-->

PTK PENJASKES : Peningkatan Minat dan Hasil Belajar Siswa Pelajaran Penjaskes Melalui Permainan Tradisional di MI Nurul Huda


BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang
Permainan tradisional merupan permainan yang sudah sejak lama ada di kehidupan masyarakat Indonesia. Permainan tradisional merupakan permainan yang diwariskan dari leluhur. Permainan tradisional dimainkan oleh para pendahulu sebagai sarana rekreatif untuk mengisi waktu luang. Permainan tradisional merupakan permainan yang sederhana dan tidak memerlukan keahlian khusun untuk memainkannnya. Perlengkapan dan persiapan yang dilakukan juga sangat sederhana dan tidak memerlukan biaya yang cukup besar. Peraturan yang ada dalam permainan tradisional juga sederhana.



Permainan tradisional memiliki peraturan yang sangat sederhana dan mudah dimengerti. Peraturan dalam permainan tradisional di susun berdasarkan kesepakatan dari para pemain sehingga tidak ada aturan baku dalam permainan tradisional. Peraturan dikembangkan sesuai dengan keinginan dan penyesuaian terhadap peserta. Peraturan yang berasal dari masukan-masukan perserta di rundingkan bersama-sama sehingga tidak ada yang merasa keberatan dengan peraturan permainan. Peserta akan merasa mudah dan senang dalam melakukan permainan tradisional tersebut.
Peserta dalam permainan tradisional secara tidak langsung akan merasakan dampak dari kegiatan yang mereka lakukan. Memperoleh kesenangan dan hiburan  merupak hal utama yang dicari dalam permainan tradisional. Kemudahan yang dalam memainkan permainan tradisional menjadikan rasa senang akan dengan mudah didapat karena peserta yang mampu melakukannya akan merasa senang dan akan terus mencoba lebih dari yang lain. Rasa senang yang didapat bukan hanya karena peserta semata-mata mampu melakukannya tetapi juga karena para peserta dapat bersaing dengan peserta lain dan dapat mengalahkannya. Hal tersebut menjadi kebahagian tersendiri bagi para peserta dalam permainan tradisional. Selain kesenangan para pesertan juga akan belajar nilai-nilai yang sebenarnya ada dalam permainan tradisional.
Tanpa disadari, permainan tradisional mengandung nilai-nilai yang baik untuk dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai penting seperti kerjasama, saling menghargai, saling membantu, pengendalian emosi dan lain-lain  perlu ditanamkan di kehidupan bermasyarakat agar nilai-nilai tersebut dapat bertahan sampai generasi selanjutnya. Salah satu cara untuk menanamkan nilai-nilai tersebut adalah melalui permainan tradisional. Secara tidak langsung para peserta akan belajar nilai-nilai tersebut. Tanpa disadari nilai-nilai tersebut akan mereka terapkan dalam permainan tradisional sehingga nilai-nilai kebaikan akan terus terjaga dengan baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional perlu dilestarikan sebagai cara untuk mempertahankan nilai-nilai yang ada didalamnya. Olah karena itu penulis berkeinginan untuk menggugah kembali pikiran kita terhadap permainan tradisional yang semakin surut dalam makalah ini.
Dalam  makalah yang berjudul “Wujud Permainan Jasmani Tradisional Di Nusantara” ini, penulis berkeinginan untuk menyegarkan kembali pikiran pembaca untuk mengingat kembali permainan tradisional yang mungkin pernah lakukan atau juga mengenal permainan tradisional yang belum mereka ketahui sebelumnya. Makalah ini menyajikan pengertian dari permainan tradisional kemudian dianjutkan dengan manfaat permainan tradisional bagi anak-anak. Bagian berikutnya menjelaskan tentang pembentukan nilai, moral dan karakter melalui permainan tradisional serta pengenalan nilai-nilai budaya melalui permainan tradisional. Bagian akhir menyajikan beberapa permainan tradisional di nusantara yang mungkin sudah sering kita mainkan.

B. Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari permainan tradisional?
2.      Apa manfaat permainan tradisional bagi anak-anak?
3.      Bagaimana proses pembentukan nilai, moral dan karakter melalui permainan tradisional?
4.      Bagaimana pengenalan nilai-nilai budaya melalui permainan tradisional?
5.      Apa sajakah nama-nama permainan yang ada di nusantara?

C. Tujuan
1.      Mengetahui pengertian dari permainan tradisional.
2.      Mengetahui manfaat permainan tradisional bagi anak-anak.
3.      Memahami proses pembentukan nilai, moral dan karakter melalui permainan tradisional.
4.      Memahami pengenalan nilai-nilai budaya melalui permainan tradisional.
5.      Mengetahui nama-nama permainan yang ada di nusantara.





BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Permainan Tradisional
Permainan tradisional anak-anak adalah salah satu genre atau bentuk folklore yang berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta banyak mempunyai variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka sifat atau ciri dari permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa penciptanya dan dari mana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan kadang-kadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya sama. Jika dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan (James Danandjaja, 1987),
Sedangkan menurut Atik Soepandi, Skar dan kawan-kawan (1985-1986), yang disebut permainan adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud tradisional ialah segala apa yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang tua atau nenek moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala perbuatan baik mempergunakan alat atau tidak, yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati.
Permainan tradisional dikategorikan dalam tiga golongan, permainan untuk bermain (rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan yang bersifat edukatif. Permainan tradisional yang bersifat rekreatif pada umumnya dilakukan untuk mengisi waktu senggang. Permainan tradisional yang bersifat kompetitif, memiliki ciri-ciri : terorganisir, bersifat kompetitif, dimainkan oleh paling sedikit 2 orang, mempunyai kriteria yang menentukan siapa yang menang dan yang kalah, serta mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh pesertanya. Sedangkan permainan tradisional yang bersifat edukatif, terdapat unsur-unsur pendidikan di dalamnya. Melalui permainan seperti ini anak- anak diperkenalkan dengan berbagai macam keterampilan dan kecakapan yang nantinya akan mereka perlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai anggota masyarakat. Inilah salah satu bentuk pendidikan yang bersifat non-formal di dalam masyarakat. Permainan- permainan jenis ini menjadi alat sosialisasi untuk anak-anak agar mereka dapat menyesuaikan diri sebagai anggota kelompok sosialnya.

B. Manfaat Permainan Tradisional bagi Anak
1. Memahami konsep sportivitas
Melalui permainan tradisonal, seperti lompat tali atau congklak, anak belajar bersikap sportif, yaitu bermain secara jujur, memperlihatkan sikap menghargai pemain lain, menerima kemenangan dengan sikap wajar atau menerima kekalahan secara terbuka. Namun, apabila anak belum mau memperlihatkan watak bermain seperti itu, anda tidak perlu khawatir. Sebenarnya sportivitas baru bisa dipahami oleh anak. Konsep menang atau kalah dalam permainan memang tidak terlalu ditekankan pada anak-anak. Hal paling baik yang bisa dilakukan orang tua adalah anak mampu untuk saling menghargai karena ia bermain dengan sikap sportif.
2. Melatih Kemampuan fisik anak
Berbeda dengan permainan elektronik, dalam beberapa permainan tradisional seperti lompat tali, gerak fisik sangat ditekankan. Berkesempatan memainkan permainan ini amat baik untuk meyalurkan energi anak yang berlebih karena anak memang harus banyak bergerak. perminanan tradisional semacam lompat tali juga bisa merangsang perkembangan koordinasi mata dengan anggota badan lainnya. Variasi bentuk permainan dapat lebih meningkatkan kemampuan motorik dan koordinasi tubuh anak. Demikian pula dalam permainan bekel, anak dilatih mengubah posisi biji(kuningan atau kerang) ke posisi yang lain, tanpa menyentuh biji-biji yang terletak dii sebelahnya. Aktivitas ini merupakan latihan motorik halus yang penting bagi perkembangan anak dikemudian hari.


