MAKALAH TENTANG SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA
Thursday, 25 October 2012
Add Comment
A. LATAR BELAKANG
Sudah menjadi
tradisi
turun temurun, umat Muslim
di
Indonesia terutama di pulau jawa dan
beberapa negara lain, ramai memperingati hari lahir Nabi Muhammad pada 12 Rabî’ul Awwal
setiap tahunnya.
Bahkan,
ada yang
menganggap ritual keagamaan ini bagian dari
keimanan
seseorang, jika tidak merayakannya maka ia
tidak beriman.
Jika dihadapkan pada pertanyaan: mana yang lebih utama, merayakan maulid nabi dengan cara seremonial,
atau mengingat kembali perjuangan Nabi Muhammad dalam rangka menjadi
manusia yang
bermakna?
Tentu kita
akan
menjawab:
lebih
utama
dua-duanya, merayakan maulid juga mengingat
perjuangannya untuk dijadikan barometer menuju
hidup yang bermakna.
B.
PERMASALAHAN
Sekarang
kita lepaskan
kontroversi seputar
boleh
tidaknya
memperingati maulid Nabi dan
kepastian tanggal kelahiran Nabi. Yang ingin diketengahkan saat ini adalah: apa yang bisa kita petik dari
peringatan maulid Nabi Muhammad
saw dan bagaimana maulid bisa
dijadikan peringatan ?
BAB II
PEMBAHASAN
Berbicara tentang Nabi
Muhammad sudah pasti
tidak
lepas dari
kisah
teladan
dan akhlak
mulianya. Siti Aisyah,
ketika
ditanya
oleh
orang Badui tentang akhlak Nabi,
mengatakan: “Khuluquhu
al-Qur`ân/ akhlaqnya
adalah al-Quran.” KH.
Mustofa
Bisri
yang akrab dipanggil Gus Mus dalam sebuah pengajian di Masjid Agung Jawa Tengah mengilustrasikan akhlak Nabi dengan orang yang membeli
TV
yang tidak perlu
membaca buku
petunjuk tapi bisa menyalakannya. Hal ini karena orang tersebut telah sering melihat orang lain menyalakan TV. “Begitu
pula
akhlak Nabi,
jika kita
ingin tahu tentang
al-Quran, maka lihatlah perilaku
Nabi Muhammad. Maka kita akan tahu isi al-Quran” tuturnya.
1. Tradisi
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Banyak kitab yang menceritakan tentang keagungan Nabi Muhammad. Mulai dari zaman klasik
sampai modern. Mulai
dari umat Muslim
sendiri sampai
non
muslim.
Salah
satu kitab klasik
yang menceritakan tentang pribadi Nabi Muhammad adalah ‘Iqd al-Jawâhîr
karya Syaikh
Ja’far al-Barzanji
bin
Husin
bin Abdul Karim
yang wafat
pada tahun 1766 M. Kitab ini kemudian lebih dikenal
dengan Kitab al-Barzanji,
dinisbahkan kepada penulisnya.
Barzanji selalu
dibaca di
berbagai tempat
dalam setiap
perayaan
maulid
Nabi, sebagai
upaya
mengingat kembali perjuangan kekasih Allah,
mulai dari
masa kandungan, remaja,pra- kenabian, kenabian,
hingga wafat
Nabi Muhammad saw.
Dalam Barzanji diceritakan bahwa kelahiran kekasih Allah ini ditandai dengan banyak peristiwa ajaib
yang terjadi
saat
itu, sebagai genderang tentang kenabiannya
dan
pemberitahuan bahwa Nabi
Muhammad adalah pilihan
Allah.
Keagungan
akhlak Nabi
Muhammad tergambarkan dalam
setiap prilaku sehari-hari. Sekitar umur tiga puluh lima tahun, beliau mampu mendamaikan beberapa kabilah dalam hal peletakan batu
Hajar Aswad di Ka’bah. Di tengah
masing-masing
kabilah yang
bersitegang mengaku dirinya yang
berhak meletakkan
Hajar
Aswad, Rasulullah tampil justru tidak mengutamakan dirinya sendiri, melainkan
bersikap
akomodatif dengan meminta kepada
setiap kabilah
untuk memegang setiap ujung sorban yang ia letakkan di atasnya Hajar Aswad. Keempat perwakilan
kabilah itu pun
lalu
mengangkat sorban berisi Hajar Aswad, dan Rasulullah
kemudian
mengambilnya lalu
meletakkannya di Ka’bah.
Melihat kondisi kita saat
ini, nampaknya
sikap
akomodatif terkesampingkan demi
memenuhi kepentingan pribadi dan golongan. Sikap akomodatif akan muncul di saat ada tujuan yang harus dicapai dengan berkongsi.
Kisah lain yang juga bisa dijadikan teladan adalah pada suatu pengajian seorang sahabat datang terlambat, lalu ia tidak mendapati ruang kosong untuk duduk. Bahkan, ia minta kepada sahabat yang
lain
untuk
menggeser
tempat duduknya,
namun
tak
ada satu
pun
yang mau. Di tengah
kebingungannya, Rasulullah saw memanggil sahabat tersebut
dan memintanya duduk di sampingnya. Tidak hanya itu,
Rasul kemudian
melipat
sorbannya lalu memberikannya pada sahabat tersebut
untuk
dijadikan
alas tempat duduk.
