk memulai
kreasinya, misalnya mengangkat tema-tema tentang wabah penyakit yang
harus diwaspadai, informasi tentang kebijakan pemerintah dan yang lainnya.
Melalui karya seni rupa terkadang informasi itu lebih efektif dibandingkan
dengan lewat pidato dan berupa teks saja, apalagi kalau itu dibuat jenaka yang
dapat membuat orang terhibur. Contoh lain pemberitaan yang lagi hangat tentang
korupsi misalnya, para seniman bisa menjadikannya sebagai tema dalam karyanya.
Tentu tidak secara vulgar menampakkan wajah dari pelakunya. Hal itu
untuk menghindari klaim atau tuntutan dari orang yang bersangkutan. Karya
seni yang baik adalah karya yang tidak secara langsung mengarahkan kritikan
kepada seseorang atau sekelompok saja, tetapi bersifat universal, jadi yang
dituju adalah menyangkut karakter kemanusiaan secara keseluruhan.
Informasi
yang disampaikan juga semestinya informasi yang dijamin keakuratan datanya,
kebenaran informasinya, tidak boleh mengandung kebohongan, karena kalau suatu
karya tidak sesuai kenyataan hal itu bisa disebut sebagai kebohongan
publik. Karya yang dimaksud adalah karya aliran realistis bukan aliran
surealistis. Aliran surealistis adalah sebuah penggambaran alam mimpi,
khayalan, yang terkadang tidak ditemukan di alam nyata, karena konsep awalnya
adalah memang karya imajinatif, yang sering tidak sesuai dengan kenyataan
misalnya lukisan kuda bersayap, ayam berkaki empat dan sebagainya. Informasi
yang disampaikan lewat karya hendaknya informasi yang mendidik, dan menghibur
para penontonnya. Informasi yang dapat mencerahkan perasaan
apresiatornya. Dengan demikian perlu dihindari informasi yang dapat
membingunkan dan meresahkan masyarakat.
Penutup
Pada
kesimpulannya adalah sebuah karya seni rupa hendaknya ditempatkan menurut
sepantasnya, karena karya itu di samping berfungsi sebagai penghias ruangan,
pemberi informasi dan sebagai penghibur, yang tak kalah pentingnya adalah
fungsinya sebagai pendidik buat seisi rumah, seluruh keluarga yang setiap
harinya selalu berhadapan melihat karya-karya seni rupa yang terpajang di
dinding, entah itu disengaja atau tidak. Hendaknya kita bisa menyeleksi karya
yang bagaimana yang mendidik, membina moral kepribadian anak dalam
mempersiapkan masa depan mereka. Dengan memajang karya seni rupa di rumah
dengan sendirinya kita telah memberikan sebuah “materi” pembelajaran bagi
keluarga. Sebagaimana dinyatakan oleh Sanjaya[iv] bahwa, belajar bukanlah sekedar mengumpulkan
pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang,
sehingga menyebabkan munculnya perubahan prilaku. Aktivitas mental itu terjadi
karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Proses
belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Hal
itu terjadi pada diri masing-masing individu. Karya seni rupa yang
mendidik dimaksudkan adalah karya yang memiliki roh yang bersumber dari
tujuan pendidikan nasional kita. Karya seni rupa, merupakan salah satu
bidang yang perlu mendapat perhatian dalam pembentukan karakter bangsa, yang
semestinya penerapannya berawal dari keluaga kita masing-masing
sebagai salah satu unit terkecil dari masyarakat.
Semoga ***
[i] Susanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa:
Kumpulan Istilah Seni Rupa. Yogyakarta: Kanisius.
[ii] Rizal, Ray. 1990. Affandi: Hari Sudah
Tinggi. Jakarta: Metro Pos.
[iii] Wardani, Cut Kamaril, 2004. Pendidikan
Melalui Seni dalam Pendekatan Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Universitas
Negeri Jakarta.
[iv] Sanjaya, Wina. 2010. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media
Group.
kok Ga Bisa Di Copy Ya? :(
ReplyDelete