3. Belajar mengelola emosi
Pengelolaan emosi sangat penting bagi anak agar dapat mengendalikan diri di kehidupan sosialnya. Kemampuan ini di ajarkan dalam permainan seperti lompat tali karet yang direntangkan. Pada permainan ini jika anak tidak bisa melompati ketinggian karet yang direntangkan  maka ia harus menerima kekalahannya sebagai konsekuensi dari lompatan yang kurang bagus. Keterampilan mengelola emosi semacam ini penting dipelajari, karena secara tidak langsung melatih kecerdasan emosional anak.
4. Menggali kreativitas
            Melalui beberapa jenis permainan tradisonal, kreatifitas anak pun terasah. Misalnya pada permainan mobil-mobilan yang dibuat dari kulit jeruk bali. Untuk membuatnya dituntut kemampuan anak berimajinasi, misalnya, bagaimana  memperhitungkan besar roda mobil-mobilan dibandingkan dengan badan mobil. Kreativitas anak juga bisa digali dalam permainan congklak. Anak dapat mencari alternatif biji selain kerang yang biasa digunakan dalam permainan congklak. Sama halnya dengan biji bekel. Meskipun biasanya menggunakan biji dari kuningan yang dijual di pasar, anak bisa menggantinya dengan kerang-kerangan.
            Latihan menyusun strategi bermain juga dapat di ajarkan melalui kedua permainan tradisional ini. Dari lubang congklak yang mana ia harus mulai, atau dari sisi mana ia harus mengubah posisi biji bekel. Berbeda dengan penyusunan strategi dalam permainan elektronik yang sudah terprogram, dalam permainan tradisional ini anak mengalami sendiri kenyataan secara konkrit, sehingga lebih banyak variasi yang dapat dilakukan.
5. Mengenal kerja sama
            Pentingnya kerjasama juga dapat dipelajari anak melalui permainan tradisonal. Misalnya, dalam permainan ular-ularan, kerja sama sangatlah penting dalam permainan ini, si kepala ular tidak boleh lari begitu saja, melainkan harus memperhatikan anggota kelompok di belakangnya supaya tidak tertinggal dan dimakan kelompok lawan. Hanya dengan kerja sama yang baik kepala ular dapat melindungi bagian tubuh dan ekornya.
6. Meningkatkan kepercayaan diri
       Dalam permainan tradisonal seperti bekel, rasa percaya diri anak dapat ditumbuhkan. Menguasai permainan yang mensyaratkan keterampilan pada tingkat kesulitan tertentu, seperti kemampuan dasar berhitung  bisa menumbuhkan dan memperkuat rasa percaya diri anak. Rasa percaya diri ini sangat penting sebagai bekal dirinya menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya di kemudian hari. Dengan kepercayaan diri, anak akan merasa lebih mantap memasuki lingkaran pergaulan di mana saja ia berada.
7. Bersosialisasi lewat permainan
       Ruang gerak anak untuk bercengkrama melalui permainan khususnya di perkotaan semakin sempit. Akibatnya permainan individu semakin diminati, sehingga sosialisai anak melalui kegiatan bermain semakin berkurang. Kecenderungan sedikit banyak bisa di atasi melalui permainan tradisonal yang memungkinkan adanya interaksi sosial. Interaksi dalam permainan tradisonal semacam bola bekel, mendorong anak untuk belajar tentang konsep berbagi, menanti giliran, bermain secara fair, juga mengajarkan arti kemenangan dan kekalahan. Melalui kontak nyata dengan orang lain, anak belajar menemukan siapa dirinya di tengah ruang lingkup pergaulan, apa yang bisa di lakukan, bagaimana dia mampu menyesuaikan iri dengan situasi di sekitanya.