Melihat keagungan akhlak Nabi.Muhammad, sahabat tersebut dengan berlinangan air mata lalu menerima sorban tersebut namun
tidak
menjadikannya alas duduk,
tetapi justru mencium sorban
Nabi Muhammad saw
tersebut.
Bagaimana dengan kita? Agak sulit memang, dalam kondisi
berada di posisi puncak kemudian harus
memanggil dan meminta
orang
duduk
di samping kita
yang “terhormat”. Bahkan, tak jarang kita berfikiran
hal
itu justru
akan
menjatuhkan derajat
kita sebagai
orang penting.
2.
Nabi Muhammad Idolaku
Akhlak Nabi Muhammad yang paripurna terhadap umatnya digambarkan oleh Allah dalam Surat
Bacaan shalawat dan pujian kepada Rasulullah bergema saat kita membacakan Barzanji di acara
peringatan maulid Nabi Mauhammad saw, Ya Nabi salâm ‘alaika, Ya Rasûl salâm ‘alaika, Ya Habîb salâm ‘alaika, ShalawatulLâh ‘alaika... / Wahai Nabi salam untukmu, Wahai Rasul salam untukmu, Wahai
Kekasih
salam
untukmu, Shalawat Allah kepadamu.
Kemudian, apa
tujuan
dari peringatan maulid Nabi dan
bacaan shalawat dan
pujian
kepada
Rasulullah? Dr. Sa’id Ramadlan
Al-Bûthi menulis
dalam Kitab Fiqh al-Sîrah al-Nabawiyyah/
Memahami Perjalanan Nabi: “Tujuannya tidak hanya untuk sekedar mengetahui perjalanan nabi
dari sisi sejarah saja.
Tapi, agar kita
mau
melakukan tindakan
aplikatif
yang menggambarkan hakikat Islam yang paripurna dengan
mencontoh Nabi Muhammad
saw.”
Dan tujuan itu dapat tercapai melalui langkah-langkah berikut: pertama, kita harus memahami kepribadian Rasulullah saw melalui perjalanan hidupnya. Kedua, hendaknya kita memiliki satu
teladan untuk dijadikan
barometer, dan teladan yang paling baik adalah Nabi Muhammad saw. Ketiga, kita harus memahami Al-Quran, merasakan ruhnya, dan mengerti tujuannya.
3.
RISALAH TENTANG HUKUM
MEMPERINGATI MAULID NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM
Beliau-rahimahullah- telah ditanya tentang hukum maulid:
Maka dia menjawab: Saya tidak mendapatkan sampai sekarang dalil (argumentasi) didalam Al Qur'an, Sunnah, Ijma', Qiyas dan Istidlal yang menjelaskan landasan amalan maulid, bahkan kaum muslimin telah sepakat, bahwa perayaan maulid nabi tidak ada pada masa qurun yang terbaik (para shahabat, pent), juga orang yang datang sesudah mereka (para tabi'in) dan yang datang sesudah mereka (tabi'-tabi'in). Dan mereka juga sepakat bahwa yang pertama sekali melakukan maulid ini adalah Sulthan Al Muzhaffar abu Sa'id Kukburi, anak Zainuddin Ali bin Baktakin, pemilik kota Irbil dan yang membangun mesjid Al-Muzhaffari di Safah Qaasiyyun, pada tahun tujuh ratusan, dan tidak seorangpun dari kaum muslimin yang tidak mengatakan bahwa maulid tersebut bukan bid'ah.
Dan apabila telah tetap hal ini, jelaslah bagi yang memperhatikan (para pembaca) bahwasanya orang yang membolehkan maulid tersebut setelah dia mengakuinya sebagai bid'ah dan setiap yang bid'ah itu adalah sesat, berdasarkan perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tidaklah dia (yang membolehkan maulid) mengatakan kecuali apa yang bertentangan dengan syari'at yang suci ini, dan tidak ada tempat dia berpegang kecuali hanya taqlid kepada orang yang membagi bid'ah tersebut kepada beberapa macam, yang sama sekali tidak berlandasakan kepada ilmu.
Dan kesimpulannya kita tidak bisa menerima dari seseorang yang mengatakan bolehnya suatu amalan kecuali setelah dia sebutkan argumentasi yang mengkhususkan bid'ah yang dilakukannya tersebut keluar dari keumuman (hadits yang mengatakan : Setiap yang baru itu adalah bid'ah dan setiap yang bid'ah adalah sesat, pent) yang tidak dia ingkari, adapun semata-mata ungkapan yang mengatakan "kata si fulan atau pendapat si fulan", ini sama sekali tidak bermanfaat, sebab kebenaran itu lebih besar (agung) dari setiap orang, dan jikalau seandainya kita percaya (berpegang) kepada perkatan manusia dan kembali berpegang kepada omongan belaka, tiada lain orang yang membolehkan bid'ah tersebut keculai orang yang menyimpang dari jalan kaum muslimin.
