GLOBALISASI PESANTREN SALAF INDONESIA
Tuesday, 10 April 2012
Add Comment
KELAHIRAN pondok pesantren di tanah air, tidak dapat dipisahkan
dari sejarah masuknya Islam ke Indonesia. Kehadiran pondok pesantren sampai
saat ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam. Pada awal berdirinya,
pondok pesantren umumnya sangat sederhana. Sistem yang lazim digunakan dalam
proses pembelajaran adalah wetonan, sorogan dan bandongan. Akan
tetapi, sejak 1970-an bersamaan dengan program modernisasi pondok pesantren,
mulai membuka diri untuk mempelajari pelajaran umum. Pada mulanya, tujuan utama
pondok pesantren adalah menyiapkan santri untuk mendalami ilmu pengetahuan
agama (tafaqqul fi al-din).
Dewasa ini, pertumbuhan dan penyebaran pesantren sangat pesat.
Dengan menjamurnya pondok pesantren yang penyuguhkan spesialisasi kajian baik
tradisional ataupun modern, membawa dampak positif terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan di negeri ini. Kehadiran pondok pesantreen telah nyata membantu
pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu,
pesantren telah menawarkan jenis pendidikan alternatif bagi pengembangan
pendidikan nasional. Sejak awal berdirinya pondok pesantren dikenal sebagai
lembaga pengkaderan ulama, tempat pengajaran ilmu agama, dan memelihara tradisi
Islam. Fungsi ini semakin berkembang akibat tuntutan pembangunan nasional yang
mengharuskan pesantren terlibat di dalamnya.
Kini, di abad ke-21, sebagaimana disebut orang abad milenium,
peran pondok pesantren bukan saja sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga
sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial. Peran pesantren pun melebar
menjadi agen perubahan dan pembangunan masyarakat. Oleh karena itu, tidak heran
bila sekarang, pemerintah atau lembaga sosial kemasyarakatan menginginkan
pondok pesantren menjadi pusat pemberdayaan masyarakat, melalui berbagai
kegiatan yang sangat menunjang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang
memiliki kompetensi yang tinggi.
Tantangan Globalisasi
Di tengah terpaan arus globalisasi, para pakar ramai menyatakan
bahwa dunia akan semakin kompleks dan saling ketergantungan. Dikatakan pula
bahwa perubahan yang akan terjadi dalam bentuk non-linear, tidak
bersambung, dan tidak bisa diramalkan. Masa depan merupakan suatu
ketidaksinambungan. Kita memerlukan pemikiran ulang dan rekayasa ulang terhadap
masa depan yang akan dilewati. Kita berani tampil dengan pemikiran yang terbuka
dan meninggalkan cara-cara lama yang tidak produktif. The road stop here
where we go next? Semua pernyataan tersebut menggambarkan bahwa dunia akan
kekurangsiapan dan sekaligus sebagai dorongan untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi globalisasi.
Fenomena globalisasi banyak melahirkan sifat individualisme dan
pola hidup materialistik yang kian mengental. Di sinilah keunikan pondok
pesantren masih konsisten dengan menyuguhkan suatu sistem pendidikan yang mampu
menjembatani kebutuhan fisik (jasmani) dan kebutuhan mental spiritual
(rohani) manusia.
Eksistensi pondok pesantren dalam menyikapi perkembangan zaman,
tentunya memiliki komitmen untuk tetap menyuguhkan pola pendidikan yang mampu
melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang handal. Kekuatan otak (berpikir),
hati (keimanan) dan tangan (keterampilan), merupakan modal utama
untuk membentuk pribadi santri yang mampu menyeimbangi perkembangan zaman.
Berbagai kegiatan keterampilan dalam bentuk pelatihan/work-shop (daurah)
yang lebih memperdalam ilmu pengethuan dan keterampilan kerja adalah upaya untuk
menambah wawasan santri di bidang ilmu sosial, budaya dan ilmu praktis,
merupakan salah satu terobosan konkret untuk mempersiapkan individu santri di
lingkungan masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks di lingkungan
masyarakat, maka pondok pesantren harus berani tampil dan mengembangkan dirinya
sebagai pusat keunggulan. Pondok pesantren tidak hanya mendidik santri agar
memiliki ketangguhan jiwa (taqwimu al-nufus), jalan hidup yang lurus,
budi pekerti yang mulia, tetapi juga santri yang dibekali dengan berbagai
disiplin ilmu keterampilan lainnya, guna dapat diwujudkan dan mengembangkan
segenap kualitas yang dimilikinya.