C. Pembentukan Nilai, Moral, dan Karakter Dalam Permainan Tradisional
Nilai adalah suatu pengertian yang mengandung sifat baik atau buruk untuk memberikan penghargaan terhadap barang atau benda. Manusia meyakini sesuatu bernilai, karena ia merasa memerlukannya atau menghargainya. Dengan akal dan budinya manusia menilai dunia dan alam sekitarnya untuk memperoleh kepuasan diri baik dalam arti memperoleh apa yang diperlukannya, apa yang menguntungkannya, atau apa yang menimbulkan kepuasan batinnya. (James Danandjaya, 1987).
Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners, morals. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik-buruk, yang diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Pada hakikatnya moral menunjuk pada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh sesuatu komunitas.
Karakter adalah kualitas moral yang akan mengarahkan cara seseorang yang mengambil keputusan dan bertingkah laku. Dalam hal ini, karakter mengacu pada perbuatan yang relevan dengan nilai-nilai moral (Wynne & Walberg, 1984). Sejalan dengan itu, menurut Thomas Lickona (l991) character building adalah suatu usaha proaktif yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mengembangkan karakter yang baik sesuai yang diharapkan. Character building dapat dijelaskan secara lebih sederhana sebagai upaya untuk mengajarkan pada anak mana yang baik dan buruk.
Contoh bagaimana proses pembentukan nilai, moral dan karakter , di samping menstimulasi aspek motorik, kognitif, emosi dan sosial, dalam permainan tradisional, dapat dilihat dalam satu contoh permainan tradisional Tar Bor Mu'u dari Maluku, yang artinya mencuri pisang. Kita ambil contoh salah satu permainan Menurut data, permainan ini sudah punah karena tidak ada lagi yang memainkannya. Permainan ini dimainkan berkelompok antara 10 sampai 15 orang, dari semua kelas dalam masyarakat. Ada beberapa tokoh dalam permainan ini yang kesemuanya menjadi simbol dari tatanan masyarakat dalam bentuk mikro. Ada raja, dukun, pencuri, pemilik pohon pisang, satu orang bertindak sebagai pohon pisang dan 8-10 orang berfungsi sebagai buah pisangnya.
Permainan ini menceritakan tentang seorang pencuri yang berhasil ditangkap oleh pemiliki pisang dengan bantuan seorang dukun, lengkap dengan pemberian ganjaran terhadap pencuri tersebut. Dalam permainan ini, hampir semua aspek perkembangan pada anak terstimulasi. Secara fisik, kemampuan motorik anak terlatih ketika anak-anak yang berperan sebagai pisang dicuri oleh si pencuri. Pencuri harus menarik pisang-pisang (anak-anak) itu dari pangkal pohonnya dan disimpan di tempat persembunyiannya. Kemudian ketika memperoleh ganjaran, si pencuri harus memikul hasil curiannya ke suatu tempat (berjarak kurang lebih 25 m). Ia akan berusaha keras, jatuh bangun menggendong setiap anak yang berperan sebagai pisang. Secara kognitif, si pencuri harus membuat strategi lihai agar gerak-geriknya tidak diketahui pemilik pisang.
Demikian pula dengan dukun yang berusaha menyusun strategi untuk menjebak dan menangkap pencuri (problem solving). Anak-anak juga belajar untuk menghargai milik orang lain dan mengasah empati tentang bagaimana kecewanya sang pemilik pisang ketika pisang-pisang yang telah ditanam dan dipeliharanya dicuri orang. Tindakan pemilik pisang meminta bantuan dukun dan kesediaan dukun membantu menunjukkan keterikatan sosial mereka yang didasari nilai gotong royong. Mereka berusaha saling menolong untuk menyelesaikan suatu masalah. Penggunaan unsur alam sebagai bagian dari permainan ini membuat mereka lebih menghormati dan lebih bijak ketika memanfaatkan alam sekitar. Mereka mengetahui proses apa yang terjadi pada pohon pisang, hingga berbuah.
 Nilai utama yang dapat digali dalam permainan ini adalah nilai-nilai moralnya. Anak akan memahami sanksi seperti apa yang akan diterima oleh seorang pencuri. Figur raja adalah figur pimpinan sebagai pengambil keputusan yang harus bertindak adil dan memberikan hukuman yang setimpal dengan apa yang dilakukan pencuri.
Ketika permainan berakhir dan akan diulangi, merekapun melakukan musyawarah untuk menentukan pergantian peran.