Adapun al-atirah (para keluarga rasulullah) dan para pengikutnya tidak kita temukan satu perkataan pun dari mereka yang membolehkan maulid tersebut, bahkan perkataan mereka seakan sepakat mengatakan: bid'ah ini muncul jauh dibelakangan hari, dan ia merupakan sarana yang paling jelek untuk timbulnya kerusakan (kemungkaran), oleh karena itu kamu melihat negeri ini (Yaman) bersih dari segala tipu daya orang-orang sufi, dan mulid nabi ini merupakan salah satu dari tipu daya mereka -Alhamdulillah-, dan khalifah yang terakhir yang membela (memperjuangkan) yang demikian itu adalah al Mahdi Lidinillah Al-Abbas bin Al Manshur, sesungguhnya dia telah melarang perayaan mulid dan memerintahkan untuk penghancuran sebagian kuburan yang diyakini oleh orang-orang awan, semoga Allah Ta'ala memberikan ilham (taufig) kepada khalifah kita sekarang Al-Manshur Billah -semogah Allah memeliharanya- untuk mengikuti as salafus sholeh (para shahabat, tabi'in, tabi'-tabi'in dan yang mengikuti jejak mereka, pent). Karena permasalahannya sebagaimana yang ungkapkan dalam gubahan berikut ini:
Saya melihat kilatan bara api dicela-cela abu
Hampir saja bara tersebut akan menyala.
Bertebarnya bid'ah itu lebih cepat dari menyebarnya api, betapa lagi bid'ah maulid, karena diri orang yang awam sangat menyukainya (merindukanya), ditambah lagi jikalau yang hadir bersama mereka orang-orang yang berilmu, terhormat dan yang berpangkat, sesudah itu mereka (orang yang awam) akan memahami bahwasanya "perbuatan ini (maulid) merupakan tujuan dan bukanlah suatu bid'ah", sebagaimana yang diungkapkan dalam gubahan ini:
Orang yang berilmu yang tidak peduli dengan kesalahannya adalah kerusakan yang besar
Dan lebih rusak lagi orang yang bodoh yang banyak beribadah
Keduanya merupakan fitnah yang besar bagi alam ini
Bagi orang yang menjadikan mereka panutan didalam agamanya
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya masyarakat awam merupakan orang yang paling cepat menerima segala bentuk sarana yang membawa kepada kerusakan, yang bisa mereka dengan sarana tersebut melakukan hal-hal yang diharamkan, seperti maulid dan semisalnya, apalagi jika ditambah dengan kehadiran orang yang yang dikenal keilmuan, kehormatan dan kedudukannya, mereka melakukan yang terlarang dengan bentuk ketaatan, tenggelam dalam jurang kebodohan dan kesesatan, sehingga mereka (orang awam) akan berlepas diri dari pelarangan sambil berkata: "Telah hadir bersama kami sayyid (tuan) si fulan, si fulan dan si fulan".
Jangankan orang yang awam, sebagian orang yang menuntut ilmupun juga telah duduk didepan saya untuk membaca (mempelajari) sebagian dari ilmu-ilmu ijtihad, lalu dia memberitahukan kepada saya : "Bahwa dia telah hadir pada malan perayaan maulid tersebut, pada bulan ini (Rabiul Awwal, pent)", maka saya ingkari perbuatannya, lantas dia berkata : "Telah hadir bersama kami tuan si fulan, si fulan dan si fulan", lalu saya bertanya : "Bagaimana bentuk pelaksanaannya didepan mereka para tuan itu", maka dia menjawab: Yang membaca maulid tersebut seorang laki-laki yang bodoh, sementara para tuan-tuan tersebut memukul gendang sambil menyanyi dan mendengarkannya, sampai dia berdiri seolah-olah lepas dari ikatan sambil mengucapkan : "Selamat datang wahai cahaya mataku, selamat datang", dan berdiri pula bersamanya seluruh yang hadir termasuk para tuan tersebut dan yang lainnya, lalu dia bersuara sambil berdiri, begitu juga mereka yang hadir, tatkala capek sebagian yang hadir lalu dia duduk, lalu sebagian para tuan tersebut melarangnya sambil berkata yang dimukanya terlihat kemarahan : "Berdiri wahai si bodoh", (dengan lafazd seperti ini), dan mereka tidak ragu lagi bahwasanya Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam telah sampai kepada mereka pada waktu itu, kemudian mereka saling bersalaman dan sebagian orang yang awam dengan segera memberikan bermacam-macam wangian ketangan mereka, seolah-olah mereka sedang mempergunakan kesempatan bertemu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallm, innalillahi wainnailaihi raji'un !! lalu mana kehormatan (kemuliaan) agama ini ?, jikalau sudah hilang, mana rasa malu dan akal yang sehat ?.