Untuk mencapai tujuan di atas, para santri harus dibekali
nilai-nilai keislaman yang dipadukan dengan keterampilan. Pembekalan ilmu dan
keterampilan dapat ditempuh dengan mempelajari tradisi ilmu pengetahuan agama
dan penggalian dari teknologi keterampilan umum. Karena, tradisi keilmuan dan
kebudayaan Islam sangat kaya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sayyid Kuthb; "Yang
benar, bahwasannya agama (Islam) bukan mengganti ilmu dan kebudayaan, bahkan
bukan pula musuh ilmu dan kebudayaan. Padahal, agama Islam merupakan bingkai
ilmu dan kebudayaan poros/sumbu untuk ilmu kebudayaan, begitu pula sebagai
metode ilmu dan kebudayaan dan membatasi bingkai dan poros yang mampu memberi
hukum (peraturan) bagi segala masalah kehidupan".
Mencermati karakteristik umat Islam serta kecenderungan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang,
disertai dengan perkembangan kebudayaan, maka pilihan format pondok pesantren
lebih menekankan kepada ilmu pengetahuan alam. Maka keberadaan pondok pesantren
sangat optimis sebagai alternatif pendidikan. Sebagaimana yang pernah
dikemukakan oleh Chistoper J. Lucas, "Pesantren menyimpan kekuatan yang
sangat luar biasa untuk menciptakan keseluruhan aspek lingkungan hidup dan
dapat memberi informasi yang berharga dalam mempersiapkan kebutuhan yang inti
untuk menghadapi masa depan."
Di sinilah peran pesantren perlu ditingkatkan. Tuntutan
globalisasi tidak mungkin dihindari. Salah satu langkah yang bijak adalah
mempersiapkan pesantren tidak "ketinggalan kereta" agar tidak kalah
dalam persaingan. Pada tataran ini masih banyak pembenahan dan perbaikan yang
harus dilakukan oleh pondok pesantren. Paling tidak tiga hal yang mesti digarap
oleh pondok pesantren yang sesuai dengan jati dirinya. Pertama,
pesantren sebagai lembaga pendidikan pengkaderan ulama. Fungsi ini tetap harus
melekat pada pesantren, karena pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan
yang melahirkan ulama. Namun demikian, tuntutan modernisasi dan globalisasi
mengharuskan ulama memiliki kemampuan lebih, kapasitas intelektual yang
memadai, wawasan, akses pengetahuan dan informasi yang cukup serta responsif
terhadap perkembangan dan perubahan.
Kedua, pesantren sebagai lembaga
pengembangan ilmu pengetahuan khusus agama Islam. Pada tatanan ini, pesantren
masih dianggap lemah dalam penguasaan ilmu dan metodologi. Pesantren hanya
mengajarkan ilmu agama dalam arti transfer of knowledge. Karena
pesantren harus jelas memiliki potensi sebagai "lahan" pengembangan
ilmu agama.
Ketiga, dunia pesantren harus mampu
menempatkan dirinya sebagai transformasi, motivator, dan inovator. Kehadiran
pesantren dewasa ini telah memainkan perannya sebagai fungsi itu meskipun boleh
dikata dalam taraf yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Sebagai salah satu
komponen masyarakat, pesantren memiliki kekuatan dan "daya tawar"
untuk melakukan perubahan-perubahan yang berarti.
Dari zaman ke zaman, generasi ke generasi peran pondok pesantren
melalui fungsi dan tugas santri adalah memperjuangkan tegaknya nilai-nilai
religius serta berjihad mentransformasikannya ke dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan masyarakat. Tujuan yang dimaksud adalah agar kehidupan masyarakat
berada dalam kondisi berimbang (balanced) antara aspek dunia dan ukhrawi.
Berdasarkan pendekatan sistemik
dan religi di atas, tentunya diakui bahwa peranan pondok pesantren harus
sanggup membangun idividu santri untuk membangun kelompok (sosial) yang
memiliki potensi kuat dalam mengisi pembangunan negeri ini. Dengan konsepsi
yang demikian itu, pondok pesantrenn merupakan lembaga pendidikan yang ideal,
terutama, karena di dalamnya memuat konsep pendidikan yang integralistik,
pragmatik, dan mempunyai akar budaya yang sangat kental di lingkungan
masyarakat
0 Response to "GLOBALISASI PESANTREN SALAF INDONESIA"
Post a Comment