D. Memperkenalkan Nilai-nilai Budaya pada Anak-anak Melalui Permainan Tradisional
Memperkenalkan nilai-nilai budaya pada anak-anak dapat melalui banyak cara, yang penting menyenangkan dan dinikmati mereka. Memang metode terbaik untuk mengajarkan nilai kepada anak-anak adalah contoh atau teladan. Keteladanan yang dimaksud adalah keteladanan dari semua unsur yaitu orang tua, pendidik/guru, para pemimpin, dan masyarakat. Di samping keteladanan sebagai guru yang utama, pengajaran nilai di sekolah perlu juga menggunakan metode pembelajaran yang menyentuh emosi dan keterlibatan para siswa seperti metode cerita, permainan, simulasi, dan imajinasi. Dengan metode seperti itu, para siswa akan mudah menangkap konsep nilai yang terkandung di dalamnya. Hal ini bisa dilakukan melalui membaca buku cerita, mendongeng, teater, drama, musik, pantun, peribahasa sampai permainan tradisional.
Roberts dan Sutton Smith (dalam Budisantoso, 1983) menjelaskan bahwa jenis-jenis permainan sangat besar pengaruhnya terhadap mutu kegiatan pembinaan budaya anak-anak dalam masyarakat. Anak-anak lebih bisa menerima dengan cepat suatu pengetahuan melalui permainan. Sebab dalam permainan anak terkandung nilai-nilai pendidikan yang tidak secara langsung terlihat nyata, tetapi terlindung dalam sebuah simbol – nilai-nilai tersebut berdimensi banyak, antara lain rasa kebersamaan, kejujuran, kedisiplinan, sopan-santun dan aspek-aspek kepribadian yang lain
(Arikunto, 1993). Terlebih lagi secara psikologis bahwa permainan bagi anak-anak merupakan kegiatan yang menarik dan menyenangkan. Melalui bentuk-bentuk permainan tradisional anak, contohnya di Jawa, dapat disampaikan ketrampilan dan pengetahuan tentang kebersamaan dan sikap saling tolong-menolong, juga toleransi kepada anak-anak. Bentuk-bentuk permainan tradisional anak ini harus dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan serta tujuan dari kegiatan pendidikan nilai-nilai budaya pluralisme. Permainan tradisional (khususnya di Jawa) lebih bersifat bermain dan bernyanyi atau dialog, bermain dan olah pikir, serta bermain dan adu ketangkasan (Dharmamulya dkk, 2008).
Permainan tradisional merupakan salah satu sarana yang baik untuk memperkenalkan budaya pada anak-anak. Secara tidak langsung anak-anak akan memahami tentang nilai-nilai budaya yang ada dalam permainan tradisional. Anak-anak akan belajar bagaimana nilai-nilai tersebut dipergunakan dalam kehidupan sosialnya. Mereka akan mengerti sacara perlahan aturan-aturan yang ada dalam permainan tradisional dimana dalam aturan tersebut terdapat nilai-nilai kebudayaan yang menjadi dasar merumuskan aturan-aturan tersebut. Disamping anak akan merasa senang dengan permaianan yang mereka lakukan anak akan mengenal berbagai nilai budaya yang terkandung dalam permainan tersebut.
Setiap permainan memiliki nilai budaya tersendiri didalamnya. Nilai-nilai yang bersifat mengajak pada kebaikan tersirat didalamnya. Melaui permainan tradisional anak akan belajar secara mandiri untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan tersebut dalam kehidupan sosialnya. Dalam keadaan senang pada saat melakukan permainan, anak secara tidak sadar telah menyerap informasi tentang nilai-nilai budaya yang ada dalam permaina tersebut. Seperti contohnya permainan Betengan yang didalamnya terdapat nilai-nilai budaya untuk bekerjasama dan menjunjung nilai sportifitas, anak akan mengerti dengan sendirinya bagaimana cara bekerjasama yang baik untuk menjadi pemenangnya dan mereka juga akan bisa membedakan mana yang melakukan kesalahan atau menyalahi peratutan sehingga nilai sportifitas akan tumbuh dari hal tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah permaianan tradisional secara tidak langsung akan mengenalkan dan membiasakan nilai-nilai budaya didalamnya bagi anak-anak.