Seandainya tidak ada terjadi dihadapan mereka para tuan tersebut satupun dari bentuk kemungkaran, -sabagaimana persangkaan baik kita terhadap mereka,- tapi apakah mereka tidak tahu bahwa orang awam menjadikan yang demikian itu sebagai sarana untuk kemungkaran, menutupi dengan kehadiran mereka segala bentuk kemungkaran, melakukan pada perayaan maulid mereka- yang tidak dihadirinya- setiap kemungkaran, sambil berkata : Telah hadir dalam perayaan maulid sipulan, sipulan dan sipulan, mereka berpegang dengan nama maulid.
Maka disini jelaslah bagimu rusaknya I'tidzar (dalil) sebagian orang yang membolehkannya dengan alasan "Apabilah tidak terjadi dalam perayaan tersebut kecuali berkumpul untuk makan dan dzikir, maka tidak apa-apa, dan ini tidak mengharuskan haramnya hal-hal yang terlarang yang menyertai maulid tersebut".
Karena kita katakan : Perayaan maulid dalam posisinya sebagai bid'ah -sesuai dengan pengakuanmu- biasanya disertai dengan banyak bentuk kemungkaran dan sudah menjadi sarana untuk melakukan kemaksiatan yang banyak. Dan adanya perayaan maulid seperti ini yang tidak mencakup selain makanan dan dzikir labih baik dari kibriit (permata) yang merah.
Dan telah tetap bahwa "saddudz dzarai" (menutupi jalan-jalan)) dan melarang seluruh sarana yang menjurus kepada sesuatu yang terlarang merupakan kaidah Syariat yang amat penting, yang dianggap wajib oleh para jumhur (ulama). Dan jikalau seandainya masih ada dalam dirimu rasa inshof janganlah kamu ingkari permasalahan ini.
Dan jika telah jelas bagi anda bahwa tiada seorangpun dari ahli bait dan para pengikut mereka yang membolehkan perayaan Maulid, dan anda ingin juga mengetahui pendapat ulama selain ahli bait, maka keterangannya sebagai berikut :
"Penjelasan Gamlang Tentang Maulid Sang Pemberi Kabar Gembira Dan Penakut", meskipun beliau ahli dalam masalah ilmu hadits, tetapi kitab tersebut kosong dari dalil-dalil yang kuat, tidak dapat diingkari, ia membolehkan nya dengan imbalan seribu dinar "sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Khallakaan" dan cinta dunia, bisa berbuat lebih dari ini.
Kemudian setelah terjadi perayaan maulid ini, tegaklah perselisihan yang besar, dan bermunculanlah karangan-karangan tentang masalah ini, antara yang melarang dan yang membolehkan, diantara pengarang-pengarang tersebut ialah Alfakihany Almaliky menulis sebuah kitab yang berjudul : "Pendapat Yang Mendasar Dalam Pelaksanaan Maulid" di dalamnya beliau mencela dan mencaci, dan diantara gubahan dalam kitab itu yang ditujukan kepada gurunya Al-Qusyairy:
Kemunkaran telah dianggap baik.
Dan kebaikan menjadi munkar di zaman yang pelik.
Para ulama tak bernilai lagi.
Sedangkan orang-orang bodoh mendapat kedudukan tinggi
Mereka menyeleweng dari kebenaran.
Dulunya pemimpin-pemimpin mereka tak diperhatikan
Maka kukatakan kepada orang-orang baik lagi bertaqwa
Dan beragama, tatkala memuncaknya kesedihan
Janganlah kalian menyesali keadaan, telah tiba
Giliran mu pada masa yang asing.
Kemudian juga Al-Imam Abdillah bin Al-Haaj dengan nama kitabnya : "Pintu Masuk Dalam Mengamalkan Maulid", dan Imam Ahli Qiro-at Al-Jazary dengan nama kitabnya: "Pengenalan Terhadap Maulid Yang Mulia", dan juga Imam Al-Hafidz Ibnu Naashir () dengan kitabnya: "Sumber Utama Dalam Pelaksanaan Maulid Sang Pembawa Petunjuk", dan Imam Suyuthi dengan kitabnya : "Tujuan Yang Baik Dalam Melaksanakan Maulid", diantara mereka ada yang benar-benar tidak membolehkan, dan ada juga yang membolehkan dengan bersyarat kalau tidak dicampuri oleh hal-hal yang munkar, meskipun mereka mengakui bahwasanya itu merupakan perbuatan bid'ah, namun mereka tidak mampu untuk memberikan argumentasi yang kuat, adapun dalil mereka dengan hadits bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dikala sampai di Madinah beliau mendapati orang-orang yahudi berpuasa pada hari asyura, lalu beliau menanyakan sebabnya, hari tersebut adalah hari dimana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan membinasakan Fir'aun, lalu kami berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada Allah Ta'ala sebagaimana yang dilakukan Ibnu Hajar (), atau dengan hadits bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengaqiqahkan dirinya sendiri setelah kenabian (), sebagaimana yang dilakukan Suyuthi, ini merupakan suatu yang sangat aneh dimana itu terjadi karena keinginan untuk menegakkan bid'ah.
Walhasil bahwa sesungguhnya orang-orang yang membolehkan "yang mereka itu segelintir kalau dibandingkan dengan orang-orang yang mengharamkan" mereka sepakat bahwasanya tidak boleh kecuali dengan syarat hanya untuk makan-makan dan berdzikir. Telah kita jelaskan bahwasanya ia sudah menjadi wacana untuk hal-hal yang munkar. Hal ini tidak satu pun yang bisa mengingkarinya. Dan adapun peringatan maulid seperti ini yang terjadi sekarang semuanya bersepakat bahwa ia tidak boleh. Rasanya semua ini sudah cukup bagi kita, meskipun semestinya membutuhkan penjelasan yang panjang lebar, membeberkan pendapat-pendapat orang yang membolehkan kemudian dibantah, hal yang demikian tentu akan menghasilkan beberapa buah buku. Dan Allah tentu akan mengilhamkan kepada salah seorang petinggi negara untuk mencegah perbuatan ini, maka ia akan mudah dikikis habis, yaitu dengan mencegah generasi yang akan diajak untuk melakukan perayaan maulid serta mengecamnya. Cara seperti ini bisa dilakukan oleh setiap orang.
Adapun pertanyaan anda tentang kejadian besar yang terjadi di Qotor Tuhamy, di mana mereka menghiasi batu-batu, lalu mereka tawaf di sekelilingnya, sebagai mana tawaf di sekeliling Ka'bah, telah sampai kepada orang yang mencintai anda -yaitu pengarang (pent)- pertanyaan sebagian pemuka penduduk Tuhamah, yang ditulis oleh Sayyid Ahmad An-Nu'amy, pertanyaan itu telah saya jawab dengan panjang lebar, maka bacalah ia kalau memungkinkan, dan pertanyaan itu memuat keyakinan mereka terhadap orang-orang yang telah mati, dan batu-batu itu, bahwasanya dia dapat memberikan mudharat dan manfaat, hal ini adalah perbuatan kufur () yang tidak diragukan lagi, bahkan ia lebih dari kekufuran penyembah-penyembah berhala dulu, karena orang-orang itu berkata: kami mengibadati berhala-berhala itu agar mereka mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya. Sedangkan mereka ini berkata: kami ibadati mereka supaya dapat memberikan mudharat dan manfaat, maka musibah mana yang lebih keji dari pada kekufuran, dan kemungkaran mana yang lebih dahsyat dari nya ?! dan bagaimana bisa orang yang sanggup untuk melaksanakan perintah-perintah beranggapan bahwasanya ia termasuk orang-orang yang beriman, sedangkan saudara-saudara sesama muslim telah terjerumus kedalam kekufuran yang nyata ? Innalillahi wa inna ilaihi rooji'uun, dan semoga Allah merahmati Al-Mahdy lidinillah Al-Abbas bin Mansur Beliau telah berusaha menghancurkan kemungkaran di setiap tempat, dan semoga Allah mengilhami pemimpin zaman sekarang untuk melakukan kewajiban yang sangat penting ini
Beliau-rahimahullah- telah ditanya tentang hukum maulid:
Maka dia menjawab: Saya tidak mendapatkan sampai sekarang dalil (argumentasi) didalam Al Qur'an, Sunnah, Ijma', Qiyas dan Istidlal yang menjelaskan landasan amalan maulid, bahkan kaum muslimin telah sepakat, bahwa perayaan maulid nabi tidak ada pada masa qurun yang terbaik (para shahabat, pent), juga orang yang datang sesudah mereka (para tabi'in) dan yang datang sesudah mereka (tabi'-tabi'in). Dan mereka juga sepakat bahwa yang pertama sekali melakukan maulid ini adalah Sulthan Al Muzhaffar abu Sa'id Kukburi, anak Zainuddin Ali bin Baktakin, pemilik kota Irbil dan yang membangun mesjid Al-Muzhaffari di Safah Qaasiyyun, pada tahun tujuh ratusan, dan tidak seorangpun dari kaum muslimin yang tidak mengatakan bahwa maulid tersebut bukan bid'ah.
Dan apabila telah tetap hal ini, jelaslah bagi yang memperhatikan (para pembaca) bahwasanya orang yang membolehkan maulid tersebut setelah dia mengakuinya sebagai bid'ah dan setiap yang bid'ah itu adalah sesat, berdasarkan perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tidaklah dia (yang membolehkan maulid) mengatakan kecuali apa yang bertentangan dengan syari'at yang suci ini, dan tidak ada tempat dia berpegang kecuali hanya taqlid kepada orang yang membagi bid'ah tersebut kepada beberapa macam, yang sama sekali tidak berlandasakan kepada ilmu.
Dan kesimpulannya kita tidak bisa menerima dari seseorang yang mengatakan bolehnya suatu amalan kecuali setelah dia sebutkan argumentasi yang mengkhususkan bid'ah yang dilakukannya tersebut keluar dari keumuman (hadits yang mengatakan : Setiap yang baru itu adalah bid'ah dan setiap yang bid'ah adalah sesat, pent) yang tidak dia ingkari, adapun semata-mata ungkapan yang mengatakan "kata si fulan atau pendapat si fulan", ini sama sekali tidak bermanfaat, sebab kebenaran itu lebih besar (agung) dari setiap orang, dan jikalau seandainya kita percaya (berpegang) kepada perkatan manusia dan kembali berpegang kepada omongan belaka, tiada lain orang yang membolehkan bid'ah tersebut keculai orang yang menyimpang dari jalan kaum muslimin.