E. Nama-nama Permainan Tradisional Nusantara
1. Benteng 
Permainan ini dimainkan oleh dua kelompok, masing–masing kelompok terdiri dari 4 sampai 8 orang. Kedua kelompok kemudian akan memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang, batu atau pilar yang disebut sebagai “benteng”. Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih “benteng” lawan dengan menyentuh tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan meneriakkan kata benteng. Kemenangan juga bisa diraih dengan “menawan” seluruh anggota lawan dengan menyentuh tubuh mereka. Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi “penawan”, ditentukan dari siapa yang paling akhir menyentuh “benteng” mereka.



2. Congklak
Congklak adalah suatu permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di seluruh Indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan sebagai biji congklak dan jika tidak ada, kadangkala digunakan juga biji-bijian dari tumbuhan. Permainan congklak dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan mereka menggunakan papan yang dinamakan papan congklak dan 98 (14 x 7) buah biji yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Umumnya papan congklak terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang, biji-bijian, batu-batuan, kelereng atau plastik. Pada papan congklak terdapat 16 buah lobang yang terdiri atas 14 lobang kecil yang saling berhadapan dan 2 lobang besar di kedua ujungnya. Setiap 7 lobang kecil di sisi pemain dan lobang besar di sisi kanannya dianggap sebagai milik sang pemain.
Pada awal permainan setiap lobang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Dua orang pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lobang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lobang di sebelah kanannya dan seterusnya. Bila biji habis di lobang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bisa habis di lobang besar miliknya maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lobang kecil di sisinya. Bila habis di lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lobang kosong di sisi lawan maka ia berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa.Permainan dianggap selesai bila sudah tidak ada biji lagi yang dapat diambil (seluruh biji ada di lobang besar kedua pemain). Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak. 

Gambar 2. Permainan Congklak
Galah Asin atau di daerah lain disebut Galasin atau Gobak Sodor adalah sejenis permainan daerah dari Indonesia. Permainan ini adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3–5 orang. Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan. Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis yang ada atau bisa juga dengan menggunakan lapangan segi empat dengan ukuran 9 x 4 m yang dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi tanda dengan kapur.
Anggota grup yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan ini terbagi dua, yaitu anggota grup yang menjaga garis batas horisontal dan garis batas vertikal. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal, maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini sangat mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan. 

Gambar 3. Permainan Galasin/Gobak Sodor
4. Egrang
Egrang atau jangkungan adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah. Egrang berjalan adalah egrang yang diperlengkapi dengan tangga sebagai tempat berdiri, atau tali pengikat untuk diikatkan ke kaki, untuk tujuan berjalan selama naik di atas ketinggian normal. Di dataran banjir maupun pantaiatau tanah labil, bangunan sering dibuat di atas jangkungan untuk melindungi agar tidak rusak oleh air, gelombang, atau tanah yang bergeser. Jangkungan telah dibuat selama ratusan tahun. Egrang di Indonesia biasa dimainkan ataupun dilombakan saat peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus. Egrang dengan versi lain juga dimainkan pada saat upacara sunatan. 

Gambar 4. Permainan Egrang

5. Lompat Tali
Permainan ini sudah tidak asing lagi tentunya, karena permainan lompat tali ini bisa di temukan hampir di seluh indonesia meskipun dengn nama yang berbeda-beda. permainan lompat tali ini biasanya identik dengan kaum perempuan. tetapi juga tidak sedikit anak laki-laki yang ikut bermain.
            Permainan lompat tali tergolong sederhana karena hanya melompati anyaman karet dengan ketinggian tertentu. Jika pemain dapat melompati tali-karet tersebut, maka ia akan tetap menjadi pelompat hingga merasa lelah dan berhenti bermain. Namun, apabila gagal sewaktu melompat, pemain tersebut harus menggantikan posisi pemegang tali hingga ada pemain lain yang juga gagal dan menggantikan posisinya. 

Gambar 5. Permainan Lompat Tali

6. Ular Naga
Ular Naga adalah satu permainan berkelompok yang biasa dimainkan di luar rumah di waktu sore dan malam hari. Tempat bermainnya di tanah lapang atau halaman rumah yang agak luas. Lebih menarik apabila dimainkan di bawah cahaya rembulan. Pemainnya biasanya sekitar 5-10 orang, bisa juga lebih, anak-anak umur 5-12 tahun (TK - SD). 

Gambar 6. Permainan Ular Naga


7. Engklek
Permainan engklek merupakan permainan tradisional lompat–lompatan pada bidang–bidang datar yang digambar diatas tanah, dengan membuat gambar kotak-kotak kemudian melompat dengan satu kaki dari kotak satu kekotak berikutnya. Permainan engklek biasa dimainkan oleh 2 sampai 5 anak perempuan dan dilakukan di halaman. Namun, sebelum kita memulai permainan ini kita harus mengambar kotak-kotak di pelataran semen, aspal atau tanah, menggambar 5 segi empat dempet vertikal kemudian di sebelah kanan dan kiri diberi lagi sebuah segi empat. 

Gambar 7. Permainan Engklek

8. Petak Umpet 
Dimulai dengan Hompimpa untuk menentukan siapa yang menjadi “kucing” (berperan sebagai pencari teman-temannya yang bersembunyi). Si kucing ini nantinya akan memejamkan mata atau berbalik sambil berhitung sampai 25, biasanya dia menghadap tembok, pohon atau apa saja supaya dia tidak melihat teman-temannya bergerak untuk bersembunyi. Setelah hitungan sepuluh, mulailah ia beraksi mencari teman-temannya tersebut. Jika ia menemukan temannya, ia akan menyebut nama temannya yang dia temukan tersebut. Yang seru adalah, ketika ia mencari, ia biasanya harus meninggalkan tempatnya.       Tempat tersebut jika disentuh oleh teman lainnya yang bersembunyi maka batallah semua teman-teman yang telah ditemukan, artinya ia harus mengulang lagi, di mana-teman-teman yang sudah ketemu dibebaskan dan akan bersembunyi lagi. Lalu si kucing akan menghitung dan mencari lagi. Permainan selesai setelah semua teman ditemukan. Dan yang pertama ditemukanlah yang menjadi kucing berikutnya. Ada satu istilah lagi dalam permainan ini, yaitu “kebakaran” yang dimaksud di sini adalah bila teman kucing yang bersembunyi ketahuan oleh si kucing disebabkan diberitahu oleh teman kucing yang telah ditemukan lebih dulu dari persembunyiannya. 


Gambar 8. Permainan Petak Umpet

9. Kasti 
Kasti atau Gebokan merupakan sejenis olahraga bola seperti halnya olahraga softball atau baseball. Permainan yang dilakukan 2 kelompok ini menggunakan bola tenis sebagai alat untuk menembak lawan dan tumpukan batu untuk disusun. Siapapun yang berhasil menumpuk batu tersebut dengan cepat tanpa terkena pukulan bola adalah kelompok yang memenangkan permainan. Pada awal permainan, ditentukan dahulu kelompok mana yang akan menjadi penjaga awal dan kelompok yang dikejar dengan suit. Kelompok yang menjadi penjaga harus segera menangkap bola secepatnya setelah tumpukan batu rubuh oleh kelompok yang dikejar. Apabila bola berhasil menyentuh lawan, maka kelompok yang anggotanya tersentuh bola menjadi penjaga tumpukan batu.

Gambar 9. Permainan Kasti

10. Boi-Boian
Permainan tradisonal dengan total lima sampai sepuluh orang. Model permainannya yaitu menyusun lempengan batu, biasanya diambil dari pecahan genting atau pocelen yang berukuran relatif kecil. Bolanya bervariasi, biasanya terbuat dari buntalan kertas yang dilapisi plastik, empuk dan tidak keras, sehingga tidak melukai. Satu orang sebagai penjaga lempengan, yang lainnya kemudian bergantian melempar tumpukan lempengan itu dengan bola sampai roboh semua. Setelah roboh maka penjaga harus mengambil bola dan melemparkannya ke anggauta lain yang melempar bola sebelumnya. Yang terkena lemparan bola yang gatian menjadi penjaga lempengannya.