Adapun al-atirah (para keluarga rasulullah) dan para pengikutnya tidak kita temukan satu perkataan pun dari mereka yang membolehkan maulid tersebut, bahkan perkataan mereka seakan sepakat mengatakan: bid'ah ini muncul jauh dibelakangan hari, dan ia merupakan sarana yang paling jelek untuk timbulnya kerusakan (kemungkaran), oleh karena itu kamu melihat negeri ini (Yaman) bersih dari segala tipu daya orang-orang sufi, dan mulid nabi ini merupakan salah satu dari tipu daya mereka -Alhamdulillah-, dan khalifah yang terakhir yang membela (memperjuangkan) yang demikian itu adalah al Mahdi Lidinillah Al-Abbas bin Al Manshur, sesungguhnya dia telah melarang perayaan mulid dan memerintahkan untuk penghancuran sebagian kuburan yang diyakini oleh orang-orang awan, semoga Allah Ta'ala memberikan ilham (taufig) kepada khalifah kita sekarang Al-Manshur Billah -semogah Allah memeliharanya- untuk mengikuti as salafus sholeh (para shahabat, tabi'in, tabi'-tabi'in dan yang mengikuti jejak mereka, pent). Karena permasalahannya sebagaimana yang ungkapkan dalam gubahan berikut ini:
Saya melihat kilatan bara api dicela-cela abu
Hampir saja bara tersebut akan menyala.
Bertebarnya bid'ah itu lebih cepat dari menyebarnya api, betapa lagi bid'ah maulid, karena diri orang yang awam sangat menyukainya (merindukanya), ditambah lagi jikalau yang hadir bersama mereka orang-orang yang berilmu, terhormat dan yang berpangkat, sesudah itu mereka (orang yang awam) akan memahami bahwasanya "perbuatan ini (maulid) merupakan tujuan dan bukanlah suatu bid'ah", sebagaimana yang diungkapkan dalam gubahan ini:
Orang yang berilmu yang tidak peduli dengan kesalahannya adalah kerusakan yang besar
Dan lebih rusak lagi orang yang bodoh yang banyak beribadah
Keduanya merupakan fitnah yang besar bagi alam ini
Bagi orang yang menjadikan mereka panutan didalam agamanya
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya masyarakat awam merupakan orang yang paling cepat menerima segala bentuk sarana yang membawa kepada kerusakan, yang bisa mereka dengan sarana tersebut melakukan hal-hal yang diharamkan, seperti maulid dan semisalnya, apalagi jika ditambah dengan kehadiran orang yang yang dikenal keilmuan, kehormatan dan kedudukannya, mereka melakukan yang terlarang dengan bentuk ketaatan, tenggelam dalam jurang kebodohan dan kesesatan, sehingga mereka (orang awam) akan berlepas diri dari pelarangan sambil berkata: "Telah hadir bersama kami sayyid (tuan) si fulan, si fulan dan si fulan".
Jangankan orang yang awam, sebagian orang yang menuntut ilmupun juga telah duduk didepan saya untuk membaca (mempelajari) sebagian dari ilmu-ilmu ijtihad, lalu dia memberitahukan kepada saya : "Bahwa dia telah hadir pada malan perayaan maulid tersebut, pada bulan ini (Rabiul Awwal, pent)", maka saya ingkari perbuatannya, lantas dia berkata : "Telah hadir bersama kami tuan si fulan, si fulan dan si fulan", lalu saya bertanya : "Bagaimana bentuk pelaksanaannya didepan mereka para tuan itu", maka dia menjawab: Yang membaca maulid tersebut seorang laki-laki yang bodoh, sementara para tuan-tuan tersebut memukul gendang sambil menyanyi dan mendengarkannya, sampai dia berdiri seolah-olah lepas dari ikatan sambil mengucapkan : "Selamat datang wahai cahaya mataku, selamat datang", dan berdiri pula bersamanya seluruh yang hadir termasuk para tuan tersebut dan yang lainnya, lalu dia bersuara sambil berdiri, begitu juga mereka yang hadir, tatkala capek sebagian yang hadir lalu dia duduk, lalu sebagian para tuan tersebut melarangnya sambil berkata yang dimukanya terlihat kemarahan : "Berdiri wahai si bodoh", (dengan lafazd seperti ini), dan mereka tidak ragu lagi bahwasanya Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam telah sampai kepada mereka pada waktu itu, kemudian mereka saling bersalaman dan sebagian orang yang awam dengan segera memberikan bermacam-macam wangian ketangan mereka, seolah-olah mereka sedang mempergunakan kesempatan bertemu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallm, innalillahi wainnailaihi raji'un !! lalu mana kehormatan (kemuliaan) agama ini ?, jikalau sudah hilang, mana rasa malu dan akal yang sehat ?.
Seandainya tidak ada terjadi dihadapan mereka para tuan tersebut satupun dari bentuk kemungkaran, -sabagaimana persangkaan baik kita terhadap mereka,- tapi apakah mereka tidak tahu bahwa orang awam menjadikan yang demikian itu sebagai sarana untuk kemungkaran, menutupi dengan kehadiran mereka segala bentuk kemungkaran, melakukan pada perayaan maulid mereka- yang tidak dihadirinya- setiap kemungkaran, sambil berkata : Telah hadir dalam perayaan maulid sipulan, sipulan dan sipulan, mereka berpegang dengan nama maulid.
Maka disini jelaslah bagimu rusaknya I'tidzar (dalil) sebagian orang yang membolehkannya dengan alasan "Apabilah tidak terjadi dalam perayaan tersebut kecuali berkumpul untuk makan dan dzikir, maka tidak apa-apa, dan ini tidak mengharuskan haramnya hal-hal yang terlarang yang menyertai maulid tersebut".
Karena kita katakan : Perayaan maulid dalam posisinya sebagai bid'ah -sesuai dengan pengakuanmu- biasanya disertai dengan banyak bentuk kemungkaran dan sudah menjadi sarana untuk melakukan kemaksiatan yang banyak. Dan adanya perayaan maulid seperti ini yang tidak mencakup selain makanan dan dzikir labih baik dari kibriit (permata) yang merah.
Dan telah tetap bahwa "saddudz dzarai" (menutupi jalan-jalan)) dan melarang seluruh sarana yang menjurus kepada sesuatu yang terlarang merupakan kaidah Syariat yang amat penting, yang dianggap wajib oleh para jumhur (ulama). Dan jikalau seandainya masih ada dalam dirimu rasa inshof janganlah kamu ingkari permasalahan ini.
Dan jika telah jelas bagi anda bahwa tiada seorangpun dari ahli bait dan para pengikut mereka yang membolehkan perayaan Maulid, dan anda ingin juga mengetahui pendapat ulama selain ahli bait, maka keterangannya sebagai berikut :
"Penjelasan Gamlang Tentang Maulid Sang Pemberi Kabar Gembira Dan Penakut", meskipun beliau ahli dalam masalah ilmu hadits, tetapi kitab tersebut kosong dari dalil-dalil yang kuat, tidak dapat diingkari, ia membolehkan nya dengan imbalan seribu dinar "sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Khallakaan" dan cinta dunia, bisa berbuat lebih dari ini.
Kemudian setelah terjadi perayaan maulid ini, tegaklah perselisihan yang besar, dan bermunculanlah karangan-karangan tentang masalah ini, antara yang melarang dan yang membolehkan, diantara pengarang-pengarang tersebut ialah Alfakihany Almaliky menulis sebuah kitab yang berjudul : "Pendapat Yang Mendasar Dalam Pelaksanaan Maulid" di dalamnya beliau mencela dan mencaci, dan diantara gubahan dalam kitab itu yang ditujukan kepada gurunya Al-Qusyairy:
Kemunkaran telah dianggap baik.
Dan kebaikan menjadi munkar di zaman yang pelik.
Para ulama tak bernilai lagi.
Sedangkan orang-orang bodoh mendapat kedudukan tinggi
Mereka menyeleweng dari kebenaran.
Dulunya pemimpin-pemimpin mereka tak diperhatikan
Maka kukatakan kepada orang-orang baik lagi bertaqwa
Dan beragama, tatkala memuncaknya kesedihan
Janganlah kalian menyesali keadaan, telah tiba
Giliran mu pada masa yang asing.
Kemudian juga Al-Imam Abdillah bin Al-Haaj dengan nama kitabnya : "Pintu Masuk Dalam Mengamalkan Maulid", dan Imam Ahli Qiro-at Al-Jazary dengan nama kitabnya: "Pengenalan Terhadap Maulid Yang Mulia", dan juga Imam Al-Hafidz Ibnu Naashir () dengan kitabnya: "Sumber Utama Dalam Pelaksanaan Maulid Sang Pembawa Petunjuk", dan Imam Suyuthi dengan kitabnya : "Tujuan Yang Baik Dalam Melaksanakan Maulid", diantara mereka ada yang benar-benar tidak membolehkan, dan ada juga yang membolehkan dengan bersyarat kalau tidak dicampuri oleh hal-hal yang munkar, meskipun mereka mengakui bahwasanya itu merupakan perbuatan bid'ah, namun mereka tidak mampu untuk memberikan argumentasi yang kuat, adapun dalil mereka dengan hadits bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dikala sampai di Madinah beliau mendapati orang-orang yahudi berpuasa pada hari asyura, lalu beliau menanyakan sebabnya, hari tersebut adalah hari dimana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan membinasakan Fir'aun, lalu kami berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada Allah Ta'ala sebagaimana yang dilakukan Ibnu Hajar (), atau dengan hadits bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengaqiqahkan dirinya sendiri setelah kenabian (), sebagaimana yang dilakukan Suyuthi, ini merupakan suatu yang sangat aneh dimana itu terjadi karena keinginan untuk menegakkan bid'ah.
Walhasil bahwa sesungguhnya orang-orang yang membolehkan "yang mereka itu segelintir kalau dibandingkan dengan orang-orang yang mengharamkan" mereka sepakat bahwasanya tidak boleh kecuali dengan syarat hanya untuk makan-makan dan berdzikir. Telah kita jelaskan bahwasanya ia sudah menjadi wacana untuk hal-hal yang munkar. Hal ini tidak satu pun yang bisa mengingkarinya. Dan adapun peringatan maulid seperti ini yang terjadi sekarang semuanya bersepakat bahwa ia tidak boleh. Rasanya semua ini sudah cukup bagi kita, meskipun semestinya membutuhkan penjelasan yang panjang lebar, membeberkan pendapat-pendapat orang yang membolehkan kemudian dibantah, hal yang demikian tentu akan menghasilkan beberapa buah buku. Dan Allah tentu akan mengilhamkan kepada salah seorang petinggi negara untuk mencegah perbuatan ini, maka ia akan mudah dikikis habis, yaitu dengan mencegah generasi yang akan diajak untuk melakukan perayaan maulid serta mengecamnya. Cara seperti ini bisa dilakukan oleh setiap orang.
Adapun pertanyaan anda tentang kejadian besar yang terjadi di Qotor Tuhamy, di mana mereka menghiasi batu-batu, lalu mereka tawaf di sekelilingnya, sebagai mana tawaf di sekeliling Ka'bah, telah sampai kepada orang yang mencintai anda -yaitu pengarang (pent)- pertanyaan sebagian pemuka penduduk Tuhamah, yang ditulis oleh Sayyid Ahmad An-Nu'amy, pertanyaan itu telah saya jawab dengan panjang lebar, maka bacalah ia kalau memungkinkan, dan pertanyaan itu memuat keyakinan mereka terhadap orang-orang yang telah mati, dan batu-batu itu, bahwasanya dia dapat memberikan mudharat dan manfaat, hal ini adalah perbuatan kufur () yang tidak diragukan lagi, bahkan ia lebih dari kekufuran penyembah-penyembah berhala dulu, karena orang-orang itu berkata: kami mengibadati berhala-berhala itu agar mereka mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya. Sedangkan mereka ini berkata: kami ibadati mereka supaya dapat memberikan mudharat dan manfaat, maka musibah mana yang lebih keji dari pada kekufuran, dan kemungkaran mana yang lebih dahsyat dari nya ?! dan bagaimana bisa orang yang sanggup untuk melaksanakan perintah-perintah beranggapan bahwasanya ia termasuk orang-orang yang beriman, sedangkan saudara-saudara sesama muslim telah terjerumus kedalam kekufuran yang nyata ? Innalillahi wa inna ilaihi rooji'uun, dan semoga Allah merahmati Al-Mahdy lidinillah Al-Abbas bin Mansur Beliau telah berusaha menghancurkan kemungkaran di setiap tempat, dan semoga Allah mengilhami pemimpin zaman sekarang untuk melakukan kewajiban yang sangat penting ini
BAB III
KESIMPULAN
Sebagai akhir dari uraian kamii diatas
kami simpulkan , bahwa tidak ada
seorangpun yang membutuhkan dalil tentang jeleknya amalan ini, tiada seorang
muslimpun yang ragu akan kufurnya perbuatan ini, dan tiada seorangpun yang
menyelisihi tentang buruknya kekufuran, Al-Qur'an dan sunnah penuh oleh
dalil-dalil yang menetapkan jeleknya kekufuran, yang membeberkan kepada orang
kafir apa-apa yang mereka yakini. Siapa yang membaca satu lembar saja dari
Al-Quran niscaya ia akan menemukan dalil-dalil tentang tauhid, dan tentang
jeleknya syirik dan kufur, apa yang membuatnya puas dan merasa cukup, maka
tidak akan ada faedahnya kalau kita berpanjang lebar, jikalau ada orang yang
ingin menyebutkan secara detil dalil-dalil tentang itu baik naql ataupun akal,
pasti akan mengeluarkan kitab yang berjilid-jilid Ya
Allah sesungguh Engkau mengetahui bahwa kemampuan kami terbatas untuk melawan
kerusakan-kerusakan ini dan menghancurkan kemungkaran-kemungkaran ini, tidaklah
ada yang bisa kami lakukan kecuali hanya memberi peringatan dan menyampaikan,
dan itu telah kami lakukan. Ya Allah turunkan murka Mu karena agama Mu, dan
sucikanlah ia dari noda-noda para syetan yaitu mereka-mereka yang menyembah
kubur, dan selamatkanlah kami dari kotoran-kotoran yang mengeruhkan kesucian
agama yang kokoh ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Syalabi,
A. 2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Pustaka Al-Husna Baru. Jakarta.
Ø www.republika-online.com
Ø Abdul
Hakim Al-Afifi, 1000 Peristiwa Dalam Islam, Pustaka Hidayah.
0 Response to "MAKALAH TENTANG SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA"
Post a Comment