 

Gambar 10. Permainan Boi-boian



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa permainan tradisional memberikan kesenangan dan kesegaran jasmani bagi para pesertanya. Hal ini dikarenakan dalam permainan tradisional peraturannya sangat sederhana sehingga mudah untuk memainkannnya dan dalam kegiatannnya permainan tradisional banyak yang aktifitasnya berupa gerak tubuh sehingga akan meningkatkan kesegaran jasmani bagi pesertanya. Disamping itu nilai-nilai yang ada dalam permainan tradisional sangat menunjang dalam memperkenalkan nilai-nilai tersebut pada anak-anak khususnya sehingga pembentukan nilai, moral dan karakter akan lebih mudah. Dengan permainan tradisional nilai-nilai budaya secara tidak langsung akan terserap oleh pesertanya karena nilai-nilai budaya tersebut dibutuhkan dalam kegiatan permainan tersebut dan juga dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Saran
Dari uraian di atas diharapkan dengan memahami makalah ini pembaca bisa menyegarkan pikiran untuk mengingat kembali permainan tradisional yang pernah dimainkan dulu. Disamping itu diharapkan permainan tradisional dapat menjadi sarana yang baik untuk meningkatkan kesegaran jasmani dengan memasukkan permainan tradisional pada pelajaran pendidikan jasmani. Tak kalah penting, dengan permainan tradisional diharapkan nilai-nilai budaya dapat dilestarikan dan tanamkan sehingga pembentukan nilai, moral dan karakter akan lebih mudah. Terakhir, diharapkan permainan tradisional dapat selalu dimainkan oleh masyarakat Indonesia agar permainan tradisional dapat dilestarikan dan tidak tergusur oleh permainan yang lebih modern yang justru dapat merusak identitas bangsa Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA


Danandjaya, James. 1987. Floklore Indonesia. Jakarta : Gramedia.
Wynne, E., & Walberg, H. (Eds.). (1984). Developing character: Transmitting knowledge. Posen, IL: ARL.
Budisantoso, S. 1993. Arti Pentingnya Permainan Anak-Anak Dalam Memajukan Kebudayaan Nasional. Makalah Lokakarya “Dolanan Anak-Anak”. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. Yogyakarta Depdikbud. 1981/1982. Permainan Anak-Anak Daerah Istimewa Yogyakarta. Depdikbud. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Dolanan Anak-Anak. Makalah Lokakarya “Dolanan Anak-Anak”. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. Yogyakarta
H. Misbach, Ifa. 2006. Peran Permainan Tradisional Yang Bermuatan Edukatif Dalam Menyumbang Pembentukan Karakter Dan Identitas Bangsa. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: UPI Bandung.
Lickona, T. (1991). Does character education make a difference? Salt Lake City: Utah State Office of Education. Retrieved December 1996,
Anonim. (2013). 7 Nilai dan Manfaat Mainan Tradisional Bagi Anak (http://idecara.blogspot.com/2013/03/7-nilai-dan-manfaat-mainan-tradisional.html). (online) diakses tgl 15 Maret 2013.
Anonim. (2012). 10 Permainan Tradisional Anak Indonesia Yang Patut Dilestarikan (http://multimediabersatu.wordpress.com/2012/06/28/10-permainan-tradisional-anak-indonesia-yang-patut-dilestarikan/). (online) diakses tgl 15 Maret 2013.

Anonim. (2012). 20 Permainan Tradisional yang Sudah Jarang Di mainkan di Jaman Sekarang (http://imankoekoeh.blogspot.co.id/2013/12/wujud-permainan-jasmani-tradisional-di.html (online). diakses tgl 15 Maret 2013.

0 Response to " PTK PENJASKES : Peningkatan Minat dan Hasil Belajar Siswa Pelajaran Penjaskes Melalui Permainan Tradisional di MI Nurul Huda"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel